Filsafat Spinoza

Spinoza

Baruch De Spinoza (1632-1677) lahir di Amsterdam. Orang tuanya adalah orang Yahudi yang berpindah dari Portugal ke negeri Belanda. Ia sangat mengutamakan kebebasan pemikiran, juga dalam bidang agama. Oleh karena itu ia dikucilkan dari agama Yahudi dan harus meninggalkan kota Amsterdam. Setelah ia mengucilkan dari agama Yahudi ia mengubah namanya menjadi BENEDICTUS DE SPINOZA. Ia hidup dipinggiran kota Amsterdam.

Di Eropa pada zaman rasionalisme yang mulai pada abad 16 yang dalam kesimpulan terakhirnya mendewakan rasio, seakan-akan tidak ada tempat lagi bagi pengalaman, sekalipun pengalamannya adalah pengetahuan.

Descartes (1596-1650 AD) yang dianggap rasionalisme, justru meninggalkan cara bepikir abstrak, hendak menemukan kebenaran ia mengemukakan metode baru, yaitu metode keraguan, sebab ia meragukan segala-galanya. Ia berpikir dari yang konkrit yaitu aku. Selalu ucapan yang sangat populer yang menjadi pangkal filsafatnya yang berbunyi: yang berpikir itu aku, yang adapun aku.

Seorang penganut aliran Descartes, yaitu Spinoza (1632-1677) mengemukakan teorinya tentang pantiesme yang sangat terkenal dalam filsafat modern. Sebagai seorang rasionalis, ia berangkat pada pengertian yang disebut substansi, yaitu hal yang sedemikian adanya sehingga tidak memerlukan hal lain untuk ada itu.

Teori Pantiesme
Menurut Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Allah. Dan satu substansi itu meliputi baik dunia maupun manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza ini disebut pantiesme: Allah disamakan dengan segala sesuatu yang ada.

Ia beranggapan pula bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya dan setiap ciri mengepresikan hakikat Allah seluruhnya. Tetapi kita hanya mengenal dua ciri saja: pemikiran dan keluasannya. Pada manusialah dua ciri tersebut didapat bersama-sama pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasan (tubuh), karena jiwa dan tubuh hanya merupakan dua aspek yang menyangkut substansi yang sama.

Menurut Spinoza alam semesta juga adalah Tuhan (solomon:79). Di sini kita bingung, rupanya Spinoza itu kafir. Dengan preposisinya (Prop.X) Spinoza telah membuktikan bahwa Tuhan, substansi dan penyebab dalam dirinya, ketiga-tiga ini identik (Prop. X, lihat solomon: 78). Dalam Prop. XIV, ia menuliskan “selain Tuhan, tidak ada substansi yang dapat dipahami” ini berarti Tuhan dan alam adalah satu dan sama. Posisi ini disebut pantiesme (secara harfiah berarti semua adalah Tuhan).

Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudnya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas (ultimate). Tuhan itu tidak memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan manusia. Inilah penjelasan logis tentang Tuhan yang bahkan Newton sampai terkejut oleh pernyataan itu. Ini tidak dapat diartikan bahwa Spinoza itu materialis. Ia hanya mengatakan, itulah yang dapat diketahui tentang Tuhan. Akibatnya, tidakan Tuhan dan manusia tidak bebas. Di mana-mana di alam semesta ini pasti sebagaimana ia mestinya: semuanya sudah ditentukan.

Metafisika Modern

Secara selintas, permasalahan metafisika modern tetap sama dengan masalah metafisika pada masa pra-Socrates. Yaitu: Berapa substansi yang ada ? Apa itu ? Apa beda yang satu dengan yang lain ? Bagaimana setiap substansi itu berinteraksi ? Bagaimana substansi itu muncul ? Apakah alam semesta mempunyai permulaan ?

Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, sebenarnya dapat diduga ia pasti menggunakan cara yang sekurang-kurangnya sama rumitnya dengan cara yang digunakan oleh Descartes, orang yang memang diikutinya. Ia mulai meletakkan definisi-definisi, aksioma-aksioma, preposisi-preposisi kemudianlah membuat pembuktian (penyimpulan).
Sehubungan pertanyaan-pertanyaan metafisika yang disebutkan di atas tadi sama saja dengan pertanyaan-pertanyaan metafisika modern. Ada dua hal yang memusingkan kepala metafisikawan modern juga Spinoza.

Persoalan pertama ialah sejak lama dan begitu kuatnya anutan orang kristen yang mempercayai imaterialisme dan termasuk imortalesmenya jiwa dan adanya Tuhan. Dengan kata lain, bagaimana menyelesaikan persoalan yang bertentangan antara imaterialisme dan materialisme. Dalam metafisika, Descartes misalnya ia memulai dengan mengakui adanya dua substansi yang dicipta: fisis dan mental. Dan hanya ada satu yang tidak dicipta: Tuhan.

Di dalam filsafat modern, materialisme dan idealisme sudah bertarung selama tiga abad (solomon: 72). Ajaran ideliusme dan idialisme bertumpu pada agama, sementara materialisme bertumpu pada sain.

Persoalan dua adalah dengan kemajuan sain, sudah umum adanya anggapan bahkan alam semesta ini adalah sebuah mesin raksasa. Mungkin diciptakan oleh Tuhan, tetapi ternyata dalam kasus-kasus tertentu mekanismenya itu dapat dikordinasikan dan diperhitungkan. Sementara kepercayaan kepada kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur alam masih ada.

Untuk menelusuri persoalan itu secara jernih, kita mestinya melihat lebih dulu kekuatan pengaruh Kristen dan pengaruh sains terhadap penyelesaian persoalan-persoalan itu.

Seperti dalam geometri, Spinoza meletakkan definisi-definisi. Beberapa contoh definisi-definisi yang digunakan dalam membuat kesimpulan-kesimpulan dalam metafisika (Definisi ini diambil dari solomon: 73).
Definisi
Beberapa definisi Spinoza dalam membuat kesimpulan-kesimpulan dalam metafisika:
Sesuatu yang sebabnya pada dirinya, maksudnya sesuatu yang hanya dapat dipahami sebagai ada.
Sesuatu dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oleh sesuatu yang lain: misalnya tubuh kita terbatas.
Substansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya, dipahami melalui dirinya, konsep dapat dibentuk tentangnya bebas dari yang lain.

Yang saya maksud Atribut (sifat) ialah apa yang dapat dipahami senagai melekat pada esensi substansi.

Yang saya maksud dengan mode adalah perubahan-perubahan pada substansi.
Tuhan yang saya maksud adalah sesuatu yang tak terbatas secara absolut (mutlak).
Sesuatu yang saya sebut bebas adalah sesuatu yang ada sendirian, bukan disebabkan oleh orang lain, dan tindakannya ditentukan oleh sendiriannya.
Yang saya maksud dengan kekalan (Enternity) ialah sifat pada eksistensi itu tadi.

Aksioma-aksioma
Aksioma adalah suatu kebenaran yang tidak memerlukan pembelaan dalam geometri, contoh aksioma ialah: jarak terdekat antara dua titik ialah garis lurus.
Aksioma-aksioma yang dipasangkan dalam metafisika sebagai berikut:
segala sesuatu yang ada, ada dalam dirinya atau ada dalam sesuatu yang lain.
Sesuatu yang tidak dapat dipahami melalui sesuatu yang lain harus dipahami melalui dirinya sendiri.
Dari suatu sebab, tentu diikuti akibat. Bila tidak ada sebab, tidak mungkin akan ada akibat yang mengikutinya.
Pengetahuan kita tentang akibat ditentukan oleh pengetahuan kita tentang sebab.
Sesuatu yang tidak bisa dikenal umum tidak akan dipahami, konsep tentang sesuatu tidak melibatkan konsep tentang yang lain.
Idea yang benar harus sesuai dengan objeknya.
Bila sesuatu dapat dipahami sebagai tidak ada, maka esensinya tidak ada.

Preposisi
Berdasarkan definisi dan aksioma itu, Spinoza mulai membuktikan preposisi-preposisinya. Inilah beberapa preposisi yang disusunnya.
Prop I  :           Substansi mesti mendahului modifikainya.
Bukti   :           ini jelas dari definisi III dan V
Prop II :           Dua substansi yang atributnya berbeda tidak akan mempunyai persamaan.
Bukti   :           Juga jelas definisi III karena sesuatu yang harus ada dalam dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep tentang sesuatu tidak sama dengan konsep sesuatu yang lain.

Posting Komentar

0 Komentar