Khilafah

A.    Pemerintah
Negara memiliki kekuasaan dengan dasar dan tujuan tertentu. Bagaimana melaksanakan, oleh siapa, untuk siapa kekuasaan itu, dan dibatasi oleh norma apa saja. Semua itu termasuk bidang teori negara. Tidak ada satu negara pun yang tidak  memiliki kekuasaan.
Pengertian kedaulatan berasal dari kata supremus (bahasa latin), berarti yang tertinggi, kemudiasn disamakan dengan souvtania (bahasa Italia) atau soverignity (bahasa Inggris). Kedaulatan semula berasal dari bahasa Arab yakni daulat yang berarti kekuasaan atau dinasti pemerintahan. Dengan demikian, kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang tidak berada di bawah kekuasaan lain.
Aristoteles aeorang ahli piker Yunani Kuno, yang hidup sekitar tahun 322-384 SM, menyatakan dalam ajarannya, manusia adalah zoom piliticion. Manusia sebagai makluk sosial senantiasa ingin berhubungan dan berkumpul dengan manusia lainnya.
Perkembangan manusia dalam sejarahnya terjadi karena pergaulan, setidak-tidaknya antara suami isteri. Begitu pula sebaliknya manusia tidak dapat berkembang tanpa hidup bergaul dan berkumpul. Manusia mempunyai insting nurani bermasyarakat sehingga kehidupan menyendiri tanpa membutuhkan orang lain kemungkinan kecil. Sejak lahir sampai wafatnya pertolongan  orang lain masih tetap dibutuhkan.
Ditinjau dari teori negara, filsafat negara akan menentukan bagaimana dasar teori kedaulatan negara itu. Artinya mengetahui kedudukan dan hak-hak asasi warga negara dan mengetahui batas kekuasaan negara.
Teori ini menunjukan perkembangan pikiran ahli-ahli hukum tata negara, dan bersifat menunjukan kedaulatan yang seharusnya berlaku. Sepanjang sejarah bangsa. Hampir tiap-tiap teori kedaulatan dipraktekan di berbagai negara.

B.    Negara Dan Warga Negara
Berdirinya suatu negara yang merdeka harus memenuhi beberapa syarat, yaitu ada wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap, dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa adanya wilayah tertentu, tidak mungkin ada negara, demikian pula rakyat yang tetap.
Rakyat yang menetap di suatu wilatyah tertentu dalam suatu negara disebut warga negara, ia mempunyai kewajiban terhadap negara dan sekaligus mempunyai hak-hak yang wajib diberikan dan dilindungi oleh negara.
Setiap warga negara adalah penduduk, sedangkan penduduk tidak selalu warga negara karena ada kemungkinannya sebagi orang asing. Kalau demikian, penduduk suatu negara yang bersangkutan telah berdomisili di luar negeri selama dia tidak memutuskan kewarganegaraannya. Sebaliknya, orang asing hanya mempunyai hubungan selama dia bertempat tinggal di wilayah negara tersebut, oleh karena itu menjadi kewajiban dari negara untuk melindunginya.
Ada dua asas dalam menentukan warga negara :
1.    Asas ius soli (asas daerah kelahiran) adalah kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Seseorang adalah warga negara dari negara B karena dia dilahirkan di negara B tersebut.
2.    Asas ius sanguinis (asas keturunan) bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari orang yang bersangkutan. Seseorang adalah warga negara A karena orang tuanya adalah warga negara A.
C.    Khilafah
Bentuk pemerintahan manusia yang benar, menurut pandangan Al-Qur’an, ialah adanya pengakuan negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasulnya di bidang perundang-undangan, menyerahkan segala kekuasaan lagislatif dan kedaulatan hukum tertinggi kepada keduanya itu mewakili sang hakim yang sebenarnya, yaitu Allah SWT. Kekuasaan-kekuasaannya dalam kedudukan itu haruslah terbatas pada batasan-batasan yang telah disebutkan sebelum ini (dalam pasal III, IV, V) baik kekuasaan-kekuasaan yang bersifat legeslatif, yudikatif maupun eksekutif.

Artinya :
“Dan telah kami turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya (yakni kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab uang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…” ( Q.S, 5 : 48)
D.    Hakikat Khilafah
Doktrin tentang khilafah yang disebutkan didalam Al-Qur’an al-Karim ialah bahwa segala sesuatu diatas bumi ini, berupa daya dan kemampuan yang diperoleh seseorang manusia, hanyalah karunia dari Allah SWT. Dan Allah telah menjadikan manusia dalam kedudukan sedemikian sehingga ia dapat menggunakan pemberian-pemberian dan karunia-karunia yang dilimpahkan kepadanya di dunia ini sesuai dengan keridhaan-Nya. Berdasarkan hal ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik dirinya sendiri, tetapi ia hanyalah khilafah atau wakil sang pemilik yang sebenarnya.
Artinya :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seseorang khalifah di muka bumi ini.” (Q.S. 2 : 3)
Artinya :
“Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu sumber penghidupan….(Q.S, 7 : 10)
Artinya :
“Kemudian kami jadikan kemu pengganti-pengganti mereka di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.” (Q.S, 10 : 14)
Namun khilafah ini tidak menjadi khilafah yang benar selama tidak mengikuti hukum sang pemilik yang sebenarnya.
Adapun sistem pemerintahan yang memalingkan diri dari Allah, lalu menjadi sistem yang terlepas bebas
E.    Khilafah kolektif
Adapun yang diserahi khilafah yang sah dan benar ini bukanlah perorangan, keluarga atau kelas tertentu, tapi komunitas secara keseluruhan yang menyakini dan menerima prinsip-prinsip dan gagasan-gagasan yang telah disebutkan tadi dan bersedia menegakan kekuasaannya atas dasar ini.
Kata-kata dalam ayat 55 surat an-Nur yang berbunyi :
…Allah akan menjadikan mereka sebagai khalifah-khalifah di atas bumi…
Setiap individu di dalam kelompok kaum mukmin ditinjau dari pandangan ayat ini, adalah sekutu di dalam khilafah dan tidak seorang manusia atau kelas pun berhak mencabut kekuasaan kaum mukminin didalam khilafah ini, lalu memusatkannya di tangannya sendiri. Begitu pula, tidak seseorang atau kelas pun dapat mengklaim bahwa khilafah Allah hanya dikhususkan baginya dan bukan bagi kaum mukminin lainnya. Inilah yang membedakan khilafah islamiyah dari sistem kerajaan, pemerintahan kelas atau pemerintahan para pendeta agama. Dan ini pula lah yang mengarahkan khilafah Islamiyah kearah demokrasi, meskipun terdapat perbedaan asasi antara demokrasi Islami dengan demokrasi Barat, yaitu bahwa dasar pemikiran demokrasi Barat bertumpu atas prinsip-prinsip kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Adapun demokrasi dalam khilafah Islamiyah, rakyat mengakui bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan Allah dan, dengan sukarela atas keinginannya sendiri, menjadikan kekuasaan di batasi oleh batasan-batasan perundang-undangan Allah SWT.

Posting Komentar

0 Komentar