Bahaya Lidah

BAB I

P E N D A H U L U A N

Semua manusia di atas bumi ini, ingin hidup senang dan bahagia, sekurang-kurangnya apa yang diperlukan sehari-hari dapat terpenuhi.

“Aku mengakui bahwa tidak ada yang patut di sembah selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya”.

Itulah ucapan “lidah” yang mempunyai pancaran iman dan akal yang sempurna. Karena itu, lidah termasuk di antara nikmat Allah yang besar dan di antara ciptaan Tuhan yang amat halus dan ganjil. Keimanan dan kekufuran seseorang tiada terang dan jelas, selain dengan kesaksian “lidah”. Lidah mempunyai ketaatan yang besar dan mempunyai kedosaan yang besar pula. Anggota tubuh yang paling durhaka kepada manusia ialah lidah. Sungguh lidah adalah alat perangkap setan yang paling jitu untuk menjerumuskan manusia.

Banyak kata-kata bersajak yang dibuat orang dengan lidah, “lidahnya seperti madu, hatinya seperti empedu”. Lidahnya berbisa”. “Lidahnya seperti ular, bercabang dua”. “Lidahnya fasih berbahasa”. Dia pandai bersilat lidah”. Dan sebagainya.

Rasulullah Saw bersabda :

من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيرا او ليصمت

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau ia diam”. ( H.R Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ).

BAB II

D U S T A

Dusta ( bohong ) adalah termasuk bahaya yang timbulnya dari lidah. Berdusta merupakan suatu kelakuan buruk yang melakukan dan merupakan suatu dosa besar yang merusak pribadi dan masyarakat. Banyak hadits dan ayat Al-Qur’an berbicara mengenai kejahatan dusta, dan banyak karya tentang hal itu telah ditulis orang, dan mengutuknya.

A. Dusta Diam dan Dusta Samar.

Mengenai dusta diam dan dusta samar, Buya Hamka menguraikan lebih jauh. Di mana sikap benar adalah suatu budi yang paling utama yang bersifat positif ( ijabiah, membangun ). Sebab menjelaskan suatu yang benar tidaklah cukup kalau hanya dengan tidak berdusta. Mungkin jika engkau tidak membuat suatu dusta yang terang, yang positif, tetapi dengan begitu engkau belum tentu benar.

B. Bentuk-bentuk Dusta.

Bentuk-bentuk dusta di antaranya ialah :

1. Berlebih-lebihan dalam memberikan sesuatu, sejengkal dijadikan sehasta, sehasta dijadikan sedepa.

2. Mencampuradukkan yang benar dengan yang dusta.

3. Memotong-motong kebenaran, misalnya mengambil pangkalnya saja dan meninggalkan ujungnya, atau sebaliknya.

4. Menyatakan dengan mulut sesuatu yang berlainan dari yang terasa di hati, walaupun pada hakikatnya yang dinyatakan itu benar.

Di manakah diketahui bahwa pernyataan itu dusta ? Ialah pada bukti perbuatan, atau pada tingkah laku yang lahir. Karena hanya lidah yang berdusta, adapun perbuatan dan sikap muka itu selalu berlawanan dengan lidah. Lebih satrialah seseorang yang mengaku terus terang bahwa dia tidak percaya, karena memang dia belum percaya, tetapi hatinya ragu.

C. Janji Dusta.

Janji itu pasti terlebih dahulu diucapkan oleh lidah. Jadi mulutnya yang membuatnya. Akan tetapi terkadang hati tidak ingin hendak menepatinya, dan jikalau demikian halnya, maka janji itu akan diingkarinya dan ini termasuk tanda-tanda kemunafikan seseorang yang melakukannya.

D. Berdusta dan Bersumpah dalam Jual Beli.

Jangan sekali-kali berdusta dalam jual beli misalnya, engkau mengatakan bahwa engkau membelinya dengan harga sekian, atau engkau menjualnya dengan harga sekian, sedang ucapanmu itu dusta semata-mata. Kelak engkau akan dirugikan oleh cara yang dengannya engkau mengharapkan keuntungan.

Jangan sekali-kali bersumpah atas nama Allah dalam berjual-beli, dan jangan membiasakan diri berbuat demikian, lantaran keuntungan dunia yang engkau kejar itu jauh lebih kecil dan lebih rendah dari sumpah yang engkau ucapkan atas nama Allah, meski benar sekalipun. Bagaimana pula jika engkau bersumpah atas nama kedustaan, tentu lebih berat lagi dosanya. Padahal, urusan jual beli itu tidak membutuhkan sumpah, sebagaimana disebutkan di dalam sebuah hadits :

.... ان الله يبغض البياع الحلاف ....

“Sesungguhnya Allah benci kepada penjual yang suka bersumpah”.

E. Dusta yang Dibolehkan.

Dusta ialah memberitahukan sesuatu yang berlainan dengan kejadiannya, baik dengan sengaja atau tidak dengan sengaja, sedang kesengajaan itulah yang memberatkan dosanya. Tetapi adakalanya dusta menjadi mubah ( boleh ) dan adakalanya wajib. Kesimpulannya : Tiap tujuan yang baik dapat dicapai dengan berkata benar atau dusta, maka dalam hal ini haram berdusta. Dan jika tidak bisa dicapai kecuali dengan dusta, maka di sini dusta mubah, jika tujuannya itu mubah, dan jika tujuan itu wajib dicapai, maka di sini dusta itu wajib juga.

Contoh : Jika melihat orang yang tidak bersalah, terpaksa bersembunyi dari seorang zalim yang akan membunuhnya, atau menganiayanya, maka di sini berdusta itu wajib, untuk menyelamatkan orang dari penganiayaan atau pembunuhan. Demikian pula jika seorang dzalim menanyakan titipan orang yang ada padamu, harus ( wajib ) engkau ingkar, bahkan bila disumpah, boleh bersumpah dengan tauriyah ( menggunakan kalimat yang dikira oleh pendengar benar-benar tetapi bermaksud lain ). Jika tidak ia terkena kaffarah untuk sumpah itu.

Adapun dusta yang mubah, yaitu seumpama berdusta untuk menenangkan hati sang istri.

Contohnya dusta tauriyah sebagaimana berkata : Allah yang lebih mengetahui perbuatanku. Jika kalimat dalam bentuk bahasa Arab “ALLAH YA’LAMU MA FA’ALTU MIN DZALIKA MIN SYA’I”, sebab di sini kedudukan “MAA” dapat berarti tidak, dan juga bisa berarti yang. Sehingga pendengar-pendengar mengambil yang arti tidak, sedang yang berkata menuju yang berarti yang.

Tsauban berkata : “Dusta itu semuanya berdosa, kecuali dusta yang dimaksudkan untuk memberikan kemanfaatan kepada seorang muslim atau yang ditujukan untuk menolak suatu bahaya yang akan datang”.

F. Menghindari Dusta dengan Jalan Membelokkan.

Dusta tauriyah telah dibolehkan sebagaimana telah diterangkan di atas. Namun dari golongan Salaf Shalihin menerangkan, bahwa dusta dengan jalan membelokkan kata itu dibolehkan demi untuk menghindari berkata dusta. Tentu saja yang dimaksudkan ini ialah apabila seseorang terpaksa sekali harus berdusta, tetapi karena takut berdusta lalu dihindarinya dengan ucapan yang membelokkan. Jadi sekiranya tidak sangat terpaksa dan tidak ada kepentingan apa-apa, maka tidak dibolehkan cara membelokkan ini ditempuh dan tidak boleh pula terang-terangan. Cara membolakkan ini dalam beberapa hal lebih baik dan lebih ringan ditanggung oleh perasaan.

G. Ayat-ayat yang Bersangkutan dengan Dusta.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 11 :

كدأب ال فرعون والذين من قبلهم كذبوا بايتنا فاخذهم الله بذنوبهم والله شديد العقاب ( ال عمران : 11 ).

“( Keadaan mereka ) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Dan Allah sangat keras sikasa-Nya”. ( Q.S Ali Imran : 11 ).

H. Sabda-sabda Rasulullah SAW yang Berhubungan dengan Dusta.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

“Sesungguhnya perkataan benar itu menyebabkan masuk surga. Seorang yang selamat berkata benar ditulis Allah sebagai Shiddiq, dan sesungguhnya dusta itu menyebabkan maksiat, sedangkan maksiat menyebabkan masuk neraka dan sesungguhnya seseorang itu apabila suka berdusta, maka Allah akan menulisnya sebagai pendusta”.

BAB III

K E S I M P U L A N

Orang yang berdusta yaitu menyatakan sesuatu tidak menurut keadaan yang sebenarnya. Lain mulut lain pula di hati. Berita bohong tetap berdampak negatif ( membahayakan ), baik bagi yang menyampaikan berita bohong itu, maupun bagi yang menerimanya.

Bahaya bagi yang menyampaikannya, karena dia telah merusak suasana, membuat orang gelisah, apalagi sampai mencelakakan, dosanya cukup besar. Bahaya bagi yang menerimanya dapat merupakan ketentraman jiwanya, apalagi berita itu berupa ancaman atau teror mental yang bahayanya tidak kecil bagi seseorang atau masyarakat luas. Oleh sebab itu Allah sangat mengecam dengan keras terhadap orang-orang yang berdusta.

Dalam hadits shahih dari Ibnu Mas’ud mengatakan : Rasulullah Saw bersabda :

ان الصدق يهدى إلى البر , وإن البر يهدى إلى الجنة , ومايزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا , وان الكذب يهدى إلى الفجور , وان الفجور يهدى إلى النار , ومايزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب يكتب عند الله كذابا . ( رواه البخارى ومسلم ).

“Sesungguhnya kebenaran itu akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan membawa ke surga. Dan seorang yang senantiasa benar dan terus menerus mencari jalan kebenaran, hingga ia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang benar. Dan sesungguhnya dusta itu akan membawa pada dosa, sedangkan dosa itu akan membawa ke neraka. Dan orang yang senantiasa berdusta dan tidak henti-henti berdusta, hingga ia akan ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta. ( H.R Bukhari dan Muslim ).

Nabi bersabda : Tiga macam yang jika dikerjakannya akan menjadi munafik benar-benar. Barangsiapa memiliki sifat tersebut, maka dia bersifat munafik, kecuali jika dia mau meninggalkannya, yaitu :

1. Jika dipercaya berkhianat.

2. Jika berjanji mengingkari.

3. Jika bermusuhan melampaui batas.

Nabi Saw juga bersabda : Tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara pada mereka, dan tidak akan melihat pada hari kiamat, dan tidak akan menyucinya, bahkan akan menyiksanya, yaitu :

1. Orang tua yang berzina ( zina muhsan ).

2. Raja ( penguasa, pejabat, pemimipin ) yang pendusta.

3. Orang miskin yang sombong. ( H.R Muslim ).

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Ghazali, Imam. Bahaya Lidah. Bumi Aksara. Jakarta. 1994.

2. Muhammad, Abu Abdullah. Dosa-Dosa Besar. Bina Ilmu. Surabaya. 1993.

3. Hasan, M. Ali. Penduduk Sorga dan Neraka. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Posting Komentar

0 Komentar