A. Pengertian Penerapan, Aspek Afektif dan Akidah Akhlak.
1. Penerapan
Penerapan adalah penggunaan, perihal memperaktekan.[1] Penerapan yang penulis maksudkan di sini adalah menggunakan, menjalankan, menerapkan atau mempraktekan suatu cara atau alat dalam mendidik agar apa yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
2. Aspek Afektif
Aspek afektif adalah tujuan pembelajaran yang berkenaan dengan penghayatan dalam jiwa siswa terhadap nilai-nilai kebenaran yang diterimanya yang akan tercermin dalam perilaku dan perasaan serta minat.
Aspek afektif adalah aspek yang bersangkut paut dengan sikap mental, perasaan dan kesadaran siswa. Hasil belajar dalam aspek ini diperoleh melalui proses internalisasi, yaitu suatu proses kearah pertumbuhan batiniah atau rohaniah siswa. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari suatu “nilai” yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian pengajaran nilai-nilai itu dijadikan suatu “sistem nilai diri”, sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.
Banyak diantaranya definisi tentang aspek afektif seperti Nana Sudjana mengemukakan bahwa “aspek afektif berkenaan dengan sikap”.[2]
Adapun menurut W James Popham dan Eva L. Baker dinyatakan bahwa “Segi aspek afektif adalah mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan apresiasi siswa[3]
Aspek afektif adalah merupakan kesiapan dan kesediaan seorang untuk menerima atau mengolah suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Itulah sebabnya berhubungan dengan pengetahuan dan perasaan seseorang terhadap suatu objek, sikap afektif juga bisa dipandang sebagai kecenderungan seseorang untuk berperilaku (predisposisi). Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan dan lain-lain.[4]
Sedangkan menurut pendapat Benyamin S. Blom dan David Krathwol dalam taxonomi of education yang dikutip oleh Moh. Uzer Usman yaitu “Aspek afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai perasaan dan minat.[5]
Jadi Taksonomi Bloom di atas berguna untuk membantu pendidik mengenai hal-hal yang mungkin dikuasai atau dipelajari oleh anak didik. Adapun wilayah yang mungkin di kuasai oleh anak didik tersebut, oleh Taksonomi Blom dibagi menjadi tiga bagian yakni bagian kognisi, afektif dan psikomotor. Bagian kognisi berguna untuk involves knowledge and the development of intellectual skill (mengembangkan pengetahuan dan kemampun intelektual), bagian afektif berfungsi untuk mengembangkan emosional seperti perasaan, nilai-nilai, penghargaan, gairah motivasi dan sikap (this domain includes the manner in which we deal with things emotionally, such as feeling, values, apperciation, enthusiasm, motivations and attitudes), sedangkan bagian psikomotor adalah wilayah untuk mengembangkan pergerakan fisik. Koordinasi serta penggunaan motor-skill keterampilan gerak (the psychomotor domain includes physical movement, coordination and use of motor-skill areas).[6]
Seseorang secara perseorangan mempunyai sistem nilai yang dijadikan pedoman hidupnya, misalnya saja dia selalu disiplin, bertutur kata halus, mengedepankan keselamatan orang lain, rajin, tekun, menjaga perasaan orang lain dan setia kawan.
Uraian tersebut dapat dikatakan bahwa, aspek afektif adalah hasil belajar yang mengembangkan sikap siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan, sebagian sikap akan muncul sebagai perilaku. Karena itu, aspek ini dapat diukur melalui pengamatan sikap siswa mengikuti semua aktifitas pembelajaran. Guru menyiapkan sebuah tabel pengamatan tentang sikap siswa terhadap materi yang sedang dipelajari terhadap proses pembelajarannya maupun terhadap gurunya.
3. Akidah Akhlak
Akidah adalah kepercayaan atau keyakinan. Akidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh hal-hal yang bersifat syubhat.
Akidah segala keyakinan yang ditetapkan oleh islam yang disertai dengan dalil-dalil yang pasti.
Akidah suatu yang dibenarkan dalam hati, yang membuat jiwa tenang dan tentram serta menjadi kepercayaan tanpa ada rasa bimbang dan ragu.
Maka demikian pulalah sikap manusia terhadap akidah keagamaan. Di anatara mereka ada yang menerima dengan hafalan dan dipercayainya sebagai adat kebiasaan (kepercayaan tradisonal). Kepercayaan macam ini tidak akan luput dari kebimbangan bilamana berhadapan dengan keraguan. Ada yang memperolehnya dengan jalan memperhatikan dan berfikir sehingga kepercayaannya semakin mendalam dan keyakinannya semakin kuat. Ada yang mendapatkannya dengan cara bertafakur dan taat kepada Allah SWT sambil melaksanakan ibadah sebaik-baiknya. Dengan demikian bersinarlah di dalam hatinya lampu-lampu hidayah yang menyebabkan ia mampu melihat dengan mata hatinya apa yang dapat menyempurnakan kepercayaan dan keyakinannya. Juga ia dapat melihat apa yang membuat hatinya menjadi mantap, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Muhammad ayat 17:[7]
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluk, yang artinya perangai, watak, moral, dan tabiat.[8]
Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Mustafa mengemukakan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dari jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak menggunakan pertimbangan pikiran (terlebihi dahulu).[9]
Akhlak yang dimaksudkan rasulullah SAW bukan hanya sekedar sopan santun dan tata karma dan menjalin hubungan dengan orang lain belak. Melainkan kemuliaan akhlak itu lebih mendasar dan menyeluruh. Ia merupakan kemuliaan akhlak seorang hamba dalam menjalin hubungan dengan Allah SWT Selaku Sang Pencipta dan dengan segenap ciptaan-Nya, termasuk manusia.[10]
Untuk mengetahui kompetensi peserta didik sebagai hasil pembelajaran Akidah Akhlak, perlu dilakukan penilaian dengan rambu-rambu sebagai berikut:
1. Penilaian yang dilakukan meliputi penilaian kemajuan belajar dan penilaian hasil belajar peserta didik yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan perilaku mereka.
2. Penilaian kemajuan belajar merupakan pengumpulan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan dasar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kurun waktu, unit satuan, atau jenjang tertentu.
3. Penilaian hasil belajar Akidah Akhlak adalah upaya pengumpulan informasi untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap suatu kompetensi meliputi : pengetahuan, sikap dan nilai. Penilaian hasil belajar ini dilakukan sepenuhnya oleh Madrasah yang bersangkutan. Hasil penilaian dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam memasuki pendidikan jenjang berikutnya.
4. Penilaian hasil belajar Akidah Akhlak secara nasional dilakukan dengan mengacu kepada kompetensi dasar, hasil belajar, materi standar dan indikator yang telah ditetapkan di dalam Kurikulum Nasional. Penilaian tingkat nasional berfungsi untuk memperoleh informasi dan data tentang mutu hasil penyelenggaraan mata pelajaran Akidah Akhlak.
5. Teknik dan instrumen penilaian yang digunakan adalah yang dapat mengukur dengan tepat kemampuan dan usaha belajar peserta didik.
6. Penilaian dilakukan melalui tes dan non tes.
7. Pengukuran terhadap ranah afektif dapat dilakukan dengan menggunakan cara non tes, seperti skala penilaian, observasi dan wawancara.
8. Penilaian terhadap ranah psikomotorik dengan tes perbuatan dengan menggunakan lembar pengamatan atau instrumen lainnya.
Secara umum penilaian dalam pembelajaran Akidah dan Akhlak dapat dilihat pada buku Pedoman Khusus Akidah dan Akhlak.
1. Fungsi Akidah Akhlak
Mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah berfungsi untuk : (a) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat ; (b) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlaq mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga ; (c) Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Akidah Akhlak ; (d) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari ; (e) Pencegahan peserta didik dari hal-hal yang negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari ; (f) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya ; (g) Penyaluran peserta didik untuk mendalami Akidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[11]
2. Tujuan Akidah Akhlak
Mata pelajaran Akidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang Akidah dan Akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. [12]
Ada lima tipe karakteristik afektif yang penting yaitu:
1. Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk bereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya baik positif maupun negatif. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap siswa terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran dan sebagainya.
2. Minat
Minat, menurut Slameto (1991), adalah suatu rasa lebih suka atau rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.[13] Timbulnya minat karena berbagai hal antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah. Minat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. Mudah untuk mengarahkan dalam pembelajaran.
b. Mengetahui tingkat minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan pendidik.
c. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki.Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain.
Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
a) Peserta didik mampu menilai dirinya.
b) Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
c) Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
d) Peserta memahami kemampuan dirinya.
e) Peserta didik terbuka dengan orang lain.
4. Nilai
Nilai merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap baik. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantungn pada situasi dan nilai yang di acu.
5. Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Dalam hal ini kelima karakter tersebut merupakan hasil dari aspek afektif yang sudah ditampakkan, yang bertujuan untuk mempermudah penilaian aspek afektif pada anak didik, yang pada akhirnya mampu mensukseskan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh semua pihak.
Berbagai pendekatan belajar mengajar yang mengacu kepada aspek afektif yaitu:
a) Pendekatan Individual, yaitu: untuk mengetahui perbedaan karakteristik anak didik satu sama lainnya.
b) Pendekatan edukatif yang bertujuan untuk membina watak anak didik dengan pendidikan akhlak yang mulia.
c) Pendekatan pembiasaan, agar membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik.
d) Pendekatan keagamaan yang bertujuan untuk menghubungkan antara mata pelajaran umum dengan mata pelajaran agama yaitu lewat perantara pesan-pesan agama, agar anak mengetahui kalau dalam setiap mata pelajaran itu sumbernya dari AlQuran dan hadits.
Dengan demikian akan mudah membangun pola komunikasi lewat wahana pendekatan belajar mengajar, yang pada akhirnya menumbuhkan keakraban antara guru dengan anak didik, begitu juga sebaliknya.
________________
[1] Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.(Jakarta:Balai Pustaka.2001) Hal. 983
[2] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989) Hal. 22
[3] W. James pophem dan Eva l. baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, diterjemahkan ainul Hadi, dkk (Jakarta: PT rienika cipta, 2003)Hal. 27
[4].Nana Sudjana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. (PT: Sinar Baru Algesindo.Bandung) Hal. 48
[5] Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2002) h. 34
[6] Anomin, Learning Domain or Bloom’s Taxonomy dalam http://www.nwlingk.com/-donclark/hard/bloom.html
[7] Syekh hasan Al banna. Aqidah Islalm. (Jalan Tamblong: PT. Alma’arif. 1992) Hal. 9-10
[8] A. Mustafa.Akhlak Tasauf.(Bandung: CV. Pustaka Setia.1997) hal.11
[9] Ibid. Hal.12
[10] M. Nipan abdul Halim. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. (Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2000) Hal. 2
[11] http://www.docstoc.com/docs/18529724/Standar-Kompetensi-Mata-Pelajaran-Akidah-Akhlak
[12] Ibid http://www.docstoc.com/docs/18529724/Standar-Kompetensi-Mata-Pelajaran-Akidah-Akhlak
[13] Slameto, Proses Belajar mengajar Dalam Sistem Kredit Smester, (Jakarta: Bumi Aksara. 1991)
0 Komentar