Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
• Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
• Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
• Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
• Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
• Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
• Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
• Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
• Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
• Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
• Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran diantaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut terkadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka terkadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan arif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.
Perdagangan bebas antara negara-negara di Asia Tenggara dengan China dinilai bisa menguntungkan Indonesia jika aturan-aturan dan formatnya benar-benar diaplikasikan dengan benar.
“Kita boleh saja khawatir. Tetapi perdagangan bebas itu justru bisa menguntungkan kita karena kini ada perjanjian-perjanjian yang mengikat dan harus dipenuhi negara-negara yang terlibat di dalamnya,” ujar Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara H Chaidir Ritonga di Medan, Selasa.
Ia mengakui China bisa saja akan jauh lebih dominan dibanding negara-negara di ASEAN ketika perdagangan bebas diberlakukan sejak 1 Januari 2010. China bisa saja lebih menguasai perdagangan karena produktivitas tenaga kerjanya yang tinggi dan mampu berproduksi secara massal.
Namun demikian, menurut Chaidir, kekhawatiran akan hal itu tidak perlu terlalu berlebihan karena dalam kesepakatan perdagangan bebas itu sendiri terdapat klausul-klausul yang harus dipenuhi negara-negara yang terlibat.
Jika selama ini produk-produk China telah “membanjiri” pasar dalam negeri secara tidak terkendali dan bahkan berpeluang mematikan industri lokal, dengan adanya kesepakatan perdagangan bebas akan ada aturan-aturan yang harus dipenuhi semua pihak.
Indonesia sendiri harus menentukan format yang tepat agar perdagangan bebas ASEAN-China tersebut tidak sampai mematikan industri di dalam negeri.
“Kita harus menentukan format yang tepat untuk melindungi industri-industri kita. Misalnya, industri-industri yang meliputi hajat hidup masyarakat dalam skala besar harus bisa dilindungi agar tidak digerus produk industri dari China,” katanya.
Pada bagian lain Chaidir Ritonga mengakui Indonesia selama ini tertinggal dalam mengemas industri dalam negeri dibanding China.
China jauh lebih agresif mendorong ekspor ke luar negeri dalam bentuk skim-skim kebijakan dan mendorong industri bersaing secara produktif. China bahkan menerapkan tarif pajak hingga nol persen yang secara langsung menekan harga ekspor.
“Dengan produksi massal, biaya produksi produk-produk China rendah karena biaya per unitnya, sehingga selalu bisa bersaing di negara lain,” kata dia.
Menurut dia, kini saatnya pemerintah memikirkan bagaimana mendesain industri dalam negeri sedemikian rupa agar bisa bersaing dengan produk-produk China. Indonesia sebaiknya juga menampilkan produk-produk yang memiliki keunggulan komperatif tertentu untuk menyaingi produk asal negara “tirai bambu” tersebut.
“Jika selama ini China menerapkan konsep ‘by design’ untuk insdutri-industrinya dengan memberikan berbagai kemudahan, kini saatnya Indonesia juga menerapkan hal serupa, sehingga industri kita tetap eksis di tengah persaingan bebas,” ujarnya.
Pemerintah juga diharapkan terus mendorong kemandirian industri nasional. “Apabila kemandirian rendah, industri nasional akan sulit bersaing di era perdagangan bebas,” katanya politisi dari Partai Golkar itu.
Banjarmasin - Perdagangan ikan
Banjarmasin - Perdagangan ikan di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam musim kemarau ini laris karena banyak diminati konsumen.
Pantauan ANTARA di pasar tradisional setempat, Rabu, perdagangan ikan segar (basah) maupun ikan kering asin tampak ramai banyak pembelinya.
Misalnya Pasar Kuripan, A.Yani dan termasuk Pasar Lama, salah satu pasar tradisonal tertua di Banjarmasin penjual ikan benar-benar menjadi sasaran ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sajian lauk keluarga mereka.
Untuk mendapatkan ikan dalam jumlah besar seperti ikan air tawar gabus (haruan), papuyu (betok), sepat siam, baung, patin, ikan mas, udang dan termasuk ikan laut tongkol, peda dan bawal cukup mudah didapat dengan harga yang terjangkau.
"Biasanya saya membeli ikan udang selatanan (udang galah ukuran sedang) 0,5 kg seharga Rp25 ribu per kg, karena terjangkau belinya jadi 1 kg harganya tidak jauh beda hanya Rp30 ribu per kg", kata Norhidayah yang mengaku isteri karyawan BUMN.
"Pasar sekarang kebanjiran ikan karena pasokan daerah penghasil ikan setempat meningkat drastis", kata Norman, salah seorang pedagang di Pasar Lama Banjarmasin.
Menurutnya, selama musim kemarau, pendapatan petani ikan meningkat, karena mendangkalnya daerah perairan sungai, danau dan rawa-rawa sebagai ladang ikan hasil tangkapan mereka bertambah.
Selain petani ikan para pedagang juga dapat untung lebih, karena daya beli konsumen meningkat, katanya yang mengaku banyak pelanggan dan sedikitnya 100 kg ikan segar perhari dapat terjual.
Daerah penghasil ikan air tawar seperti kawasan Sungai, Tabuk Kabupaten Banjar dan Puntik Kabupaten Batola, termasuk daerah Kurau Kabupaten Tanah Laut, Pelaihari, Kalsel.
Selain ikan air tawar, pasokan ikan laut juga tinggi dan daerah pemasok kebanyakan daerah kawasan pesisir pantai Tangkisung dan Pagatan, Pelaihari.
Harga tergantung dari jenis ikan dan besar kecil ukurannya, seperti gabus besar (haruan) dengan berat 2 ekor 1 kg bila tidak musim atau kemarau Rp35 ribu per kg dan kini hanya Rp20 ribu per kg.
Serupa dengan ikan papuyu galam (betok) dengan berat sekitar 10 ekor/kg sebelumnya Rp50 ribu/kg kini ikan ubaran (papuyu bakar) yang banyak disajikan di rumah makan hanya seharga Rp40 ribu/kg.
Udang galah yang sebelumnya dikonsunsi hanya untuk kalangan atas namun kini juga menjadi sasaran warga penghasilan ekonomi menengah kebawah, karena harga terjangkau.
Harga udang galah besar sebelumnya Rp85 ribu/kg kini dijual hanya Rp65 ribu/kg, ukuran sedang atau udang selatanan dariRp50 ribu/kg dan kini hanya Rp30 ribu/kg.
Ikan peda semula harganya Rp24 ribu/kg, menjadi Rp18 ribu/kg, sepat siam tadinya Rp25 ribu turun menjadi Rp18 ribu/kg, selangat dari Rp15 ribu jadi Rp8 ribu/kg dan ikan kering asin tenggiri tadinya Rp70 ribu/kg dan kini turun jadi Rp50 ribu/kg.
Banjarmasin - Ekspor batu bara asal Kalimantan Selatan (Kalsel)
Banjarmasin - Ekspor batu bara asal Kalimantan Selatan (Kalsel) hingga kini masih lesu atau jauh menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kasubdin Perdagangan Luar Negeri (PLN) Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kalsel Djumiah di Banjarmasin, Rabu mengatakan, sejak krisis keuangan global pertengahan 2008 lalu ekspor batu bara terus menurun.
Dari data Januari hingga Agustus 2009, volume ekspor Batu Bara Kalsel hanya sekitar 42,1 juta ton batu bara atau turun dibanding tahun sebelumnya periode yang sama 50,8 juta ton.
Kendati volume jauh menurun, kata dia, namun membaiknya harga batu bara dunia, membuat nilai ekspor naik signifikan pada 2008 pada periode Januari-Agustus hanya 2,1 miliar dolar AS pada 2009 periode sama menjadi 2,6 miliar dolar AS.
"Ini tentu sangat membahagiakan, dengan volume yang lebih sedikit tapi nilai ekspor jauh lebih besar," katanya.
Bukan hanya batu bara, ekspor sektor pertambangan lainnya juga turun drastis baik itu kliniker, batu besi, pasir sirkon, biji mangan, kromit dan nikel.
Total volume ekspor tambang secara keseluruhan Januari-Agustus 2009 43,7 juta ton turun dibanding 2008 53 juta ton sedangkan nilainya justru naik 23 persen dari sebelumnya 2,1 miliar dolar AS menjadi 2,7 miliar dolar AS.
Kepala Dinas Pertambangan Kalsel, Ali Mazanie mengatakan menurunnya ekspor tambang dari Kalsel karena harga sektor tambang di tingkat dunia yang masih relatif rendah.
Dengan demikian, para pengusaha enggan untuk melakukan operasional karena khawatir biayanya akan lebih besar dibanding hasilnya.
"Saya kira tidak menjadi permasalahan ekspor tambang turun, justru akan lebih baik sumber daya alam Kalsel lebih awet," katanya.
Kepala Administrator Pelabuhan (Adpel) Banjarmasin Sufrisman Djaffar mengatakan menurunnya ekspor batu bara membuat jumlah tongkang batu bara yang melintas alur Barito juga berkurang.
Bulan-bulan sebelumnya, kata dia, minimal 15-18 tongkang batu bara yang melintas alur tiap harinya, kini hanya sekitar 15 tongkang batu bara.
Ekspor batubara Kalsel kembali booming dan malah nilai tambah brutonya mencapai Rp333,7 miliar, naik sebesar 7,68 persen dibanding awal tahun 2004 lalu yang hanya mencapai Rp309,9 miliar.
Menurut kajian analisa ekonomi Bank Indonesia Banjarmasin, peningkatan ekspor batubara ini terutama disebabkan peningkatan kegiatan pertambangan terkait mulai berkurangnya curah hujan sehingga kegiatan penambangan emas hitam ini dapat dilaksanakan dan ditingkatkan.
Selain itu, harga batubara dipasar dunia juga mengalami peningkatan dan membuat usaha pertambangan ini semakin menggairahkan dan kredit perbankan untuk batubara semakin meningkat pula.
Peningkatan ekspor batubara Kalsel juga dipengaruhi oleh tingkat persaingan mengalami penurunan sehubungan dengan keinginan Cina untuk mengerem laju pertumbuhan ekonominya antara lain melalui penurunan pasokan batubara Cina yang lebih diutamakan untuk kebutuhan domestik. Hal ini membuat batubara Kalsel menjadi incaran terutama dari negara Jepang, Korea Selatan dan Taiwan .
Hanya saja, pihak BI menghimbau perbankan untuk berhati-hati menyalurkan kredit usaha untuk batubara ini, karena bisa jadi kondisi booming ini tidak bertahan lama, apalagi kalau Cina merubah politik ekonominya dengan kembali melakukan ekspor batubara secara besar-besaran dan hal ini jelas akan membuat permintaan batubara Kalsel mengalami penurunan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel Hadi Susilo mengaku sejak tahun 2003 ekspor batubara memang menjadi ekspor non migas terbesar Kalsel dan setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan, dimana sekarang ini produk batubara ini naik 42,48 persen dari tahun sebelumnya.
"Kami memang melihat ekspor batubara masih menjadi andalan Kalsel dan membuat Kalsel menjadi daerah tertinggi untuk ekspor non migas. Namun kami sebenarnya tidak terlalu bangga, sebab pemasukan yang didapat dari batubara ini masih kecil untuk daerah, selain faktor kerusakan alamnya yang begitu besar dari yang dirasakan oleh rakyat Kalsel," ungkapnya pada pertemuan rutin di Bank Indonesia, kemarin.
Menurut Hadi, kondisi batubara di Kalsel memang lagi booming, tapi lama kelamaan kondisi ini akan semakin menurun seiring dengan semakin berkurangnya bahan baku,. Karena itu, sekarang pihaknya lebih memprioritaskan pada kelapa sawit yang sekarang perkembangan ekspornya mengalami peningkatan yang signifikan.
"Ekspor Kelapa Sawit ini diharapkan bisa menggantikan ekspor batubara, sehingga ekspor Kalsel tetap stabil meski kondisi ekspor batubara nantinya mengalami kemunduran," ujarnya. (sya)
Krisis keuangan global pada pertengahan 2008 tidak mempengaruhi kinerja ekspor tambang batu bara Kalimatan Selatan (Kalsel) pada 2009 yang mencapai 73,3 juta ton atau naik dibanding 2008 yang hanya 69,7 juta ton.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel Subardjo di Banjarmasin, Kamis (4/2/2010), mengatakan, krisis keuangan global hampir tidak berpengaruh pada kinerja ekspor Kalsel selama 2009.
Hal itu terjadi, kata dia, karena selama ini, ekspor Kalsel terbesar adalah sektor tambang batu bara yang pengirimannya terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Saat ini, ekspor Kalsel masih bertumpu para batu bara, sehingga kendati krisis, total volume ekspor Kalsel tetap tinggi," katanya.
Kondisi tersebut berbeda dengan sektor perkebunan dan lainnya, yang relatif mengalami penurunan, terutama untuk karet yang turun hingga 200 persen lebih.
Selama 2009, total nilai ekspor Kalsel mencapai 5 miliar dolar AS lebih atau naik dibanding 2008 sebesar 4 miliar dolar AS lebih.
Penyumbang nilai ekspor tersebut masih ditopang oleh batu bara dengan nilai ekspor hingga 4,4 miliar dolar AS lebih atau naik dibanding 2008 yang hanya 3,2 miliar dolar AS.
Sebelumnya, Dinas Pertambangan Kalsel menargetkan produksi tambang Kalsel mencapai 90 juta ton baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor ke berbagai negara.
Sayangnya, tingginya produksi tambang dari Kalsel tersebut belum diimbangi dengan peningkatan royalti bagi daerah penghasil tambang.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kalsel Nafsiani Samandi mengatakan, pemerintah perlu sesegera mungkin untuk membenahi regulasi dan mekanisme pembagian royalti sehingga bisa berkeadilan.
Pada 2009 royalti batu bara yang diterima Pemprov Kalsel hanya sekitar Rp359 miliar dan untuk seluruh Kalsel 1,4 triliun.
Jumlah tersebut dinilai masih jauh dari rasa keadilan karena Kalsel sebagai daerah penghasil tambang akan banyak menerima risiko kerusakaan alam yang cukup besar.
"Kalau tambang dihentikan, saya rasa tetap berpengaruh terhadap pendapatan daerah, hanya saja regulasi dan mekanismenya harus dibenahi menjadi lebih berkeadilan," katanya.
0 Komentar