AKUNTANSI ISLAM UNTUK LEMBAGA ISLAM

AKUNTANSI ISLAM UNTUK LEMBAGA ISLAM


Perkembangan masyarakat tampaknya mengarah kepada asalnya “back to nature” atau “back to basic”. Masyarakat semakin mengalami peningkatan “reugiouslty” semangat keagamaan. Artinya masyarakat akan kembali memberikan perhatian kepada ajaran agamanya. Kajian mengenai Islam semakin banyak, seminar, simpopsuim, media cetak, literature mengenai Islam juga semaki menjamur. Demikian juga media elektronik memberikan perhatian besar terhadap da`wah Islam. Dan perangkat hokum Islam pun mulai dilengkapi, misalnya pengadilan agama, kompilasi huku Islam, dan lain-lain. Dan fenomina terakhir munculnya lembaga bisnis, lembaga keuangan, dan asuransi yang menerapkan syariat Islam.

Munculnya kesadaran orang membayar zakat baik zakat pribadi maupun zakat prusahaan, yayasan ataupun lembaga organisasi Islam. Dan semakin banyaknya lembaga bisnis yang menrapkan syariat Islam sehingga kita perlu mempelajari Akuntansi Islam yang sudah merupakan keharusan dalam ekonomi yang semakin global ini.

A. Lembaga Keuangan Islam

Bank Syariah

Istilah bank tanpa bunga sebenarnya dapat memberikan konotasi yang berbeda dari esensi Bank Syariah. Istilah tanpa bunga ini sering diasomsikan dengan tanpa biaya ( no intorost ) yang sebanarnya tidak tepat. Oleh karena itu sebaiknya kita pakai saja istilah bank bagi hasil yang juga dipakai bank Indonesia atau lebih tepatnya Bank Syariah. Memang bank berdasarkan syariah ini tergolong baru dikalangan kita.

Cara operasi bank syariah ini hakikatnya sama saja dengan bank konvensional biasa, yang membedakannya hanya dalam masalah bunga dan praktek laninnya yang menurut Islam tak dibenarkan. Bank ini memang tidak menerapkan konsib bunga seperti bank konvensiaonal lainya. Namum bukan berarti bank ini tidak mengenakan beban kepada mereka yang menikmati jasanya. Beban tetap ada namum konsep dan cara perhitungannya tidak seperti perhitungan bunga dalam bank konvensional. Untuk menjawab ini kita harus mengenal beberapa produk utama bank syariah.

1. Produk-produk Bank Syariah

a. Pembiayaan dengan marjin ( murabahah )

Dalam produk ini terjadi transaksi jual beli antara pembeli ( nasabah ) dan penjual ( bank ). Bank dalam hal ini membelikan barang yang dibutuhkan nasabah ( nasabah yang menentukan spesifikasinya ) dan menjualnya kepada nasabah dengan harga plus keuntungan. Jadi dari produk ini bank menrima laba atas jual beli. Harga pokoknya sama-sama diketahui dua belah pihak. Nah sekarang timbul pertanyaan apa yang dibeli oleh nasabah, uang atau pinjaman ? jawabnya tentu tidak uang dan tidak pinjaman karena menjual uang atau benda sejenis dengan benda sejenis dengan imbalan lebih adalah riba dalam terminology Islam. Ia menrima produk yang diingankan melalui bank. Produk ini biasanya berupa modal kerja dan berjangka pendek.

b. Bai`bithaman ajil ( Transaksi jual beli dengan harga tangguh )

Dalam konsep ini harga barang yang dijual kepada nasabah telah mempertimbangkan pembayaran yang akan dilakukan kemudian hari secara angsuran maupun tangguh bayar. Harga yang ditetapkan adalah berdasarkan persetujuan bersama kedua belah pihak. Harga ini tidak dibenarkan diubah kendatipun keadaan ekonomi berubah. Jangka waktu pembayaran didasarkan pada kesepakatan bersama, biasanya jenis produk ini adalah untuk pembiayaan investasi dan berjangka panjang.

c. Mudharabah

Mudharabah adalah kerjasama bank dengan pengusaha yang diyakini sepenuhnya. Bank memberikan dana 100 % untuk kepentingan pengusaha dalam menjalankan suatu badan usaha atau proyek. Pengusaha memberikan modalnya berupa tenaga dan keahlian. Laba atau rugi dari usaha ini akan dibagi berdasrkan rasio atau nisbah tertentu sesuai perjanjian. Jadi pembagian laba antara bank dan nasabah bias, 1 : 1, 1 : 3, 1 : 4, dan rasio lainnya. Bank disini tidak boleh campur tangan dalam bisnis tersebut, tetapi boleh mengawasi atau memberikan usulan. Kerugian yang timbul akibat dari suatu hal yang bukan karena kelalaian atau penyelewengan pengusaha akan ditanggung oleh bank. Kerugian karena kesalahan pengusaha ditanggung oleh pengusaha.

d. Musyarakah

Musyarakah hampir sama dengan mudharabah. Disini bedanya, dananya tidak hanya disediakan oleh bank tetapi juga oleh pengusaha. Jadi prusahaan itu dibiayai dan diurus oleh bank dan pengusaha, atau pihak yang berkongsi sesuai kesepakatan. Modal yang distorkan masing-masing harus dilebur sehingga semua penyertaan menjadi milikprusahaan dan bukan individual lagi. Laba dan rugi antara bank dan nasabah dibagi sesuai kesepakatan atau sesuai dengan kontribusi modal masing-masing. Bisa 1 : 1, 1 : 2, dan sebagainya.

Dua pula terakhir sangat riskan, oleh karena itu diperlukan pengusaha yang benar-benar jujur dan diyakini oleh bank dapat melaporkan laba ruginya dengan benar, dan menyegrakan membayar utangnya. Dan untuk sementara tampaknya bank syariah masih sukar menemukan pengusaha yang demikian dikancah ekonomi social sekarang ini.

Bank adalah sebagai pemegang amanah dari pemodal dan penabung. Bank harus menjaga agar ia bias tetap hidup dan bisa beruntung, sehingga dana pemilik saham dan tabungan yang dikumpul dari seluruh umat Islam tetap terjaga dan menerima bagi hasil yang kompetitif. Dalam hal ini terjadi hubungan harmonis antara bank dan nasabah karena antara pemilik dana, bank, dan pengusaha jasa bank sama-sama ingin mendapatkan bagi hasil yang banyak sehingga keduanya akan berupaya dengan cara masing-msing untuk mencapinya.

e. Jasa bank lain

Produk bank syariah lainnya sama saja dengan bank konvensional lainnnya, seperti L/C ( Alkafalah ), Bank Garansi, Transfer ( Pengiriman uang ), safe defosit ( Al Wadi`ah ), loasing ( Bai`al ta`jiri ), agent ( Al Wakalah ), Gadai ( Al Rahn ). Disini tidak dijelaskan lagi pengertian masing-masing produk itu karena sama-sama persis dengan pengertian dalam bank konvensional. Penghasilan berupa “fee, komisi, provisi” dari produk ini akan jatuh ke prusahaan, tidak menjadi bagian bagi hasil bagi penabung atau depositor.

f. Al mardul hasan ( pembiyaan kebajikan )

Produk ini merupakan produk bank syariah yang sangat khusus yatiu Al Wardul Hasan. Prodok ini hanya bisa diberikan jika bank syariah menerima dana berupa zakat, infaq, sadaqah masyarakat yang penempatannya tidak mengharapkan bagi hasil dan ditempatkan di bank untuk dikelola dengan maksud meningkatkan kesejahteraan ummat khusus nya yang mustahaq terhadap zis itu.

Dana ini dapat dipergunakan kepada nasabah tanpa dikenakan kewajiban memberikan pembagian hasil atau laba. Dia hanya dibebankan biaya sehubungan proses pemberian pinjaman itu dan diwajibkan mengembalikan berupa jumlah yang dipinjamnya semua, tanpa harus pemberian laba. Dan kalau ia bersedia memberikan hadiah kepada bank tidak akan ditolak bank dan ini akan menambah dana tadi yang digunakan lagi untuk membantu mereka yang berhak lainnya. Jika hal ini terjadi maka dana tadi akan bertambah terus dan bertambah pula kontribusinya untuk membantu ummat yang memerlukan.

2. Sumber Dana Bank Syariah

Yang merupakan sumber dana bank syariah adalah sama dengan bank konvensional yaitu dari pemilik dana dan dari pihak ketiga atau masyarakat, misalnya : giro wadi`ah ( rikening koran ), diposito mudharabah, tabungan mudharabah, dan tabungan untuk maksud khusus. Terhadap produk-produk ini bank tidak akan memberikan bunga, tetapi bagi hasil yang jumlahnya tidak akan diketahui pada awalnya karena tergantung hasil yang diperoleh kemudian.

Untuk dana giro yang dipergunakan pada bank, pemilik dana tidak akan menrima pengahsilan dari bank sebagai pemegang amanah karena dikhawatirkan menuju riba, namun bank dapat memberikan sejenis bonos yang jumlahnya tidak bisa ditentukan sebelumnya. Sedangkan penabung, penyimpan uang diposan akan mendapat pertambahan tabungan berupa bagi hasil, yang besar kecilnya ditentukan oleh besar kecilnya laba yang diterima dari hasil mudharabah, murabahah, dan musyarakah tadi. Jika bak menerimanya banyak maka pembagian juga banyak. Berupa porsi yang dibagikan kepada penabung tadi yang sudah ditentukan bank sewaktu transaksi penabung mulai, misalnya : 3 : 7, 3 porsi untuk penabung/diposan tadi, dan 7 porsi untuk bank sebagai pengelola dana tadi.

3. Cara Kerja

Cara kerja seperti pengikatan pembiayaan di bank syariah sama saja seperti di bank lain. Misalnya ada akta perjanjian, ada saksi, dan yang penting ada jaminan yang dapat dipegang oleh bank sehingga dana yang diberikan dinyakini akan dikembalikan secara utuh beserta untunganya, jika ada kepada bank.

Jaminan bisa berupa barang, tanah, rumah, koleyukan usaha, individu, perusahaan, kepercayaan dan lain-lain. dan jaminan ini adalah upaya baik untuk menyelamatkan harta pinjaman agar tidak ingkar bayar yang menurut syari’at sangat tidak disukai.

Kalau ditanya tentang bagaimana cara meminjam maka jawabannya sama dengan cara meminjam dibank lain. Buat permohonan, permohonan ini dipelajari oleh bagian yang khusus untuk itu (Account offkornya), kalau layak, dalam arti proyek yang akan dibiayai akan memungkinkan membayar utangnya daan semakin berkembang dan sesuai syari’at. Kemudian diminta dilengkapi lagi dengan jaminan dan aspek hukum lainnya.

Di sini masyarakat sering salah mengerti karena dianggap bahwa bank Islam itu hanya seperti lembaga sosial yang bisa meminta begitu saja dan boros. Mungkin hal ini timbul akibat ketidaktahuan masyarakat tentang lembaga keuangan yang baru seperti ini.

B. Prinsip-prinsip Akutansi dan Nilai Islam

Akutansi yang kita maksud disini adalah Comprehonsive Accounting yang hakikatnya adalah sistem informasi, penentuan laba, pencatatan transaksi yang sekaliguss pertanggungjawaban Caccountability. Akuntansi memiliki perangkat atau konsep sendiri. Ia laahir dari kebutuhan daan tuntutan masyarakat. Islam adalah tata nilai daan memiliki sifat-sifat yang harus ditegakkan seperti keadilan, kejujuran, pertanggungjawaban dan kesejahteraan yang merupakan ketentuan Ilahi. Antara akuntansi dan tata nilai Islam memiliki simbolis, saling mendukung, berkaitan erat, mempunyai tujuan dan arah yang relatif sama.

Nilai Islam dalam akutansi maksudnya ialah apakah Comprehonsive Accounting itu mempunyai kelengkapan yang sama atau sesuai dengan hakikat, tujuan dan nilai Islam. Dalam konteks ini akutansi diartikan sebagai sistem pencatatan, sistem informasi, sistem ekonomi sosial, sistem pertanggungjawaban yang kesemua sistem ini berkaitan dengan masalah pengukuran.

Sifat dan arti akutansi Islam sebagai berikut, yaitu :

1. Yang dicatat oleh akutansi adalah transaksi (muamalah). Transaksi adalah “the occurrence of an event or of a canition that must be recorded” atau segala sesuatu yang mengakibatkan perubahan dalam aktiva dan passiva perorangan atau perusahaan. Transaksi muamalah ini merupakan bagian dari kehidupan ekonomi umat yang juga merupakan bagian harus memperhatikan nilai-nilai Islam.

2. Dasar pencatatan transaksi adalah bukti atau disebut juga business paper seperi faktor, surat utang, chocks, kuitansi dan lain-lain. yang dianggap sebgai bukti yang didukung oleh sifat-sifat kebenaran tanpa ada penipuan, Ini menurut Islam. Dalam akutansi ada joms daan tingkatan bukti yang memadukan kuat tidaknya suatu bukti dan yang jelas setiap transaksi harud di dukung bukti yang sah.

3. Bukti yang menjadi mendasar dan diklasifikasi secaraa teratur melaui “Aturan umum” atau “General Accepted Accounting Prinaple” (GAAP), yang di Indonesia disebut Standar Akutansi Keuangan. Standar aakutansi ini dilahirkan melalui suatu panitia ahli melalui berbagai tahap pengujian sampai menjadi prinsip yang diterima umum. Proses kelahiran prinsip ini terpiji dan tetap didasari oleh keadilan dan objektivitas. Proses pencatatan, sampai kepada klasifikasi akan menghasilkan laporan keuangna (Neraca dan laba rugi), yang merupakan out-put dari manajemen. Semua orang bebas memberikan komentar dan berhak melakukan koreksi sampai standar itu disahkan.

4. Akutansi berpartisipasi pada : “subtonce over from”, artinya akutansi lebih menekankan pada kenyataan atau subsistansinya bukan formulirnya, artinyaa kendati pun bukti menuntut from misalnya Rp.1000,- namun nilai yang sebenarnya adalah Rp.800,- bukan Rp.1000,- berdasarkan from.

5. Akutansi memiliki sifat relevan, daapaat dipercaya, objektif, tepat waktu, bebas dari bias, dapat diperbandingkan, konsisten dan lain sebagainya, sesuai dengan nilai-nilai Islam.

6. Tahap kelahiran laporan keuangan diatas masih belum sampai pada titik “dipercaya”. Untuk sampai kepada titik dipercaya laporan itu masih perlu diuji atau disaksikan lagi oleh pihak tertentu yang dianggap independen (tidak memihak) melalui pemeriksaan laporan keuangan yang disebut audit atau general audit. Pemeriksaan ini dilakukan oleh akuntan publik terdaftar. Akuntan pemeriksa akan memberikan laporan meengenai pemeriksaannya apakah laopran yang disajikan manajemen tadi wajar atau tidak atau ada sesuatu pos yang tidak wajar atau sama sekali tidak wajar. Opininya ini ada empat , yaitu : opini wajar, opini wajar dengan syarat, opini tidak wajar dan opini tidak ada poin.

Dasar pemberian opini ini adalah sampai dimana laporan keuangan menaati prinsip akutansi (standar akutansi), pengungkapan, konsisten dan syarat-syarat lainnya.

Demikianlah proses yang kita temukan dalam “Comprohensive Accounting” dalam melakukan pencatatan sampai kepada laporannya dan laporan pihak lainnya sehingga menjadi konsumsi umum. Dan jelas daapat kita lihat beberapa betapa ketatnya sistem itu menjaga agar out-put akutansi tetap dalam sifat kebenaran, keadilan dan kejujuran (objectiuitas), sebagaimana halnya hakikat dan keinginan Islam. Hal ini berati dapat dirumuskan bahwa beberapa tata nilai Islam ada dalam akutansi.

Konsep Akutansi Islam

Muhammad Arkam Khan (Harahap, 1992) merumuskan sifat akutansi Islam sebagai berikut :

1. Penentuan laba-rugi yang tepat

Walaupun penetuan laba-rugi agak bersifat subjektif dan bergaantung nilai, kehati-hatian harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana(atau dalam Islam sesuai dengan syari’ah Islam) dan konsisten sehingga dapat menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakaki laporan dilindungi.

2. Mempromosikan dan menilai efissiensi kepemimpinan

Setiap aktivitas harus memberikan standar berdasaarkan hukum sejarah untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan-kebijaksanaan yang baik.

3. Kekuatan pada hukum syari’ah

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dinilai halal-haramnya. Faktor ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal menetukan berlanjut tidaknya suatu organisasi.

4. Keterikatan pada keadilan

Karena tujuan utama dari syari’ah adalah penerapan kedilan dalam masyarakat seluruhnya, informasi akuntan harus mampu melaporkan (selanjutnya mencegah) setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk menambah ketidakadilan dalam masyarakat.

5. Melaporkan dengan baik

Telah disepakati bahwa peranan perusahaan dianggap dari pandaangan yang lebih luas (pada dasarnya bertanggung jawab pada masyarakat secara keseluruhan). Nilai sosial ekonomi dari ekonomi Islam harus diikuti dan dianjurkan. Informasi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan hal ini.

6. Perubahan dalam praktek akutansi

Peranan akutansi yang demikian luas dalam kerangka Islam memerlukan perubahan yang sesuai dan dapat dalam praktek akutansi sekarang. Akutansi harus mampu bekerjasama untuk menyusuri saran-saran yang tepat untuk mengikuti perubahan ini.

Dalam susunan sistem akutansi dan ekonomi campuran maka upaya yang harus kita lakukan bagaimana sistem campuran itu dijernihkan atau di “purify”. Di hilangkan yang tidak sesuai dengan konsep Islam dan ditaambah dengan konsep Islam dan ditambah dengan konsep yang diwajibkan Islam. Dalam konsep kapitalis banyak yang dapat dipakai dalam konsep Islam dan ada yang memang tidak sesuai dengan syari’aat Islam.

Konsep dasar akutansi Islam itu, sebagai berikut :

Konsep dara tidak banyak yang berbeda kecuali tiga hal, yaitu :

  1. Sumber hukumnya adalah Allah melalui instrumen Al-qur’an dan sunah. Sumber ini harus menjadi ragam pegaman dari setiap konsep, prinsip, dan teknik akutansi.
  2. Penekana pada “accountability”, kejujuran, kebenaran dan keadilan.
  3. Permasalahan diluar itu diserahkan sepenuhnya pada akal pikiran manusia termasuk untuk kepentingan “decision osefulness”.

Theory enterprisp sejalan dengan konsep Islam, karena lebih mencakup aspek sosial dan prtanggungjawaban. Akutansi Islam dapat menilaai prinsip mana dari yang ada itu bertentangan dengaan prinsip Islam maka dihapuskan, sedangkan yang relevan dan mendukung diambil dan untuk hal yang perlu penekanan ditekunkan. Artinya kata tetap manfaatkan prinsip konvensional yang ada tidak perlu menghapuskannya dan cara yang baru lagi. Enterprisp Theory menjelaskan bahwa akutansi harus melayani bukan saja pemilik, perusahaan, tetapi juga mensyarat secara umum.

Akutansi Islam akan dapat memberikan sumbangan besar pada kemajuan akutansi dunia. Islam sebagai rahmatan lil alamin juga akan memberikan konep akutansi yang memberikan manfaat untuk sekalian alam. Tandaa-tandaa ke arah ini sudah terikat antara lain dari topik konferensi akutansi internasional di Adelaide tahun 1994 yang lalu. Dua ideologi saat ini berkembang akan sampai pada satu situasi konvergensi menuju arah yang besar dan kebenaran itu adalah dari Tuhan dan hukum alam. Dalil ini secara tepat diakui oleh Stephen Coves dalam bukunya The Seven Habits Of Highlig Effective People (1993) :

“I believe that correct prinaole are natural laws and tha god, the creator and fathren of us all, is the scurce of them and also the sovrco of our conssience”. Sedangkan dalam Al-qur’an disebutkan bahwa kebenaran itu adalah dari Allah SWT. (Al haqq min rabbikum), jika akutansi konvensional dilahirkan dari natural laws dan akutansi Islam diinspirasi oleh Al-qur’an, maka keduanya akan dapat saling menisci dalam melahirkan konsep menyejahterakan manusia dan seluruh alam. Trend-ternd akutansi yang melalui brkembang akhir-akhir ini membuktikan kesamaan arah akutansi konvensional dengan ambisi Islam.

Posting Komentar

0 Komentar