LINGKUNGAN PERKEMBANGAN ANAK DIDIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan pribadi manusia menurut psikologi berlangsung sejak terjadinya konsepsi sampai mati, yaitu sejak terjadinya sel bapak-ibu (konsepsi) sampai mati individu senantiasa mengalami perubahan-perubahan atau perkembangan.

Kebanyakan para ahli psikologi cenderung membedakan pengertian pertumbuhan dengan perkembangan. Istilah “Pertumbuhan” diartikan sebagai “perubahan-perubahan yang bersofat kwatitatif yang menyangkut aspek jasmaniah”, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada organ-organ dan struktur organ fisik, sehingga anak semakin bertambah umurnya semakin besar dan semakin tinggi pula badannya.

Istilah “Perkembangan” secara khusus diartikan sebagai “perubahan-perubahan yang bersifat kwalitatif yang menyangkut aspek-aspek mental psikologis manusia”, seperti perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan dan sebagainya, sehingga dengan perkembangan tersebut si anak akan semakin bertambah banyak pengetahuan dan kemampuannya juga semakin baik sifat sosial, moral, keyakinan agama dan sebagainya.[1]

Dengan proses pertumbuhan fisik dan perkembangan mental psikologis yang diperoleh anak secara optimal dapat diharapkan si anak akan tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang baik dan berkwalitas sebagaimana yang diharapkan dirinya sendiri, juga oleh orang tua dan masyarakat.

Guna mewujudkan hasil perkembangan yang sangat diharapkan itu tidak ada cara lain kecuali dengan mengefektifkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para pendidik (orang tua dan guru) dalam membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dirumah, diluar rumah maupun di sekolah, karena pada hakikatnya memperoleh bimbingan atau pendidikan yang baik itu adalah hak si anak dari pendidiknya.

Dalam proses perkembangan manusia, lingkungan merupakan faktor yang sangat penting setelah pembawaan. Tanpa adanya dukungan dari faktor lingkungan maka proses perkembangan dalam mewujudkan potensi pembawaan menjadi kemampuan nyata tidak akan terjadi. Oleh karena itu fungsi atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu potensi secara baik atau tidak baik, sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini dapat bersifat positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan suatu potensi atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik dan akan menghambat/merusak perkembangan. Oleh karena itu sudah menjadi tugas utama seorang pendidik untuk menciptakan atau menyediakan lingkungan yang positif agar dapat menunjang perkembangan si anak dan berusaha untuk mengawasi dan menghindarkan pengaruh faktor lingkungan yang negatif yang dapat menghambat dan merusak perkembangan sang anak.[2]

BAB II

LINGKUNGAN PERKEMBANGAN ANAK DIDIK DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

A. Pengertian Tentang Lingkungan

Lingkungan dalam pengertian umum berarti situasi di sekitar kita. Dalam lapangan pendidikan, arti lingkungan itu luas sekali, yaitu segala sesuatu yang berada di luar diri anak, dalam alam semesta ini.

Lingkungan ini mengitari manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan meninggalnya. Antara lingkungan dan manusia ada pengaruh yang timbal balik, artinya lingkungan mempengaruhi manusia, dan sebaliknya, manusia juga mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.

Lingkungan tempat anak mendapat pendidikan disebut dengan lingkungan pendidikan. Agar tidak menimbulkan salah pengertian, lingkungan sering disebut sebagai faktor dalam. Lingkungan sering pula disebut dengan ; Milieu, envioronment.[3]

Ki Hajar Dewantara, membedakan lingkungan pendidikan menjadi tiga, dan kita kenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu:

- Keluarga,

- sekolah,

- masyarakat.

Dimana pada masing-masing lingkungan itu dapat berwujud berupa lingkungan phisik, lingkungan budaya, lingkungan sosial, lingkungan alam maupun lingkungan spritual.[4]

B. Tri Pusat Pendidikan
Lembaga Pendidikan ialah badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik.[5]

1. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Pertama dan Utama

Kalau kita tinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat.

Pendidikan Keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena disamping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak. Pendidikan keluarga mau tidak mau harus mengikuti derap langkah kemajuan masyarakat. Dengan demikian nampaklah adanya satu hubungan erat antar kelurga dengan masyarakat.[6]

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subyek manusia (suami-isteri). Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak. Motivasi pengabdian keluarga (orang tua) ini semata-mata demi cinta kasih yang kodrati. Di dalam suasana cinta dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam tanggung jawab keluarga.[7]

2. Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Kedua

Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka disamping kelurga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak.

Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, dan berguna bagi nusa dan bangsanya.

Dengan sekolah, golongan atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari golongan atau partainya. Dengan sekolah, kaum beragama mendidik putra-putranya untuk menjadi orang yang melanjutkan dan memperjuangkan agama.

Karena sekolah itu sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat pendidikan, maka dapatlah ia kita golongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan kedua sesudah keluarga, lebih-lebih mempunyai fungsi melanjutkan pendidikan kelurga dengan guru sebagai ganti orang yang harus ditaati.[8]

3. Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga

Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya.

Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat di manapun berada, tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, namun juga mempunyai norma-norma yang universal dengan masyarakat pada umumnya.[9]

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Didik

Persoalan mengenai faktor-faktor apakah yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan, dijawab oleh para ahli dengan jawaban yang berbeda-beda.

Para ahli yang beraliran “Nativisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh unsur pembawaan. Jadi perkembangan individu semata-mata tergantung pada faktor dasar/pembawaan. Tokoh utama aliran ini yang terkenal adalah Schopenhauer.

Berbeda dengan aliran Nativisme, para ahli yang mengikuti aliran “Empirisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran Empirisme ini menjadikan faktor lingkungan/pendidikan maha kuasa dalam menentukan perkembangan seorang individu. Tokoh aliran ini adalah John Locke.

Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrem di atas adalah “aliran konvergensi” dengan tokohnya yang terkenal adalah William Stern. Menurut aliran konvergensi, perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut. baik faktor dasar / pembawaan maupun faktor lingkungan/pendidikan kedua-duanya secara convergent akan menentukan / mewujudkan perkembangan seseorang individu. Sejalan dengan pendapat aliran ini Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita juga mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar / lingkungan (faktor eksternal).

Menurut Elizabeth B. Hurluck, baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, lebih-lebih lagi untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting.[10]

Selain faktor-faktor yang tersebut di atas, masih ada lagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, diantaranya adalah faktor teman sebaya, keragaman budaya dan faktor media massa.

1. Faktor teman sebaya

Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.

Anak yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola kepribadian. Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di rumah, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntutsi anak untuk memperlihatkan pola yang lain, yang bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.

Makin kecil kelompoknya, di mana hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan dengan kelompok yang besar yang anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.[11]

2. Keragaman budaya

Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang negatif.

3. Media Massa

Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif. Contoh media massa yang sangat berpengaruh adalah media massamassa saat ini berkembang semakin canggih. Semakin canggih suatu media massa maka akan semakin terasa dampaknya bagi kehidupan kita. elektronik antara lain televisi. Televisi sangat mudah mempengaruhi masyarakat, khususnya anak-anak yang dalam perkembangan melalui acara yang disiarkannya. Media

BAB III

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Di akhir pembuatan makalah ini penulis mencoba mengambil beberapa kesimpulan yang menjadi intisari dari uraian di atas, yaitu:

1. Perkembangan adalah suatu perubahan yaitu perubahan menuju ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa.

2. Faktor pembawaan dan lingkungan adalah dua faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan setiap individu.

3. Pendidikan keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama adalah modal utama bagi perkembangan anak selanjutnya.

4. Sekolah adalah lembaga pendidikan kedua sesudah kelurga yang berfungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak dan mengembangkan potensi yang ada pada anak.

5. Masyarakat adalah pusat pendidikan ketiga sesudah kelurga dan sekolah yang berfungsi memperkenalkan norma-norma kemasyarakatan dan membimbing anak secara tidak langsung serta menjadi control sosial anak.

Demikianlah penutup dari makalah ini, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien, Ya Rabbal ‘Alamin.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1995,

Drs. Abu Ahamdi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya, 1987.

Drs. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum & Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992.

Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1992.



[1] Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1995, hal. 11.

[2] Drs. H. M. Alisuf Sabri, Ibid, hlm. 41.

[3]Drs. Abu Ahamdi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 64.

[4] Ibid, hlm. 66.

[5] Ibid, hlm. 170.

[6] Ibid, hal. 177.

[7] Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya, 1987, hlm. 14.

[8] Drs. H. Abu Ahmadi & Dra. Nur Uhbiyati, Op. Cit, hlm. 181.

[9] Ibid, hlm. 184.

[10] Drs. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum & Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992, hlm. 173-174.

[11]Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1992, hlm. 44.

Posting Komentar

0 Komentar