Perbedaan Pendapat Tentang Membaca Fatihah Dalam Shalat

BAB I

PENDAHULUAN

DALIL-DALIL MADZHAB SYAFI’I TENTANG

MEMBACA FATIHAH DALAM SEMBAHYANG

Dalil- dalil Madzhab Syafi’i yang menetapkan bahwa Fatihah itu salah satu rukun sembahyang dan Bismillah salah satu ayat Fatihah adalah sebagai berikut:

Dalil kesatu

Tersebut dalam Kitab Hadits Bukhari dan Muslim:

لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب. رواه البخاري ومسلم.

فتح البارى جزء 2 صحيفة 383 – صحيح مسلم جزء 3 صحيفة 100

Artinya: “Dari Abu Hurairah beliau berkata: Berkata Rasulullah saw. : Tidak sah sembahyang bagi orang yang tidak membaca Fatihah Kitab” (H. Riwayat Imam Bukhari- Fathul Bari juzu’ ke II, pagina 383).

Dalil kedua

Tersebut dalam Hadits Muslim:

عن ابى هريرة رضي الله عنه عن النبيّ صلّى الله عليه وسلّم قال: من صلّى صلاة لم يقرأ فيها بأمّ القران فهي خداج ثلاثا غير تمام. رواه مسلم. صحيح مسلم جزء 3 صحيفة 101

Artinya: “Dari Abi Hurairah, beliau berkata: Berkata Rasulullah saw. : Barangsiapa sembahyang tetapi tidak membaca Ummul Qur’an (dalam satu riwayat Fatihah Kitab), maka sembahyangnya itu kurang, kurang, tidak sempurna” (H. Riwayat Imam Muslim- Syarah Muslim juzu’ IV, pagina 101).

Arti khidaj ialah kurang, sebagai keadaan anak yang lahir kekurangan tangan atau kaki.

Dalil ketiga

Tersebut dalam kitab Hadits Daruquthni :

لا تجزئ صلاة لا يقرأ فيها بفاتحة الكتاب . رواه الدارقطنى.

Artinya: “Tidak mencukupi sembahyang yang tidak dibaca didalamnya Fatihah Kitab” (H. Riwayat Imam Daruquthni).

Hadits Daruquthni ini menambah jelas arti hadits yang di atas, yaitu tidak mencukupi dan tidak sah.

Di dalam ketiga hadits ini terang bahwa membaca Fatihah itu adalah rukun sembahyang, di mana wajib dibaca pada tiap-tiap rakaat sembahyang, walaupun pada sembahyang sunnat.

Apa yang dinamakan Fatihah Kitab atau Ummul Qur’an yang wajib dibaca itu ?

Jawabnya ialah Surah al Fatihah selengkapnya, yaitu 7 ayat, bermula dari Bismillah dan disudahi dengan “waladh-Dhallin”. Akan tetapi yang menjadi permasalahan di sini adalah bolehnya tidak membaca Bismillahir rahmaanirrahim dalam Fatihah. Begitulah sebagian pendapat ulama-ulama yang lain, padahal bacaac Bismillahirrahmanirrahim itu adalah termasuk ayat Fatihah yang mana kalau ditinggalkan sebagian atau keseluruhannya maka shalatnya tidak sah. Akan tetapi mereka tetap keras berpendapat bahwa Bismillahirrahmanirrahim itu bukan ayat al Fatihah. Dan mereka mengemukakan pendapat mereka, diantaranya:

1. Bacaan Bismillah itu hanya sekedar pembatas antara satu surah dengan surah yang lain.

2. Hanya sekedar mengambil berkat.

3. Permulaan turun Qur’an adalah kalimat Iqra bukan Bismillah.

4. Mereka mengeluarkan dalil dari hadits Nabi bahwa Bismillah itu tidak wajib dibaca dalam Fatihah.

Ada sebuah hadits dalan Kitab Muslim, begini bunyinya:

عن أنس رضي الله عنه قال: صلّيت مع رسول الله صلّى الله عليه وسلّم وابى بكر وعمر وعثمان فلم اسمع احدا منهم يقرأ بسم الله الرحمن الرحيم. رواه مسلم

Artinya: “Dari Anas ra. Beliau berkata: Saya sembahyang dengan Rasulullah, dengan Abu Bakar, dengan Umar dan dengan Utsman, maka saya tak mendengar beliau-beliau itu membaca Bismillahirrahmanirrahim” (H. Riwayat Muslim).

BAB II

PENDAPAT-PENDAPAT ULAMA DALAM MADZHAB

SYAFI’I SERTA JAWABAN TENTANG PENDAPAT MEREKA

Baiklah disini kita mencoba menjawab tentang pendapat mereka yang membantah dan keliru dalam memahami hadits.

Jawab kita:

a. Di dalam hadits ini tak dijelaskan tempatnya di mana Nabi tidak membaca Bismillah itu, apakah pada permulaan Fatihah, atau pada permulaan Surat atau di mana ? Supaya jangan bertentangan dengan hadits Abu Hurairah (Dalil kedua) tadi, maka kita letakkan hadits pada tempatnya yang benar, yaitu maksudnya tidak membaca Bismillah bukan pada permulaan al Fatihah, mungkin pada permulaan sembahyang.

b. Di sini dikatakan oleh Anas, bahwa beliau “tidak mendengar”. Ini bisa kejadian pada ketika sembahyang sir, sembahyang siang hari.

Dan supaya tidak bertentangan dengan hadits Abu Hurairah maka kita letakkan maksud hadits ini untuk sembahyang sir. Pada ketika itu Nabi, Abu Bakar, Umar dan Utsman ra. tidak memperdengarkan Bismillah, tetapi dibacanya secara sir, karena dalam sembahyang sir.

Tidak ada dalam hadits ini dijelaskan bahwa Anas tak mendengar itu pada ketika sembahyang jahar, tidak ada.

Maka hadits ini tidak dapat dipakai untuk menolak hadits-hadits yang menetapkan bahwa Bismillah itu salah satu ayat dari al Fatihah. Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits Abu Huraurah, tetapi berlainan masanya.

Berkata Imam Syafi’I Rahimahullah:

قال الشافعيّ: بسم الله الرحمن الرحيم الأيات السّابعة فإن تركها او بعضها لم تجزه الركعة التى تركها فيها. الأم جزء 1 صحيفة 108

Artinya: “Berkata Imam Syafi’I Rahimahullah: Bismillahir rahmanirahim adalah termasuk ayat yang tujuh dari Fatihah. Kalau ditinggalkan semuanya atau sebahagiannya tidaklah cukup raka’at sembahyang yang tertinggal membaca bismillah dalam raka’at itu” (Kitab al Umm juzu’ ke I, pagina 107).

Akan tetapi dalam masyarakat Ummat Islam di Indonesia timbul faham baru, yaitu:

a. Membaca Bismillah tidak wajib dalam Fatihah sembahyang.

b. Membaca Bismillah itu wajib juga, tetapi harus disirkan saja.

Fatwa ini walaupun nampaknya kecil, tetapi cukup untuk membikin heboh Ummat Islam, apalagi kalau mereka menjadi makmum dari Imam yang tidak membaca Bismillah dalam Fatihah, karena di dalam hukum ibadat Ummat Islam, bahwa Imam yang diketahui batal sembahyangnya tidak boleh diikuti oleh ma’mum.

Masalah ini menjadi ramai, karena terjadi setiap waktu, yaitu 5 kali dalam sehari semalam, sebanyak sembahyang.

Oleh karena itu, dalam risalah ini salah satu ayat dari al Fatihah, sesuai dengan madzhab yang kami anut, yaitu Madzhab Syafi’i Rahimahullah.

Mudah-mudahan saudara-saudara pembaca menjadi bertambah yakin dan saudara-saudara yang biasa menjadi imam sembahyang supaya menginsafi pentingnya hal ini dan menjaga ketenteraman pengikut-pengikutnya dalam sembahyang.

Dan Imam Nawawi, salah seorang Imam Mujtahid Fatwa dalam Madzhab Syafi’I berkata dalam Kitab Majmu’ begini:

أمّا حكم المسألة فمذهبنا بسم الله الرحمن الرحيم اية كاملة من اوّل الفاتحة بلا خلاف.

المجموع جزء 3 صحيفة 333

Artinya: “Adapun hukum Masalah dalam madzhab kita (Madzhab Syafi’I) perkataan “Bismillah” adalah salah satu ayat yang kamil (penuh) terletak pada permulaan Fatihah. Hal ini tidak diperselisihkan lagi” (Al Majmu’ Syarah Muhadzab, juzu’ III, pagina 333).

Maksud ucapan Imam Nawawi “tidak diperselisihkan lagi” ialah bahwa dalam Madzhab Syafi’I seluruh ulama-ulamanya sepakat berpendapat bahwa Bismillah itu salah satu ayat dari al Fatihah.

Baik juga kami nukilkan perkataan Pengarang Kitab Iqna’, Imam Muhammad Syarbani al Khathib:

وبسم الله الرحمن الرحيم اية منها. الإقناع جزء 1 صحيفة 115 .

Artinya: “Dan Bismillah salah satu ayat dari al Fatihah” (Iqna’ Juzu’ I, pagina 115).

Dan berkata Imam Zainuddin al Malibari, pengarang Kitab Fathul Mu’in :

مع قراءة البسملة فإنّها اية منها. فتح المعين.

Artinya: “Serta membaca Bismillah, karena Bismillah itu salah satu ayat dari al Fatihah” (Fathul Mu’in, pagina 139 juzu’ I, yaitu Kitab yang dicetak bersama Kitab-kitab I’anatut Thalibin).

Demikianlah, kalau dibuka seluruh kitab-kitab Fiqih dalam Madzhab Syafi’I akan kedapatanlah bahwa membaca Bismillah adalah termasuk rukun dalam sembahyang, sehingga tidak ada sembahyang kalau Bismillah itu tidak dibaca.

Dalil bahwa kalimat Bismillah salah satu ayat ialah Ijma’ Sahabat Nabi, yakni sepakat Sahabat-sahabat Nabi meletakkan Bismillah pada tiap-tiap permulaan surah.

Andai kata Bismillah itu tidak Qur’an, kenapa dituliskan dalam Al Qur’an, dalam mush-haf Saidina Utsman bin Affan, yaitu sebagai Mush-haf-mush-haf yang ada di negeri kita, di Indonesia ini.

Tersebut dalam Kitab I’anatut Thalibin, karangan Imam Sayid Bakri Shatha begini:

إنّ الصحابة اجمعوا على اثباتها فى المصحف بخطّه فى اوائل السّور سوى براءة.

Artinya: “Bahwasanya sahabat-sahabat Nabi telah ijma’ (sepakat) meletakkan (Bismillah dengan tulisan al Qur’an pada permulaan sekalian surat, kecuali pada surat al Baraah”.

Seterusnya Sayid Bakri Syatha’ mengatakan “Andai kata Bismillah itu tidak ayat al Qur’an tentu mereka melarang menuliskannya, karena bisa menyalahkan I’tiqad Ummat Islam, yaitu mengi’tiqadkan yang bukan Qur’an menjadi Qur’an.

Andai kata dikatakan bahwa Bismillah itu hanya untuk membatas-batas Surah saja maka timbul pertanyaan kenapa tidak dituliskan pada permulaan Surah al Baraah dan apa gunanya ditulis pada permulaan al Fatihah, sedang Surah sebelumnya belum ada yang akan dibatas” (I’anatut Thalibin, juzu’ I, pagina 139).

Jadi dalilnya Ijma’, yaitu kesepakatan Sahabat-sahabat Nabi seluruhnya menuliskannya pada permulaan al Fatihah.

Ijma’ adalah sumber hukum dalam Ibadat Islam, karena Ummat Nabi Muhammad saw. tidak akan sepakat di atas kesalahan.

Beliau Nabi Muhammad saw. bersabda:

لا تجتمع امّتى على ضلا لة. رواه ابو داود والترمذى وابن ماجه.

Artinya: “Bahwasanya ummatku tidak akan sepakat atas kesalahan” (H. Riwayat Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah – Lihat Sunan Ibnu Majah, juzu’ 2, halaman 464 dan Shahih Tirmidzi juzu’ 9, halaman 11 dengan sedikit perbedaan lafaz).

Jadi, kalau sudah ada ijma’ maka itu adalah hal yang benar, bukan yang sesat. Sebaliknya orang yang tidak mengindahkan ijma’ adalah orang sesat.

BAB III

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Sesudah diuraikan semuanya yang di atas itu inginlah kami mengambil kesimpulan:

1. Bismillah pada permulaan al Fatihah adalah salah satu ayat dari Al Fatihah.

2. Dalam Fatihah sembahyang wajib dibaca Bismillah, kalau tidak maka sembahyangnya batal.

3. Imam yang diyakini tidak membaca Bismillah tidak boleh diikuti oleh Penganut Madzhab Syafi’I, karena ia meng-imamkan orang yang tidak sah sembahnyangnya menurut keyakinan agamanya.

4. Imam-imam, kalau ingin menjadi Imam, hendaklah menjaga dan memegang perasaan-perasaan dan keyakinan-keyakinan si ma’mumnya.

5. Bacaan Bismillah dijaharkan dalam sembahyang jahar dan disirkan dalam sembahyang sir serupa dengan ayat Fatihah yang lain.

6. Membaca Fatihah wajib hukumnya dalam shalat kecuali si masbuq.

7. Inilah Madzhab Imam Syafi’i Rahimahullah yang kita junjung.


DAFTAR PUSTAKA

KH. Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama Jilid I dan II, Penerbit Pustaka Tarbiyah Cetakan ke 30, Jakarta, 2000.

Fiqih Empat Madzhab dan Hadits Bukhari Mulim (Fathul Bari), Di cetak oleh Radar Jaya Offset, Jakarta.

Posting Komentar

1 Komentar