METODOLOGI ILMU EKONOMI ISLAM DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

BAB I

P E N D A H U L U A N

Sampai sekarang ini langkah-langkah yang telah dibicarakan dalam perkembangan ilmu pengetahuan ekonomi islam sesungguhnya berkaitan dengan soal-soal metodologik.

Walaupun dalam kenyataannya, soal-soal metodologik bersifat kontroversial, pembahasan ini tidaklah sekedar merupakan latihan akademik ( academic exercise ) yang didorong oleh keingintahuan intelektual belaka; sekalipun dalam kenyataannya tedapat banyak persoalan dan hal metodologok dalam ilmu ekonomi islam, tapi di sini dibatasi hanya pada tiga persoalan, yaitu:

1. Apakah ilmu ekonomi islam itu adalah suatu ilmu pengetahuan yang normatif, positif, atau bersifat kedua-duanya.

2. Apakah teori ekonomi islam diperlukan, mengingat tidak adanya suatu ekonomi islam yang aktual ?.

3. Apakah ilmu ekonomi islam itu suatu “ sistem “ atau “ ilmu pengetahuan “ ?.

BAB II

METODOLOGI ILMU EKONOMI ISLAM DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

1. METODOLOGI ILMU EKONOMI ISLAM

A. Apakah Ilmu Ekonomi Islam Itu Suatu Ilmu Pengetahuan Yang Normatif, Positif, Atau Bersifat Kedua-duanya

Menurut pengertian umum, ilmu ekonomi positif mempelajari problema-problema ekonomik seperti apa adanya. Ilmu ekonomi normatif mempersoalkan bagaimana seharusnya sesuatu itu. Sering dikemukakan bahwa penelitian ilmiah dalam ilmu ekonomi barat lebih banyak membatasi diri pada persoalan-persoalan positif daripada membatasi persoalan-persoalan normatif, yang tergantung pada penilaian tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Setidak-tidaknya pada tingkatan perumusan teoritik. Dalam pada itu beberapa ahli ekonomi islam juga telah berusaha untuk mempertahankan perbedaan antara ilmu pengetahuan positif dan normatif, sehingga dengan begitu mereka menuangkan analisa ilmu ekonomi islam dalam kerangka intelektual dunia barat.

Dalam ilmu ekonomi islam, aspek-aspek yang normatif dan positif itu saling berkaitan erat, sehingga setiap usaha untuk memisahkannya akan berakibat menyesatkan dan tidak produktif. Ini berarti bahwa ilmu ekonomi islam tidak berisi komponen-komponen normatif dan positif yang tidak dapat dibedakan sama sekali. Tetapi berdasarkan ini saja kita tidak dapat mengatakan bahwa ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan positif atau normatif.

Perbedaan antara ilmu pengetahuan positif dan normatif merupakan hal yang tidak penting, baik pada tingkatan teori maupun kebijaksanaan. Karena nilai-nilai dapat dicerminkan baik dalam teori maupun dalam kebijakan. Karena teori memberikan kerangka bagi pilihan kebijakan, nilai-nilai tidak hanya dicerminkan dalam kebijakan dengan mengabaikan teori itu. Dipandang dari segi ini, pemisahan yang positif dan yang normatif tidak toleran dalam ilmu ekonomi islam, karena kedua-duanya terjalin erat dengan kehidupan islam, filsafat, lembaga kebudayaan serta agama islam.

Setiap usaha untuk membedakan antara yang positif dan normatif akan berakibat buruk, dalam arti hal itu akhirnya akan menyebabkan lahir dan tumbuhnya “ sekularisme “ dalam ekonomi islam. Kecenderungan untuk menguji segala sesuatu dengan pengetahuan manusia yang terbatas dan prasangka akan merusak asas-asas dasar ekonomi islam.

Setiap usaha untuk menggolongkan ekonomi islam sebagai ilmu yang positif dan normatif justru akan merusak tujuan untuk apa ilmu itu sebenarnya diciptakan. Ini sama halnya bila kita mencoba memisahkan badan manusia yang untuk delapan puluh persennya terdiri dari air; tak pelak lagi badan itu akan binasa. Jadi, masalah dalam ekonomi islam, harus dipahami dan dinilai dalam rangka ilmu pengetahuan sosial yang terintegrasi, tanpa memisahkannya dalam kpmponen normatif dan positif.

B. Apakah Teori Ekonomi Islam Diperlukan, Mengingat Tidak Adanya Suatu Ekonomi Islam Yang Aktual

Para positivis mengemukakan bahwa tidak perlu mengembangkan suatu teori ekonomi islam yang aktual untukmenguji ide terhadap masalah aktual. Dikatakannya bahwa pula teori harus menjelaskan fakta sebagaimana adanya. Dengan begitu, menurut mereka, tidak ada tempat untuk teori ekonomi islam, karena ia tidak dapat dijelaskan dan diramalkan dari realitas sosio-ekonomi dari masyarakat muslimkontemporer yang ada sekarang. Jadi, bagi mereka, ujian bagi suatu teori terletak pada kemampuannya untuk menjelaskan dan menerangkan realitas, walaupun sebenarnya dengan menyederhanakannya setiap teori menyimpang dari realitas.

Periode cepat dari inovasi yang terjadi setelah berkembangnya islam adalah suatu contoh spektakuler tentang bagaimanakah inovasi dalam agama dan nilai ekonomi membebaskan suatu masyarakat dari keseimbangan semula dan menghadapkannya pada segala konsekuensi dari dinamika kehidupan ekonomik. Jadi, larangan islam mengenai bunga diserta perintah mengeluarkan zakat berpengaruh besar terhadap perkembangan teori islam mengenai uang dan keuangan negara.

Keberadaan suatu ekonomi aktual ( yaitu realitas ) di mana ide dapat diuji terhadap problema aktual, sesungguhnya tidak terlalu diperlukan untuk penyusunan suatu teori sosial dan ekonomi yang pengembangannya dibutuhkan untuk menjelaskan baik realitas sekarang maupun realitas yang diharapkan.

Di masyarakat kontemporer, banyak teori ekonomi seperti konsep perbankan islami, zakat, dan sebagainya sedang dilaksanakan. Ada tiga alasan untuk mengembangkan teori ekonomi islam :

1. Untuk belajar dari pengalaman terdahulu dengan mengidentifikasikan alasan tentang kewajaran atau ketidakwajaran penjelasan perilaku dan praktek ekonomi yang lampau, dengan teori ekonomi islam.

2. Untuk menjelaskan keadaan ekonomi yang aktual betapapun berkeping-kepingnya ( fragmented )keadaan itu.

3. Untuk mengidentifikasi “ kesenjangan “ antara teori ekonomi islam yang ideal dan praktek-praktek masyarakat muslim kontemporer, sehingga usaha untuk mencapai suatu keadaan yang ideal dapat diadakan.

C. Apakah Ilmu Ekonomi Islam Merupakan Suatu “ Sistem “ Atau Suatu “ Ilmu Pengetahuan “ ?

Ada yang menganggap ekonomi islam sebagai suatu “ sistem “, dan ada pula yang menganggapnya sebagai suatu kekhususan dapat diperlakukan terhadapnyasebagai suatu “ ilmu”. Perkataan “ sistem “ diartikan sebagai suatu “ keseluruhan yang kompleks : suatu susunan hal atau bagian yang saling berhubungan “, “ ilmu “ adalah “ pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis “. Demikain pula, perkataan “ ilmu “ didefinisikan sebagai “ suatu wadah pengetahuan yang terorganisasi mengenai dunia fisik, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa “. Sejalan dengan definisi tentang “ sistem “ ini dengan mudah kita dapat mengatakan bahwa ekonomi islam itu sesungguhnya adalah bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu : “ pengetahuan yang diwahyukan “ ( yakni Al-Qur’an ), praktek-praktek yang berlaku pada waktu itu dalam masyarakat sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan ucapan-ucapannya yang bernas ( yakni sunnah dan hadits ), deduksi analogik. Penafsiran berikutnya dan konsensus yang tercapai kemudian dalam masyarakat, atau oleh para ulama ( yaitu ijma’ )” sistem “ ini memuat suatu mekanisme yang built-in untuk pemikiran jernih ( yaitu ijtihad ) tentang persoalan dan masalah baru sehingga penyelesaian dapat dicapai. Ini dibolehkan selama tidak bertentangan dengan komponen dasar dari sistem itu, ( yaitu Al-Qur’an dan sunnah ). Dengan begitu terlihatlah bahwa suatu “ sistem “ memuat prinsip yang mengatur seluruh tata kehidupan.

2. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Tiap aliran pemikiran dan agam memiliki pendekatan kajian ekonomi masing-masing sebagaimana penampilannya yang tercermin pada tingkah laku ekonomi manusia pengikutnya. Kajian ilmu ekonomi pada abad pemikiran dewasa ini ( the age of reason ) mengarah kepada tidak hanya bertolak dari asas kapitalisme dan asas marxisme, tetapi ada asas lain yang lebih human. Yakni, ilmu ekonomi yang lebih terandalkan dalam menjaga keselamatan seluruh manusia dan alam semesta. Ekonomi yang memiliki nilai-nilai kebenaran ( logis ), kebaikan ( etis ), dan keindahan ( estetis ). Ekonomi yang dapat membebaskan manusia dari aksi penindasan, penekanan, kemiskinan, kemelaratan, dan segala bentuk keterbelakangan, serta dapat meluruskan aksi ekonomi dari karakter yang tidak manusiawi yakni ketidakadilan, kerakusan, dan ketimpangan. Ekonomi yang secara historis-empiris telah terbuktikan keunggulannya di muka bumi ini. Ekonomi yang tidak bebas atau tidak dapat membebaskan diri dari pengadilan nilai, yakni nilai yang bersumber dari agama ( volue committed ).

Islam, agama wahyu yang dirisalahkan sejak manusia pertama, yakni Nabi Adam a.s., dan dilanjutkan, disempurnakan melalui nabi-nabi Allah sampai kepada nabi terakhir Muhammad saw. adalah sumber dan pedoman tingkah laku manusia. Dan, karena tingkah laku ekonomi itu bagian dari ulah manusia, maka ilmu dan aktivitas ekonomi haruslah berada di dalam islam. Keunikan pendekatan Islam terletak pada sistem nilai yang mewarnai tingkah laku ekonomi. Ilmu ekonomi adalah satu bagian saja dari ilmu agama Islam, karena itu ekonomi dengan sendirinya tidak mungkin dapat dipisahkan dari suprasistemnya, yakni Islam yang dapat digali dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad saw., yang berkaitan dengan ketentuan mengenai tinglah laku ekonomi dari manusia dan masyarakat. Ilmu ekonomi dengan demikian berasas iman, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Muthaffifin ayat 1–6,

“ Celakalah ( siksalah ) untuk orang-orang yang menipu. Bila mereka menimbang dari manusia untuk dirinya, mereka sempurnakan ( penuhkan ). Dan, bila mereka menimbang untuk orang lain, mereka kurangkan. Tiadakah mereka menyangka bahwa mereka akan dibangkitkan ? Pada hari yang besar ( kiamat ) ? Yaitu pada hari manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam. “

Dalam tarikh islam, Nabi Syu’aib a.s., banyak disebut sebagai Nabi Ilmu Ekonomi, mendasarkan ekonomi kepada iman ( tauhid ) terhadap adanya Allah dan Hari Pengadilan; sebagaimana yang terdapat dalam surat Hud ayat 84-87,

“Telah kami utus ke negeri Madyan seorang saudaranya, Syu’aib, ia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada bagimu Tuhan selain daripada-Nya; dan janganlah kamu mengurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam kebaikan dan aku takut terhadap kamu akan siksaan hari yang meliputi kamu. Hai kaumku, sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan keadilan dan janganlah kamu kurangkan hak orang sedikit juga dan jangan pula berbuat bencana di muka bumi sebagai perusak. Rezeki Allah yang tinggal ( selain dari yang haram ) lebih baik bagimu, jika kamu orang beriman, dan aku bukanlah orang yang memeliharamu.’Mereka berkata, ‘Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu supaya meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami, atau supaya kami jangan berbuat pada harta kami apa yang kami sukai ? sesungguhnya engkau penyantun lagi cerdik.’ “

Kajian tingkah laku ekonomi manusia merupakan ibadah kepada Allah. Kekayaan ekonomi adalah satu alat untuk memenuhi hajat dan kepuasan hidup dalam rangka meningkatkan kemampuannya agar dapat mengabdi lebih baik kepada Allah. Mencari dan menimba kekayaan atau pendapatan yang lebih baik untuk dinikmatinya tidaklah dikutuk Allah sepanjang diakui sebagai karunia dan amanat Allah. Yang terkutuk ialah apabila kekayaan itu diletakkan atau dijadikan sesembahan yang utama dalam kehidupannya. Iman dan takwa kepada Allah memberi corak pada dunia ekonomi dengan segala aspeknya. Corak ini menampilkan arah dan model pembangunan yang menyatu antara pembangunan ekonomi dan pembangunan agama sebagai sumber nilai ( central/core value ). Dengan demikian, maka kegiatan-kegiatan ekonomi produksi, distribusi, dan konsumsi haruslah menggunakan pertimbangan nilai agama dan bukan oleh determinisme mekanistis ekonomi lainnya seperti pada kapitalisme dan marxisme.

Islam sejak risalah Muhammad saw. sampai kepada suatu zaman yang disebut the Golden Age of Islam, lalu ke zaman pembekuan dan kegelapan ( the Dark Age ), merupakan pengalaman empiris dan sebagai batu uji bagi pemikir muslim era globalisasi untuk membangkitkan kembali Islam yang akan mewarnai abad ekonomi modern dewasa ini, baik ditingkat nasional, regional, maupun global. Pertemuan para ahli ekonomi muslim sedunia dalam International Conference for Islamic Economics yang pertama di Mekah tahun 1976 telah mendorong gairah untuk menggali nilai Islam bagi ekonomi bangsa sedunia di tengah-tengah krisis kehidupan akibat sistem ekonomi kapitalis-individualistis dan marxis-sosialistis. Konsep ekonomi Islam mampu mengentas kehidupan manusia dari ancaman pertarungan, perpecahan akibat persaingan, kegelisahan dan kesirnaan akibat kerakusan, dan ancaman-ancaman keselamatan, keamanan serta ketenteraman hidup manusia, kepada kehidupan yang damai dan sejahtera,dapat kita ungkapkan melalui pembahasan komponen-komponen sistem di bawah ini.

BAB III

P E N U T U P

Kesimpulan

Secara keseluruhan dapatlah dikatakan bahwa para ekonomi Islam yang bertekad untuk memulai dengan serius., kini telah dapat memperoleh pengertian luas tentang metode penelitian deduktif atau induktif dalam merumuskan teori dan kebijaksanaan Islami. Karena, merupakan hal yang sahih untuk suatu teori yang Islami sarat nilai yang ideal dapat mempunyai dimensi waktu dan ruang. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan tentang perilaku lembaga, dan organisasi ekonomik di masa lampau, sekarang dan membayangkannya untuk masa yang akan datang. Tetapi ini harus dipahami dalam kerangka abadi yang lebih luas dari prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah. Walaupun ekonomi Islam adalah bagian dari suatu “ sistem “, tetapi ia juga merupakan suatu ilmu. Perbedaan antara ilmu ekonomi positif dan normatif tidak diperlukan, juga tidak diinginkan: dalam hal-hal tertentu malah akan menyesatkan. Namun harus dicatat bahwa metode penelitian dapat berupa deduktif, induktif, atau kombinasi dari keduanya. Metode deduktif sebagaimana yang dikembangkan oleh para ahli hukum Islam, dapat diterapkan pada ekonomi Islami dalam mendeduksikan prinsip sistem Islam itu dari sumber-sumber hukum Islam. Metode induktif dapat pula digunakan untuk mendapatkan penyelesaian dan problema ekonomik dengan menunjuk pada keputusan historik yang sahih. Namun harus diakui bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk membahas soal ini menjadi komprehensif dan lebih bermutu. Tetapi hal ini di luar rangka pembahasan mengenai bab ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mannan, M. Abdul, Teori Dan PraktekcEkonomi Islam, Yogyakarta, P.T Dana Bhakti Yasa, 1997.

Lubis, Suhrawardi K, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2000.

Posting Komentar

0 Komentar