Apa itu Pustakawan?

Oleh: Siti Arpah
(Mahasiswi D3 IPII IAIN Antasari)

Sumber Daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non material / non finansial didalam organisasi bisnis yang dapat diwujudkan  menjadi potensi nyata secara fisik (real) dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi,1998:40). Maju mundurnya perpustakaan ditentukan oleh sumber daya manusianya itu sendiri. Perpustakaan yang dikelola dengan sumber daya manusia yang profesional mampu menghasilkan out put yang bagus. Perpustakaan akan maju dan berkembang sesuai yang diharapkan oleh banyak pihak.

Sumber daya manusia di perpustakaan adalah pustakawan dan tenaga staff di perpustakaan tersebut. Menurut UU no 43 tahun 2007 disebutkan bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan /atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan  dan pelayanan perpustakaan.

Pustakawan adalah sesorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada mesyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi, dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan (kode etik Ikatan Pustakawan Indonesia). Dengan kata lain pustakawan atau librarian adalah seorang tenaga kerja bidang perpustakaan yang telah memiliki pendidikan ilmu perpustakaan, baik melalui pelatihan, kursus, seminar, maupun dengan kegiatan sekolah formal. Pustakawan ini orang yang bertanggung jawab terhadap gerak maju roda perpustakaan.

Di dalam kamus peristilahan khusus, makna kepustakawanan mencakup peran dan manfaat perpustakaan dan informasi dalam masyarakat, rutinitas pekerjaan dan proses mengorganisir informasi di dalam perpustakaan, sejarah dan perkembangannya di masa yang akan datang, termasuk mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk membaca buku, mendidik msyarakat cara mencari informasi di dalam buku teks dan buku referensi dengan benar, mangajari pula bagaimana memanfaatkan pustaka non-buku, termasuk internet, dan memahaminya sebagai wadah pembelajaran seumur hidup.

Hal terindah bagi pustakawan adalah  mengilhami semua orang dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat yang dikuasainya. Sebagai pustakawan kita dituntut tidak hanya duduk-duduk manis di perpustakaan, akan tetapi juga melestarikan apa yang ada di perpustakaan tersebut. Cepatnya perkembangan Teknologi menuntut pustakawan mempelajarainya guna mendukung tugasnya. Tentu saja tidak semua target dapat dipenuhi, karena wilayah perpustakaan sangat berbeda dan memiliki kekhususan yang berbeda pula dengan teknologi.

Ada 6 aspek sebagai faktor penyebab rendahnya penguasaan teknologi oleh pustakawan, yaitu ; Peraturan terhadap angka kredit, Sikap pustakawan, Kemampuan pustakawan, Rancangan program aplikasi, Materi pendidikan kepustakawanan, Organisasi profesi  (Koeswara,1998:171).

Pustakawan di manapun, bahkan di tingkat internasional, merupakan profesi yang memiliki citra yang kurang diapresiasi. Kondisi tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri pustakawan, sekaligus dalam lembaganya.

Perkembangan dunia kepustakawanan sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang pesat. Dunia kepustakawanan yang dahulu manual dan bersifat konvensional, saat ini dengan peralatan komputer dan perangkat lunak yang canggih, pekerjaan perpustakaan mnjadi automatis, inovatif, dan modern. Pada umumnya banyak literatur tentang kepustakawanan menyebutkan bahwa perubahan sifat pekerjaan rutin perpustakaan adalah dari mekanis ke organis. Sifat organis yang dimaksud dalam konteks kepustakawanan ini adlah bahwa pekerjaan perpustakaan lebih fleksibel dan berorientasi kepada pengguna.

Mitos tentang perpustakaan yang hingga kini masih ada adalah bahwa perpustakaan adalah gudang buku, dan pustakawannya disebut juga sebagai penjaga gudang, yang pekerjaanya membuat klasifikasi, melabel punggung buku, menyusunnya di rak. Dengan munculnya teknologi informasi dan komunikasi yang serba canggih pada abad ini, muncul mitos baru yaitu Perpustakaan Digital. Kita membaca e-book kapan dan di mana saja, dan gedung perpustakaan bukan lagi ‘gudang’ tempat penyimpanan buku, sebab semua koleksi akan disimpan di dalam komputer. Komputer dengan fasilitas internet akan menggantikan perpustakaan konvensional.

Peningkatan mutu sumber daya manusia dalam perpustakaan sangat diperlukan untuk berkembang kearah yang lebih maju. Pustakawan harus mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun non pemerintah. Pelatihan itu dapat berupa seminar,magang maupun pelatihan khususnya dalam hal teknologi. Profesionalisme pustakawan dapat menjadi indikator dalam peranan pendidikan di Indonesia pada umumnya.

Menjadi pustakawan yang ideal adalah tuntutan jika kita ingin dikatakan sebagai seorang profesionl dan tentunya yang sesuai dengan standar profesi itu sendiri. Namunterkadang di lapangan banyak dijumpai para pustakawan masih belum menunjukkan sikap dan kompetensi yang memadai. Di mana pengetahuan, sikap, dan keterampilan masih jauh dari harapan sebagai pustakawan yang ideal.

Membangun pustakawan yang ideal bisa kita ibaratkan seperti akan membangun sebuah rumah maka, yang pertama adalah fondasi yang kuat, tiang-tiang pemancang, tembok, pintu, jendela dan atap sebagai penopangnya. Demikian juga denagan pofesi pustakawan, banyak unsur yang harus dibangun oleh pustakawan. Dalam perpustakaan ada unit kerja seperti pengadaan, pengolahan bahan pustaka, dan pelayanan atau jasa pembaca sesungguhnya adalah cerminan dari unit rumah yang akan kita bangun dari satu kesatuan yang utuh dari kerja seorang pustakawan.

Kita sebagai pustakawan seharusnya bisa menguasai seluruh aspek pekerjaan yang ada pada unit-unit bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi. Tidaklah adil kalau seorang pustakawan hanya bisa menguasai bidang pejkerjaan unit  tertentu saja. Sungguh sangat disayangkan manakala ada seorang pustakawan ketika sudah menjelang pensiun atau sudah pensiun hanya bisa melakukan pekerjaan seperti penelusuran, shelving, label, atau ngentri saja. Ironisnya pemandanagn seperti ini sudah tidak asing lagi bagi kita.

Dapat dibayangkan apabila kita mengaku sorang pustakawan kemudian di suatu saat ada teman atau instansi membutuhkan pertolongan tenga kita untuk mengelola perpustakaan di rumah atau di kantornya, kemudian kiata dengan ringan kata mengatakan “tidak bisa” lantaran tidak siap untuk mengerjakannya.

Perlu diingat bahawa profesi pustakawan sebetulnya tidaklah berbeda dengan profesi-profesi lain seperti guru, dosen, bidan, dokter, atau yang lain karena profesi pustakawan sekarang sudah mulai dikenal dan diakui di masyarakat dan negara kita.


BAHAN RUJUKAN

Sulistyo-Basuki . 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wiji Suwarno. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Suherman. 2011. Pustakawan Inspiratif: untuk para pengelola perpustakaan dan taman bacaan. Bandung: MQS Publihing.
Laksmi. 2006. Tinjauan kultural terhadap kepustakawanan: inspirasi  dari sebuah karya Umberto Eco. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.
Lasa Hs. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: pustaka Book Publisher.