Qisas

BAB I

PENDAHULUAN

Di dalam dunia ini kita tentu sering mendengar kata-kata atau istilah jarimah yang bahasa kerennya disebut kriminal. Ada banyak sekali kriminal itu, namun syar' hanya membaginya kepada 5 bagian.

5 jenis kejahatan yang dikenai hukuman-hukuman hudud) tertentu dari syari'itu adalah :

1. Kejahatan atas badan, jiwa dan anggota-anggota badan, yaitu yag disebut pembunuhan dan pelukaan.

2. Kejahatan atas anggota-anggota kelamin, yaitu yang disebut dengan zina dan pelacuran.

3. Kejahatan atas harta, seperti perampokan, pencurian, dan lain-lain.

4. Kejahatan atas kehormatan, yaitu yang disebut dengan qadzf.

5. Kejahatan berupa pelanggaran dengan membolehkan makanan dan minuman yang diharamkan syara', seperti mabuk.

Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hukuman kejahatan atas jiwa, yaitu hukuman qisas dan diyat.

Untuk lebih jelasnya, maka masalah ini akan diuraikan pada bab II.

BAB II

PEMBAHASAN

(QISAS – DIYAT)

A. QISAS

1. Pengertian Qisas

Qisas adalah pembayaran yang seimbang antara pelaku dan yang dianiaya seperti bila membunuh harsu dibunuh, mematahkan gigi harus dipatah gigi, dan lain-lain. Firman Allah SWT :

وكتبنا عليهم فيها ان النفس بالنفس والعين بالعين...

Artinya :

"Dan telah Kami tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata….." (QS. Al-Maidah: 45).

2. Macam-Macam Qisas

Qisas itu terbagi 2 yaitu :

a. Qisas jiwa

Qisas jiwa adalah qisas yang berhubungan dengan jiwa seseorang atau hak hidup seperti pembunuhan. Pembicaraan pada masalah ini berpangkal pada pembicaraan tentang sifat pembunuhan dan pembunuh yang karena berkumpulnya sifat-sifat tersebut bersama korban mengharuskan adanya qisas.tidak semua pembunuhan dapat dikenai qisas melainkan qisas itu hanya dikenakan pada orang yang membunuh tertentu dengan cara pembunuhan tertentu dan korban tertentu. Dan demikian itu karena yang dituntut dalam hal ini tidak lain hanyalah keadilan.

Mengenai pembunuhan yang dapat dikenai qisas haruslah sesuai dengan aturan tertentu dan syarat tertentu, yaitu :

1) Syarat-syarat pembunuh

Fuqaha telah sepakat bahwa pembunuh yang dapat diqisas disyaratkan : berakal sehat, dewasa, menghendaki kematian (korbannya), melangsungkan sendiri pembunuhannya tanpa ditemani orang lain.

Fuqaha berselisih pendapat tentang orang yang dipaksa membunuh dan orang yang memaksanya:

ý Imam Malik, Syafi'ie, Ats-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur dan fuqaha lainnya berpendapat bahwa pembunuhan itu harus dikaitkan kepada pelaksananya, bukan kepada penyuruhnya. Tetapi si penyuruh ini harus dikenai hukuman.

ý Segolongan fuqaha berpendapat bahwa kedua orang itu (pelaksana dan penyuruh) harus dihukum mati.

Demikian itu apabila dalam pembunuhan itu tidak terdapat unsur paksaan dan kekuasaan (kekuatan) dari penyuruh atas orang-orang yang disuruh. Jika si penyuruh mempunyai kekuasaan atas orang yang disuruh, dalam hal ini ada 3 pendapat:

ý Daud, Abu hanifah dan salah satu pendapat Imam Syafi'i bahwa orang yang menyuruh dikenai hukuman mati, sedangkan yang disuruh hanya dikenai hukuman saja, tidak hukuman mati.

ý Salah satu pendapat Imam Syafi'i yang lain bahwa orang yang disuruh dikenai hukuman mati, bukan orang yang menyuruh.

ý Imam Malik berpendapat bahwa keduanya harus dihukum mati.

2) Sifat pembunuhan

Fuqaha telah sepakat bahwa sifat pembunuhan yang dikenai qisas adalah pembunuhan yang sengaja. Sedangkan pembunuhan yang mirip sengaja seperti keliru dalam membunuh, dengan alat-alat yang biasanya tidak dipakai untuk membunuh. Maka pembunuhan seperti ini tidak dikenai qisas tetapai hanya dikenai diyat saja.

3) Syarat-syarat korban

Mengenai syarat-syarat yang mengharuskan qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh, maka korban tersebut harus sepadan dengan jiwa orang yang membunuhnya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai jiwa seseorang dengan lainnya ialah keislaman, kekafiran, kemerdekaan, kehambaan, kelelakian, kewanitaan, satu orang atau banyak orang.

b. Qisas anggota badan (pelukaan)

Pelukaan itu ada 2 macam; pelukaan yang dikenai qisas dan pelukaan yang dikenai diyat atau pemaafan.

Mengenai pelukaan yang dapat dikenai qisas meliputi syarat-syarat orang yang melukai, syarat-syarat pelukaan yang mengakibatkan qisas serta syarat-syarat orang yang dilukai.

1) Syarat orang yang melukai

Orang yang melukai itu harus mukallaf (baligh (dewasa) dan berakal).jika seseorang memotong anggota tubuh orang lain, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa ia dikenai qisas, jika pelukaan itu mengakibatkan qisas.

2) Syarat orang yang dilukai

Jiwa orang yang dilukai itu disyaratkan seimbang dengan jiwa orang yang melukai. Adapun faktor yang mempengaruhi keseimbangan ini ialah kehambaan dan kekufuran.

3. Sanksi-Sanksi

Qisas itu dilaksanakan pada kasus :

a. Pembunuhan sengaja yang dilakukan oleh orang yang berakal sehat, dewasa, menghendaki kematian (korbannya), melangsungkan sendiri pembunuhannya tanpa ditemani orang lain.

b. Sebagian pelukaan yang mengakibatkan harus di qisas.

Sedangkan qisas tidak dapat dilaksanakan pada kasus :

a. Hilanganya tempat untuk di qisas, yaitu hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang mau di qisas sebelum dilaksanakan hukuman qisas.

b. Pemaafan, para ulama sepakat tentang pemaafan qisas bahkan lebih utama daripada menuntutnya. Firman Allah SWT:

فمن عفى له من اخيه شيئ... ( البقرة 178 )

"Maka barangsiapa mendapatkan pemaafan dari saudaranya …" (QS. Albaqarah: 178).

c. Perdamaian, yaitu berdamainya antara pelaku dan korban.

d. Diwariskan hak qisas, contoh bila ahli waris adalah anak pembunuh yakni penuntut dan penanggung jwab qisas itu orangnya sama. Jelasnya mislanya A membunuh saudara sendiri yang tidak mempunyai ahli waris kecuali dirinya sendiri.

B. DIYAT

1. Pengertian Diyat

Diyat adalah harta yang wajib dibayar oleh pelaku kepada korban atau walinya disebabkan karena perbuatan jinayat (kriminal).

Firman Allah SWT :

ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة الى اهله ان يصدقوا ( النساء 92 )

"Dan barangsiapa membunuh seorang Mu'min karena tersalah, (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba shaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah". (QS. An-Nisa: 92).

2. Macam-Macam Diyat

Fuqaha telah sependapat bahwa diyat karena pembunuhan terhadap seorang merdeka dan muslim adalah 100 ekor unta, bagi orang yang mempunyai unta.

Dalam madzhab Maliki diyat itu dibagi 3 macam: diyat pembunuhan tersalah, diyat pembunuhan sengaja apabila diterima, dan diyat pembunuhan mirip sengaja.

Imam Syafi'i berpendapat bahwa diyat itu terbagi 2 macam saja, yaitu: diyat ringan yang dikenakan pada pembunuhan tersalah dan diyat berat yang dikenakan pada pembunuhan sengaja dan mirip sengaja.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa diyat itu ada 2 macam, yaitu: diyat pembunuhan tersalah dan diyat pembunuhan mirip sengaja. Bagi dia, diyat pembunuhan sengaja itu tidak ada. Yang harus dibayar pada pembunuhan sengaja itu adalah apa yang dihasilkan oleh perundingan (kesepakatan) di antara kedua belah pihak dan harus dibayar tunai.

3. Kadar Dalam Diyat

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat, yaitu:

a. Imam Syafi'i berpendapat bahwa pada dasarnya diyat itu adalah 100 ekor unta.

b. Imam Malik, Abu Hanifah dan segolongan fuqaha sependapat bahwa diyat itu tidak bisa diambil kecuali dari unta, emas atau perak.

c. Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan dan 7 fuqaha Madinah berpendapat bahwa pemilik kambing dikenai diyat sebanyak 2000 ekor, pemilik sapi 200 ekor, dan pemilik pakaian 200 potong pakaian.

C. PEMBUKTIAN

Untuk membuktikan kebenaran dalam kasus kejahatan mana yang harus di qisas dan mana yang dikenai diyat saja diperlukan :

1. Saksi

2. Alat yang dipakai

Imam Syafi'i dan Imam Malik berpendapat bahwa alat yang dipakai untuk membunuh juga dipakai untuk mengqisas. Mereka berpegang pada hadits Nabi Muhammad SAW :

ان يهوديا رضخ رأس امرءة بحجر فرضخ النبي صلى الله عليه وسلم رأسه بحجر او قال بين حجرين.

"Bahwasanya seorang Yahudi memukul kepala seorang perempuan dengan batu. Maka Nabi Muhammad memukul Yahudi itu dengan batu pula. Atau dia mengatakan antara dua batu".

Para pengikut Imam Malik berselisih pendapat tentang orang yang membakar orang lain, apakah dia harus dibalas dengan dibakar, meski mereka pun sepakat dengan Imam Malik dalam hal meniru bentuk (cara) pembunuhan. Begitu pula tentang orang yang membunuh orang lain dengan panah.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa dengan alat apapun yang digunakan untuk membunuh, maka qisasnya hanya dengan pedang saja, sabda Nabi Muhammad SAW :

لاقود الا بجديدة

"Tidak ada qisas kecuali dengan menggunakan besi".

3. Cara melakukan

Ulama berselisih pendapat tentang cara pelaksanaan qisas jiwa. Ada pendapat yang mengatakan bahwa orang yang membunuh itu di qisas menurut cara dia membunuh. , barang siapa yang membunuh dengan cara menenggelamkan maka dia harus di qisas dengan cara ditenggelamkan pula, bagi yang memukul dengan batu harus dipukul dengan batu.pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi'i dan Imam Malik, mereka mengatakan terkecuali jika dengan cara demikian penyiksaannya akan berlangsung lama, maka penggunaan pedang adalah lebih baik baginya.

Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa dengan cara bagaimanapun ia membunuh namun ia hanya dihukum bunuh dengan pedang.

4. Situasi dan kondisi

Pembuktian yang keempat ini adalah dengan melihat situasi dan kondisi saat melakukan kejahatan itu, apakah dilakukan dengan sengaja atau tidak atau tersalah, dilakukan oleh satu orang atau lebih, terpaksa atau kehendak sendiri. Ini penting sekali untuk mempermudah melaksanakan hukuman yang pantas.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam makalah ini ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu :

1. Qisas adalah pembayaran yang seimbang antara pelaku dan yang dianiaya seperti bila membunuh harsu dibunuh, mematahkan gigi harus dipatah gigi, dan lain-lain.

2. Qisas itu ada 2 macam, yaitu : qisas jiwa dan qisas anggota badan (pelukaan).

3. Sanksi qisas dikenakan pada pembunuhan sengaja dan sebagian pelukaan yang mengakibatkan harus di qisas.

4. Diyat adalah harta yang wajib dibayar oleh pelaku kepada korban atau walinya disebabkan karena perbuatan jinayat (kriminal).

5. Macam-macam diyat ini ulama berselisih pendapat sebagaimana yang telah disebutkan dalam bab II sebelumnya.

6. Kadar dalam diyat juga masih diperselisihkan oleh para ulama.

7. Pembuktian dalam kasus ini haruslah memenuhi syarat-syarat seperti adanya saksi, alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan itu, cara dan situasi kondisinya.

DAFTAR PUSTAKA

Djazuli H. Ahmad Prof. Drs, 1996, Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hanafi, Ahmad MA, 1990, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Midas Surya Grafindo.

Rusyd, Ibnu, 1990, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Semarang: Asy-Syifa.

Sabiq, Sayyid, 1983, Fiqih Sunnah Jilid II, Beirut: Darul Fikri.

Posting Komentar

0 Komentar