Demokrasi Pancasila


BAB I
ISTILAH “ DEMOKRASI PANCASILA”

A.   “Demokrasi Pancasila” sebagai istilah dipergunakan oleh MPRS./XXXVII/1968 (Pedoman pelaksanaan Demokrasi Pancasila), dari mana ternyata bahwa istilah “Demokrasi Pancasila” itu hanyalah merupakan kependekan bagi sila “ kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, yakni sila ke-4 dalam Pancasila.
MPRS./XXXVII/1968 itu bukan mengurus keseluruhan Pancasila dan bukan pula mengurus kedaulatan rakyat atau wujud keseluruhan kerakyatan, tetapi hanya mengurus soal “musyawarah untuk mufakat”, secara bulat atau secara suara terbanyak.
1.      Sejalan dengan perkembangan arti “ rakyat” menjadi “demos”, berkembang pula arti “bangsa” menjadi “nation” dari mana hanya timbul “nasional” dalam arti kebangsaan” sebagai nama sifat. Tidak pernah “kebangsaan” meningkat pula menjadi nama benda arti “kekuasaan bangsa” atau “kedaulatan bangsa”. Bahwa bangsa Indonesia itu, setelah kokoh berdiri kesatuan bangsanya, memang berdaulat ternyata dari kemampuannya, sebagai asas kekuasaannya, untuk memproklamasikannya (menyatakan ke luar) kemerdekaannya dan sejalan dengan itu membentuk negaranya. Jelaslah bahwa dikita Bangsa mendahului negara, sehingga kedaulatan Negara atau kedaulatan rakyat Negara itu bersumber dari kedaulatan Bangsa.
2.      Di dalam ayat-ayat UUD 1945 kelima-lima sila itu telah mendapat rumusan-rumusan normatif seperlunya secara ringkas, tetapi sila pertama itu hanya diulang dan ditonjolkan secarabulat-bulat tanpa sesuatu rumusan normatif yang khas dalam UUD pasal 29 ayat 1. Di dalam ayat 2 pasal tersebut di jamin kemerdekaan penduduk (yaitu warga-negara dan bukan warga-negara) untuk beragama dan beribadat menurut agamanya masing-masing. Ini berarti bahwa Negara tidak menjamin kebebasan bergerak bagi atheisme dan akan mengawasi dan menuntun pihak-pihak yang masih berkepercayaan animisme, polytheisme dan lain-lain bentuk takhyul, seperti pelbagai macam ilmu klenik, kepada jalan agama-agama.

3.      Telah berulang-ulang di atas tadi saya langsung menghubungkan pengertian “Tuhan Yang Maha Esa” dengan pengertian “Allah” dalam arti bahwa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa itu ialah Allah, dengan konsekwensi (akibat mutlak) bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” berarti “Kekuasaan Allah” atau “ Kedaulatan Allah”.

DASAR ATAU TUJUAN
Menurut Pembukaan UUD 1945 maka yang sudah menjadi dasar negara bukan lima sila tetapi hanya empat, yaitu sila-sila pertama, kedua ketiga, dan keempat, sedangkan sila kelima bukanlah dasar negara tetapi adalh tujuan paling pertama, tujuan pokonya, yaitu “mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang harus dicapai dengan mengikuti sungguh-sungguh tuntutan empat prinsip besar yang merupakan dasar negara tadi.
Dasar bagi sesuatu susunan mestilah sesuatu yang kokh yang tak dapat digeser-geser, dirongronh atau diombang-ambingkan, sedangkan tujuan pokok merupakan kewajiban utama yang berkepanjangan yang mesti diselenggarakan dan dicapai.
1.      Bolehkah, ya patutkah, dipergunakan istilah “Demokrasi Pancasila” sebagai pengganti sial “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan”? pertanayan ini perlu dijawab sebab sebelumnya telah pula dipergunakan istilah ”Demokrasi Terpimpin”, yang juga merupakan kependekan dari sial ke-4 dalam Pancasila itu. Istilah ”Demokrasi Terpimpin” ternyata telah banyak benar menimbulkan kesalahan paham tentang wujud demokrasi dalam negara kits, antara lain menggeser pengertian “kedaulatan rakyat” ke arah pengertian “kedaulatan negara” atau ke arah pengertian “Kedaulatan Pemerintah beserta Alat-alatnya”, sampai-sampai terdengar tuduhan-tuduahn ke arah “kediktatoran”.

2.      Maka Pancasila UUD `45 itu hendaklah dinilai sebagai suatau kesatuan lengkap dan janganlah hendak mengadakan pernilaiannya sebagai lima macam sila yang masing-masingnya terpisah dari yang lain. Penilaian secara terpisah-pisah akan menghilangkan composisinya sebagai  lengkap.
3.      Sebagai berikut : sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab (sebab ada yang tidak adil dan biadab); sila ketiga, Persatuan Indonesia (sebab ada kalanya bangsa kita terpecah-pecah); sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan(sebab ada kerakyatan yang

Ciri-ciri pokok perbedaan antara demokrasi Barat dan demokrasi Indonesia ialah :demokrasi Barat memberiakan kekuasaan kepada si kuat dan si kaya, sehingga perbedaan antara yang berkuasa dan yang dikuasai menonjol ke depan berupa memecah kesatuna hidup dalam masyarakat menjadi hidup berpartai-partai dan pertandingan adu tenaga antara partai-partai itu, sedangkan demokrasi Indonesia bertujuan memelihara kesatuan masyarakat, anti hidup berpartai-partai, pro hidup rukun dan damai, berpendirian “sama tinggi sama rendah, sama kehulu sama ke hilir, serasa semalu sepenanggungan, serugi selaba, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, anak orang anak awak, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, hidup tenggang-menenggang, hormat menghormati,

B.  Demokrasi sebagai kata dan lembaga asing berasal dari lingkungan kebudayaan Eropah, sehingga pengertian asli dari demokrasi Barat itu terpaut kepada perkembangan masyarakat dan kebudayaan, yang pernah mengenal sistem feodalisme yang melahirakan pembagian manusia dalam golongan-golongan bertingkat discriminatif, yaitu:
1)      Golongan bangsawan yang berkuasa sebagai tuan-tuan tanah dan berdaulat dalam lingkungan domeinnya:
2)      Golongan pendeta yang berkuasa dalam bidang keagaman dan kerohanian, denagan kemungkinana menguasai pula tanah-tanah dan laian-lain bentuk kekayaan gereja yang terutama dipupuk dari zakat besar 10% penghasialn/kekayaan pengikutnya setahun;
3)      Golongan hartawan (saudagar, pembunga-uang) yang menguasai peredaran uang, barang-barang konsumsi dan alat-alat transpor;
4)      Pekerja tani dan pekerja lainnya (tukang-tukang pekerja tangan) yang modalnya hanya tenaga badan.

Menurut keyakinan saya hanya bentuk-bentuk sosialisme di samping kommunisme, yang religuis yang dapat dilahirkan oleh Bible (Perjanjian Baru),. Walaupun demikian kain putih yang dibentangkan di tanah lumpru, pada ketikanya akan berwarna seperti lumpur pula, dan oleh karena itu dapatlah kita mengerti mengapa orang Eropah yang hampir semuanya beragama Nasrani itu, tidak dapat, tidak sanggup, melayani amanat Isa Almasih secara yang bersih sempurna, maka timbullah moral berganda, artinya memakai norma agama dengan cara diskriminatif, tidak konsekwen, tergantung kepada milieu tempatnya bergerak atau tergantung kepada jenis orang yang dihadapinya, seperti perlakuan terhadap kulit berwarna, sikap lain golongan, exclusivme dan lai-lain. Sebagai contoh moral cinta kasih.
Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa Pancasila kita itu bukan hanya terdiri dari Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan, tetapi masing-masing sila itu trtentu pula wujud atau sifatnya.
Jadi telah dikatakan bahwa hanay sila Ketuhanan YME, itu yang tidak merupakan hasil kebudayaan manusia. Sila Ketuhanan YME. Itu adalah sesuatu yang abadi, yang kekal, tidak berobah-obah dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia dan tidak dapat ditundukkan kepada kemauan dan keinginan manusia. Karena itulah maka ia dijadikan landasan yang pailng aman dan paling kokoh bagi Negara Republik Indonesia, dengan memberikan tempat khusus kepadanya dalam pasal UUD 1945: ”negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Saya sekali-kali tidak berniat untuk mencari nama lain bagi”demokrasi pancasila” itu, setelah memberi ingat bahwa yang dimaksud dengan itu hanyalah sila yang ke-empat dalam Pancasila dan mesti dipahamkan dalam composisi Pancasila, yaitu Pancasila menurut maksud Piagam Jakarta dan menurut makna harfiah Pembukaan UUD.



DAFTAR PUSTAKA

Hazairin, Demokrasi Pancasila, PT Awal April 1983.