Tasawuf Imam Al-Qusairy

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. RIWAYAT HIDUP SINGKAT IMAM AL-QUSYAIRI.

Identitas.

Nama : Abdul Karim.

Nasab : Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad.

Nama Kun-yah[1] : Abdul Qasim.

Nama panggilan : jumlahnya banyak, di antaranya :

1. An-Naisaburi.

Sebuah nama panggilan yang dinisbatkan pada nama kota Naisabur atau Syabur, ibukota Propinsi Khurasan yang merupakan kota terbesar dalam wilayah pemerintahan Islam pada abad pertengahan, di samping kota Balkh, Harrat, dan Marw. Di kota ini pula dua ilmuwan kaliber dunia dilahirkan, yaitu Umar Al-Khayyam dan Fariduddin Al-Atthar. Kota ini roboh akibat perang dan bencana alam. Abdul Karim seorang guru spiritual Islam terbesar di zamannya, tumbuh, dan meninggal di kota ini pula.

2. Al-Qusyairi.

Dalam kitab Al-Ansab[2] disebutkan bahwa nama Al-Qusyairi merupakan penisbatan pada kata Qusyairi. Sementara dalam kitab Tajul ‘Arusi[3] nama Qusyairi adalah sebutan marga Sa’ad Al-Asyirah Al-Qahthaniah. Mereka adalah sekelompok manusia yang tinggal di pesisiran Hadramaut. Sedangkan dalam kitab Mu’jamu Qobailil Arab [4] - ensiklopedi suku-suku Arab – disebutkan bahwa Qusyairi adalah putera Ibnu Ka’ab bin Rabi’ah bin Amir bin Sha’-Sha’ah bin Mu’awiyah bin Bakar bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Qais bin Ailan. Dari sini lahirlah keturunan yang akan menjadi sesepuh klan-klan baru. Di antaranya kelompok Al-Qusyairi yang merupakan pelopor dari orang-orang yang interes terhadap Islam. Mereka memasuki wilayah Khurasan di zaman pemerintahan Bani Umayyah dan terlibat dalam beberapa pertempuran, penaklukan kota Syam dan Iraq. Di antara keturunan mereka ada yang menjadi penguasa kotaAndalusia Khurasan dan Naisabur, sementara yang lain merintis kehidupan yang baru di ( Spanyol ).

3. Al-Istiwai.

Asalnya dari bangasa Arab yang memasuki wilayah Khurasan dari daerah Ustawa, yaitu sebuah negara besar di pesisiran Naisabur. Daerah ini memiliki banyak desa yang batasan teritorialnya saling bertemu di wilayah Nasa. Dari kota ini pula beberapa ulama dilahirkan.

4. Asy-Syafi’i.

Sebuah penisbatan nama pada Mazhab Syafi’i yang didirikan oleh Al-Imam Muhammad bin Idris bin Syafi’i pada tahun 150 – 204 H/ 767 – 820 M.

5. Beberapa Panggilan Kehormatan.

Seperti : Al-Imam, Al-Ustad, Asy-Syaikh, Zainul Islam, Al-Jami’ baina Syari’ati wa Al-Haq ( penghimpun antara nilai syari’at dan hakikat ), dan lain sebagainya. Panggilan ini merupakan penghormatan atasnya karena posisinya yang luhur dan agung dalam ilmu-ilmu Islam dan tasawuf.

Garis Keturunan dari Pihak Ibu.

Al-Ustad Asy-Syaikh dari pihak ibu memiliki garis keturunan yang berporos pada marga Sulami. Paman dari pihak ibu, Abu Aqil As-Sulami termasuk para pembesar yang menguasai daerah Ustawa. Marga As-Sulami sendiri dapat ditarik dari salah satu dua Bangsa, yaitu:

1. As-Sulami yang dinisbatkan pada Sulaim, yaitu kabilah Arab yang masyhur. Kelengkapan silisilahnya adalah Sulaim bin Manshur bin Ikrimah bin Khafdhah bin Qais bin Ailan bin Nashar.

2. As-Sulami yang dinisbatkan pada Bani Salamah, satu suku dari golongan Anshar. Silsialah ini ada beberapa versi di mana masing-masing memiliki dasar analogi yang berbeda-beda.

Kelahiran dan Wafatnya.

Beliau dilahirkan pada bulan Rabiul Awal tahun 376 H / 986 M di kota Ustawa. Menurut Syuja’ Al-Hazali, Al-Ustad meninggal di Naisabur pada hari Ahad pagi tanggal 16 Rabiul Akhir tahun 465 H / 1073 M, dalam usia 87 tahun.Beliau di semayamkan di sisi makam gurunya, Asy-Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq.

B. KEHIDUPAN ASY-SYAIKH AL-QUSYAIRI.

Awal Kehidupan.

Beliau telah menjadi yatim piatu ketika masih kecil. Kemudian beliau dirawat oleh Abul Qasim Al-Alimani seorang sahabat karib keluarga Qusyairi. Di sinilah beliau belajar bahasa dan sastra Arab.

Pada masa itu, kondisi pemerintahan tidak berpihak pada rakyat, para penguasa berlomba-lomba menaikkan pajak. Hal itu berpengaruh pada jiwa Al-Qusyairi yang bercita-cita untuk meringankan beban rakyat. Karena itu, beliau pergi ke Naisabur untuk belajar ilmu hitung yang berkaitan dengan pajak.

Sesampainya di Naisabur, beliau belajar berbagai macam ilmu kepada maha guru Abu Ali Al-Hasan bin Ali An-Naisabur, yang lebih dikenal dengan Ad-Daqaq. Asy-Syaikh mempunyai firasat bahwa pemuda ini seorang murid yang cerdasb dan brilian, karena itu beliau mengajarkan berbagai macam bidang ilmu. Sehingga Al-Qusyairi mencabut cita-citanya menguasai peran pemerintahan dan memilih thariqah sebagai garis perjuangan.

Kepiawaian Berkuda.

Asy-Syaikh termasuk orang yang pandai menunggang kuda. Kepiawaiannya telah dibuktikan dalam berbagai lapangan pacuan kuda. Beliau juga seorang yang tangkas memainkan senjata, bahkan sangat tangkas. Permainannya benar-benar sangat mengagumkan.

Pendamping Hidup.

Asy-Syaikh menikah dengan Fatimah, puteri guru sejatinya yang bernama Abu Ali Al-Hasan bin Ali An-Naisaburi Ad-Daqaq. Dia seorang wanita berilmu, beradab, dan termasuk ahli zuhud yang diperhitungkan di zamannya. Banyak hadits yang diriwayatkan olehnya. Beliau hidup bersamanya semenjak tahun 405 H / 1014 M. hingga 412 H / 1021 M.

Keturunan.

Asy-Syaikh meninggalkan 6 orang putera dan seorang putri. Kesemuanya adalah ahli-ahli ibadah. Secara berurutan mereka adalah :

1. Abu Said Abdullah.

2. Abu Said Abdul Wahid.

3. Abu Manshur Abdurrahman.

4. Abu Nashr Abdurrahim.

5. Abu-Fatih Ubaidillah.

6. Abu-Mudzaffar Abdul Mun’im, dan seorang putri yang bernama :

7. Ummatul Karim.

Pelayan.

Banyak pelayan yang mengabdi kepada Asy-Syaikh, di antaranya Abul-As’ad, pelayan pemberian Abdurrahman bin Sa’id bin Abul Qasim Al-Qusyairi.

Haji.

Asy-Syaikh berangkat menunaikan ibadah haji berulang kali. Kebanyakan tidak dilakukan sendirian. Di antaranya dengan :

1. Asy-Syaikh Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf Al-Juwaini, meninggal tahun 438 H / 1047 M. Beliau termasuk ulama tafsir, bahasa, dan fikih.

2. Asy-Syaikh Abu Bakar Ahmad bin Husin Al-Baihaqi, seorang pengarang besar yang hidup antara tahun 384 H / 994 M. hingga 458 H / 1066 M.

3. Dan, rombongan ulama besar yang masyhur.

Kuada Ajaib.

Di antara karamah Asy-Syaikh terdapat pada seekor kuda yang dimilikinya. Kuda itu pemberian teman akrabnya. Beliau menggunakan selama 20 tahun. Ketika beliau meninggal kuda yang aneh ini sangat sedih, dan itu tampak pada keengganannya untuk makan apapun hingga seminggu lamanya. Tidak lama kemudian, kuda meninggal karena sedih dan lapar.

C. PENGUASAAN ILMU KEAGAMAAN.

1. Ushuluddin, yang diperolehnya dari guru-guru bermazhab Abu Hasan Al-Asy’ari , serang imam teologi sunni.

2. Ilmu Fikih, yang beraliran mazhab Syafi’i.

3. Ilmu Tasawuf, Asy-Syaikh adalah seorang sufi sejati, murni dalam laku sejatinya, dan tulus dalam perjuangannya mempertahankan ajaran tasawuf sejati dari praktek-praktek tasawuf pada umumnya. Di antar karya beliau adalah Al-Risalah Al-Qusyairiyah.

Di samping itu Asy-Syaikh juga seorang ahli bidang filosofis Ketuhanan, penghafal hadits yang kuat, sastrawan yang menguasai bidang gramatika susastra Arab, penulis sekaligus penyair, dan seorang penunggang kuda yang tangkas dan berani. Namun, ilmu tasawuf merupakan keahlian yang paling dikuasai dan dia lebih dikenal dengan atribut ini.

Majelis Imla’

Asy-Syaikh memang seorang imam yang pengajarannya banyak memakai sistem majelis imla’. Beliau mengadakan majelis imla’ bidang hadita di Bagdad pada tahun 432 H / 1040 M. Beberapa paradigma yang dibuatnya dilampiri sejumlah gubahan religius. Kemudian beliau menghentikan kegiatan ini dan pulang ke Naisabur tahun 455 H / 1063 M. untuk merintis kegiatan semacamnya.

Majelis Takdir.

Di zamannya, Asy-Syaikh adalah seorang imam dalam majelis takdir. Pembicaraannya amat berpengaruh hingga meresap ke dalam sanubari para jamaahnya. Abu Hasan Ali bin Hasan Al-Bakhirizi yang hidup di tahun 462 H / 1070 M, sering menyebut-nyebut kehebatannya, bahkan memujinya dengan sanjungan yang amat istimewa.

Ajaran-ajarannya benar-benar terpercaya, berbobot, dan isyaratnya sedap. “Begitu pula Ibnu Khalkan dalam kitab Wafiyatul A’yan banyak menyebut-nyebut kehebatannya, juga dalam kitab Thabaqat Asy-Syafi’iyah, Tajuddin As-Subki seringkali menyinggung kelebihan-kelebihannya.

BAB II

A. MAKNA RISALAH AL QUSYAIRIYAH.

Makna Risalah.

Secara terminologi, kata risalah berarti suatau pembahasan, tema bahasan atau kajian. Keberadaannya mungkin sebagai jawaban suatu pertanyaan, pemecahan suatu masalah, atau jalan keluar dialog kajian. Ukurannya ( jumlah halaman dan ukuran kertas ) terkadang kecil, seperti Risalah Al-Qadhi Al-Fadhil milik Hasan Basri, terkadang pula berukuran besar, seperti Risalah Ghufran milik Al-Ma’ri.

Latar Belakang Penyusunan.

Risalah ini oleh penyusunnya, Imam Qusyairi sengaja ditujukan kepada kelompok masyarakat yang berkecimpung dalam dunia tasawuf secara taklid; suatu kelompok yang mempraktekkan ajaran tasawuf tanpa pengetahuan hakikat dasar-dasar thariqah; mereka yang mengamalkan ritual sufistik di tengah kekeliruan-kekeliruan sebagai kaum yang mendakwakan diri sebagai kelompok sufi; atau di dalam kungkungan paham-paham sufistik yang seolah memiliki dasar keagamaan, tapi sebenarnya tidak memiliki landasan hukum, akal, dan argumen.

Inilah salah satu permasalahan tiap mazhab ; pemikiran dan thariqah. Di antara pengikut-pengikut paham-paham itu, ada yang memperbaiki pemahaman dan pemaparannya, ada pula yang justru memperburuknya dengan berbagai tindakan amoral dan penyimpangan. Sesungguhnya ruh Islam sebagaimana yang tergambar dalam beberapa ayat berikut :

ونفس وما سواها . فألهمها فجورها وتقواها . قد أفلح من زكها . وقد خاب من دسها. ( الشمس : 7 - 10 ).

“Dan jiwa serta penyempurnaannya ( ciptaannya ). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan ) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa, dan sesungguhnya amat merugikanlah orang yang mengotori jiwa”. ( Q.S Asy-Syams : 7 – 10 ).

قد أفلح من تزكى . وذكر اسم ربه فصلى .( الاعلى : 14 - 15 ).

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri ( dengan beriman ), dan ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang”. ( Q.S Al-A’la : 14 – 15 ).

والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا وإن الله لمع المخسنين .

( العنكبوت : 69 ).

“Dan orang yang berjihad untuk ( mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. ( Q.S Al “Ankabut ).

واذكر ربك فى نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول بالغدو والاحصال ولاتكن من الغافلين . ( الأعراف : 205 ).

“Dan, sebutlah nama Tuhanmua dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut serta tidak dengan mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. ( Q.S Al A’raf : 205 ).

واتقوا الله ويعلمكم الله والله بكل شيء عليم . ( البقرة : 282 ).

“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. ( Q.S Al Baqarah : 282 ).

الإحسان أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك . ( رواه مسلم والترمذى وابو داود والنسائي ).

“Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau belum melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu”.

Imam Qusyairi bermaksud memberitahukan mereka bahwa kebenaran yang sebenarnya bukan seperti yang mereka ketahui : bahwa pengikut thariqah yang sesungguhnya adalah mereka yang berjalan di atas dasar Al-Qur’an dan hadits; tisdak keluar darinya, meski seujung jari. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan ulama salaf, baik dalam keimanan, akidah, maupun praktek ritual.

B. KAUM SUFI DAN PERGUMULAN SPIRITUAL.

Ketahuilah, sesungguhnya ahli hakikat sebagian besar telah punah; tidak ada yang tersisa di masa kita dari kelompok ini kecuali hanya bekas-bekasnya.

Sungguh, kelemahan telah terjadi di kelompok ini, bahkan mereka terkikis dari peran kehidupan. Para guru sufi yang memberikan petunjukk kebenaran telah lewat. Sedikit sekali para pemuda yang mengikuti jejak dan prilaku kehidupan mereka. Sehingga , sifat wira’i menjadi tergeser dari nilai kehidupan; kesederhanaan menjadi tergulung; sifat tamak menjadi lebih dominan dan kuat ; hati terjauh dari rasa hormat pada syari’at, dan sedikit yang bisa dihitung dari mereka yang benar-benar menaruh perhatian pada agama, dan akhirnya banyak manusia yang menyepelekan batas ketentuan hukum antara yang haram dan halal.

Sebagaimana sikap mereka yang meremehkan pelaksanaan ibadah, maka terhadap kewajiban puasa dan salat pun mereka berbuat sama. Manusia ini membiarkan langkah-langkahnya menjelajahi lapangan yang menyebabkan dirinya lupa; menekuni kecondongan yang mengikuti hawa nafsu; sedikit menaruh perhatian pada pemberian yang belum jelas status hukumnya; dan mencari perlindungan dari legitimasi dukungan rakyat, wanita, dan pemegang kekuasaan.

C. DASAR-DASAR TAUHID MENURUT KAUM SUFI.

1. Ma’rifatullah.

Abu Bakar Asy-Syibli pernah berkata demikian “ Allah Dzat Yang Esa diketahui keesaan-Nya sebelum ada batasan dan huruf. Maha Suci Allah yang tidak ada batasan bagi Dzat-Nya dan tidak ada huruf bagi Kalam-Nya.

Imam Ruwaim bin Ahmad pernah ditanya tentang permulaan kewajiban yang diwajibkan Allah pada hamba-Nya yang oleh beliau dijawab :”Ma’rifat”. Hal itu didasarkan pada firman Allah SWT :
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون . ( الذاريات : 56 ).

“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali menyembah ( Ku ). ( Q.S Adz-Dzariyat : 56 ).

2. Sifat-Sifat Allah.

Tauhid adalah suatu pengetahuan tentang Dzat Allah, tidak ada keserupaan dan tidak ada peniadaan bagi sifat-sifat-Nya kata Abu Hasan al-Busyanji.

Bagi Imam Al-Junaid, tauhid berarti pengetahuan dan pengakuan bahwa Allah adalah Dzat Yang Tunggal dalam keabadian dan keterdahuluan-Nya; tidak ada pihak kedua yang menyertai-Nya. Apa pun yang bergerak di alam tidak bekerja dengan sendirinya.

3. Iman.

Iman menurut Abu Abdullah bin Khafif adalah pembenaran hati terhadap sesuatu yang telah dijelaskan oleh Al-Haqq tentang masalah-masalah gaib.

4. Rezeki.

Sesungguhnya rezeki yang diterima setiap hamba adalah makhluk Allah. Segala sesuatu di alam ini, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, memiliki jasad atau tidak adalah ciptaan Allah. Tidak ada pencipta selain-Nya.

5. Kufur.

Seorang ulama besar, Al-Wasithi suatu saat ditanya tentang arti kufur pada Allah. Ia menjawab bahwa kufur dan iman, dunia dan akhirat adalah dari, menuju, dengan, dan bagi Allah. Dari Allah segala permulaan dan susunan; kepada-Nya tempat kembali dan berakhir; bersama-Nya sesuatu yang tetap dan lenyap; dan bagi-Nya semua kerajaan dan ciptaan.

6. ‘Arasy.

Firman Allah SWT :

الرحمن على العرش استوى . ( طه : 5 ).

“Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas arasy”. ( Q.S Thaha : 5 ).

Menurut Asy-Syibli firman itu bermakna Ar-Rahman bersifat kesenantiasaan ( tidak bergeser ), Al-Arasy ( singgasana-Nya ) bersifat baru, dan arasy pada Ar-Rahman bersemayam.

7. Dzat Yang Al-Haqq.

Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui dengan pengetahuan-Nya sendiri, Kuasa dengan kekuasaan-Nya, Berkehendak dengan kehendak-Nya, mendengar dengan pendengaran-Nya, melihat dengan penglihatan-Nya, berbicara dengan pembicaraan-Nya, hidup dengan kehidupan-Nya, dan tetap dengan ketetapan-Nya.

BAB III

P E N U T U P

Kesimpulan.

1. Nama Imam Al-Qusyairi adalah Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad. Nama panggilan beliau di antaranya adalah : An-Naisabur, Al-Qusyairi, Al-Iatiwai, Asy- Syafi’i , dan lain-lain. Beliau telah menjadi yatim piatu ketika masih kecil. Kemudian beliau dirawat oleh Abul Qasim Al-Alimani seorang sahabat karib keluarga Qusyairi. Di sinilah beliau belajar bahasa dan sastra Arab. Beliau ahli dalam bidang ilmu ushuluddin, fiqih, dan tasawuf.

2. Risalah berarti suatau pembahasan, tema bahasan atau kajian. Keberadaannya mungkin sebagai jawaban suatu pertanyaan, pemecahan suatu masalah, atau jalan keluar dialog kajian. Ketahuilah, sesungguhnya ahli hakikat sebagian besar telah punah; tidak ada yang tersisa di masa kita dari kelompok ini kecuali hanya bekas-bekasnya.

3. Dasar-dasar tauhid menurut kaum sufi ada 7, yaitu : Ma’rifatullah, sifat-sifat Allah, Iman, kufur, rezeki, arsy, dan Dzat Yang Al-Haqq.

DAFTAR PUSTAKA

As-Sam’ani, Abdul Karim. Al-Ansab. juz 10.

Az-Zubaidi, Murtadha. Tajul ‘Arusi.. Juz 3

Kuhhalah, Umar Ridha. Mu’jamu Qubailil : Arab. juz 3.

An-Naisaburi, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi. Risalah Qusyairiyah. Sumber Kajian Ilmu Tasawuf. Jakarta. Pustaka Amani. 1998.


[1] Nama yang dinisbatkan pada kata Abu.

[2] Al-Ansab. Abdul Karim as-Sam’ani, juz 10. hlm. 152.

[3] Tajul ‘Arusi. Murtadha Az-Zubaidi. Juz 3. hlm. 493.

[4] Mu’jamu Qubailil : Arab. Umar Ridha Kuhhalah. juz 3. hlm. 954.

Posting Komentar

0 Komentar