Logika dan Kebenaran


LOGIKA

Logika adalah suatu displin yang berhubungan dengan metode berpikir. Pada tingkat dasar, logika memberikan aturan-aturan dan teknik-teknik untuk menentukan apakah suatu argumen yang diberikan adalah valid. Berpikir logis digunakan dalam matematika untuk membuktikan teorema-teorema, dalam ilmu komputer untuk menguji kebenaran dari program dan untuk membuktikan teorema-teorema, dalam ilmu pengetahuan alam untuk menarik kesimpulan darieksperimen-eksperimen, dalam ilmu pengetahuan sosial dan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan banyak masalah. Tentu saja, kita tak hentihentinya menggunakan pemikiran yang logis.

Dalam logika kita tertarik kepada benar atau salahnya dari pernyataanpernyataan (statemen-statemen), dan bagaimana kebenaran/kesalahan dari suatu statemen dapat ditentukan dari statemen-statemen lain. Akan tetapi, sebagai pengganti dari statemen-statemen spesifik, kita akan menggunakan simbol-simbol untuk menyajikan sebarang statemen-statemen sehingga hasilnya dapat digunakan dalam banyak kasus yang serupa.


Terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pengetahuan, misalnya ia dapat melakukannya dengan jalan bertanya kepada orang lain (yang memiliki otoritas) yang dianggapnya lebih tahu, atau ia dapat melakukannya melalui indra, akal sehat, intuisi atau dengan coba-coba. Upaya-upaya serta cara-cara tersebut merupakan sumber-sumber pengetahuan yang mungkin, yang dapat dipergunakan dalam memperoleh pengetahuan.
a.      Orang yang Memiliki Otoritas
Titus et.al (1984) mengawali penjelasan mengenai hal ini dengan ilustrasi pertanyaan, bagaimana kita mengatahui bahwa Socrates dan Julius Caesar pernah hidup di dunia?, apakah mereka itu orang-orang khayalan seperti nama-nama lain yang kita baca dalam mitologia dan novel-novel moderen?, Jawabannya adalah kita punya pengetahuan tentang Socrates dan Julius Caesar sebagai orang-orang yang pernah ada dan hidup di dunia, yakni dari “kesaksian” orang-orang yang pernah ada serta hidup sezaman dan setempat dengan mereka, serta juga ahli-ahli sejarah. Artinya ada orang yang ditempatkan sebagi yang memiliki “otoritas” sebagai sumber pengetahuan mengenai hal yang ingin diketahui, yaitu mereka yang punya kesaksian dari pengalaman dan pengetahuan yang berkenaan dengan itu.

b.      Indra
Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber internal pengetahuan. Guna memahami posisi indra sebagai sumber pengetahuan, biasanya diajukan pertanyaan misalnya, bagaimana mengetahui bahwa besi memuai bila dipanaskan?, atau air membeku bila didinginkan hingga mencapai derajat kedinginan tertentu?. Terhadap pengetahuan semacam ini, filsafat science modern berpandangan bahwa indralah yang menjadi sumbernya. Bahkan pandangan empirisme yang diterapkan dalam filsafat science modern menyatakan bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah dan hanyalah pengalaman-pengalaman konkrit kita yang terbentuk karena persepsi indra, seperti persepsi penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pencicipan dengan lidah. Namun dalam menempatkan indra sebagai sumber pengetahuan, juga ditekankan pentingnya kehati-hatian, utamanya terhadap kemungkinan pengaruh prasangka dan emosi yang akan merusak obyektifitas.

KEBENARAN

                Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995).

                Dalam bahasan ini, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan (Wilardo, 1985:238-239). Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran (Daldjoeni, 1985:235).
             

Posting Komentar

0 Komentar