SEJARAH PEMBINAAN DAN PENGHIMPUNAN HADITS

BAB I PENDAHULUAN

Hadist adalah sebagai sumber ajaran islam yang kedua setelah Al- Quran. Hadist merupakan salah satu pedoman hidup umat isla. Sebagai umat islam, sebaiknya kita mempelajari dan mengetahui ruang lingkup hadist tersebut diperlukan ulumul hadist.

Karena bagaimana berpedoman hidup pada sesuatu, sementara kita tidak mengenal pada pedoman hidup sendiri.

Disini pemakalah mencoba untuk memaparkan sedikit ruang lingkup ulumul hadist yaitu tentang Sejarah Pembinaan dan Penghimpunan Hadist, meliputi : periodesasi penulisan, penghafalan penghimpunan, timbulnya pemalsuan hadist dan upaya penyelamatannya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Periodesasi Pembinaan dan Penghimpunan Hadist

Apabila kita pelajari dengan seksama suasana dan keadaan-keadaan yang telah dilalui hadist sejak dari zaman tumbuhnya hingga dewasa ini, dapatlah kita menarik sebuah garis bawah hadit rasul sebagai dasar tasyri yang kedua telah melalui enam masa dan sekarang sedang menempuh periode ketujuh.

Ø Masa pertama ialah : masa wahyu dan pembentukan hokum serta dasar-dasarnya dari dari permulaan nabi dibangkit hingga beliau wafat pada tahun 11 H.

Ø Masa kedua ialah : masa membatasi riwayat, masa khulafa rasydin ( 12 H – 40 H ).

Ø Masa ketiga ialah : masa berkembang riwayat dan perlawatan dari kota ke kota untuk mencari hadist, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’ in besar ( 41 H – akhir abad pertama hijriah)

Ø Masa keempat ialah : masa pembukuan hadist ( dari permulaan abad kedua H hingga akhirnya)

Ø Masa kelima ialah : masa mentashihkan hadist dan menyaringnya ( awal abad ketiga, hingga akhirriya )

Ø Masa keenam ialah : masa menapis kitab – kitab hadist dan menyusun kitab – kitab jami yang khusus ; ( dari awal abad keempat hingga jatuhnya Baghdad tahun 656 H )

Ø Masa ketujuh ialah : masa membuat syarah, membuat kitab takhrij, mengumpulkan hadist – hadist hokum dan membuat kitab – kitab jami’ yang umum serta membahas hadist – hadist zawa – id ; (656 H – dewasa ini )1

1. Masa Rasulullah SAW

Metode yang digunakan Nabi SAW untuk mengajarkan hadistnya dapat dibagi dalam 3 kategori :

Ø Lisan

Ø Tulisan

Ø Peragaan Praktis

a) Metode Lisan

Nabi SAW adalah guru bagi sunnahnya. Untuk memudahkan hafalan dan pengertian, beliau bisa mengulangi hal-hal penting sampai 3 kali. Sesudah mengajari sahabat, biasanya beliau mendengarkan lagi apa yang sudah merekan pelajari. Utusan dari daerah-daerah terpencil menjadi tanggung jawab orang Madinah tidak hanyasoal akomodasi, tetapi juga

1. M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, ( Jakarta :Bulan Bintang, 1993) cet. 11, hal. 46 – 47

pendidikan mereka dalam ilmu Al-Qur’an dan sunah. Beliau bisa melemparkan pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka 2. Cara Rasul SAW menyampaikan hadist kepada para sahabat dengan metode lisan seperti : melalui jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majelis al- ilmi. Rasulullah juga menyampaikan hadistnya melalui sahabat tertentu. Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada’ futuh makkah 3.

Dalam hal ini Allah SWT dalam menggambarkan kondisi utusannya bahwa setiap perkataan Rasulullah SAW bukan menurut kemauan hawa nafsunya.

Artinya :

“ Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemaun hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain wahyu yang diwahyukan ( Kepadanya )”.

(QS Al- Najm ( 53 ) : 3 – 4 )

b) Metode Tulisan

Seluruh surat Rasul SAW kepada raja, penguasa, kepada suku, dan gubernur muslim dapat dimasukkan dalam kategori ini juga kita dapat memasukkan apa yang didiktekan beliau kepada para sahabatnya seperti Ali bin Abi Thalib, beberapa tulisan Abdullah bin Amir bin Ash, dan perintah beliau untuk mengirimkan salinan khutbahnya kepada Abu Syat (seorang warga Yaman).

c) Metode Peragaan Praktis

Sepanjang menyangkut peragaan praktis Nabi mengajarkan metode wudhu, shalat, puasa, haji dan sebagainya. Dalam setiap segi kehidupan, Nabi SAW memberikan penjelasan praktis disertai perintah yang jelas untuk mengikutinya 4. Seperti dalam pelaksaan ibadah haji, terlebih dahulu beliau melaksanakan dengan fi’ liyah kemudian bersabda :

Artinya :

“ Ambilah olehmu dariku perbuatan-perbuatan yang dikerjakan dalam ibadah haji “.

2. Masa Sahabat ( Masa Khulafa Rasydin )

Para sahabat, sesudah wafat Rasul tidak lagi berdiam di kota Madinah. Mereka pergi ke kota-kota lain. Maka penduduk kota-kota lain punmulai menerima hadist. Para tabi’ in

2. M. M. Azami, MA. Ph. D, Penerjemah : Meth Kieraha, Memahami Ilmu Hadist : Telaah Metodologi & Literatur Hadist, ( Jakarta : Lentera, 2003) cet. 3 hal. 33 – 34

3. Mushthafa Al- Siba’ i, op.cit., hal. 64 – 65

4. M. M. Azami, MA. Ph. D, Penerjemah : Meth Kieraha, Memahami Ilmu Hadist : Telaah Metodologi & Literatur Hadist, ( Jakarta : Lentera, 2003) cet. 3 hal. 34 – 35

mempelajari hadist dari para sahabat itu..Dengan demikian mulailah berkembang riwayat dalam kalangan tabi’ in. Dalam pada itu riwayat hadist di permulaan masa sahabat itu masih

Tebatas sekali. Disampaikan kepada yang memerlukan saja dan bila perlu saja, belum bersifat pelajaran. Dalam masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadist belum lagi di luaskan. Beliau-beliau ini mengerahkan minat umat untuk menyebarkan Al- Qur’an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat itu. Diketika kendali pemerintahan dipegang oleh Utsman r. A dan dibuka pintu perlawatan kepada para sahabat, serta umat mulai memerlukan sahabat, istimewa sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat kecil mengumpulkan hadist dari sahabat-sahabat besar dan mulailah mereka meninggalkan tempat untuk mencari hadist.

5. Masa Sahabat Kecil dan Tabi’ in Besar

Sesudah masa Ustman dan Ali timbulah usaha yang lebih sungguh untuk mencari dan menghafal hadist serta menebarkannya kedalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-perlawatan untuk mencari hadist. Pada tahun 17 H tentara islam mengalahkan Syam dan Iraq, pada tahun 20 H mengalahkan Mesir, peda tahun 21 H mengalahkan Persia, pada tahun 56 H tentara islam menklukan Spanyol. Para sahabat berpindah ketempat – tempat itu, karenanya kota-kota itu merupakan perguruan tempat mengajarkan Al-Qur’an dan Al- Hadist, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi’ in hadist 5.

B. Penulisan dan Penghafalan Al- Hadist

Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan Al-Qur’an dan hadist, sebagai dua sumber ajaran islam, Rasul SAW menempuh jalan yang berbeda terhadap Al-Qur’an, Ia secara resmi menginstruksikan kepada sahabat supaya ditulis di samping dihafal, sedang terhada[p hadist Ia hanya menyuruh menghafalnya dan melarang menulisnya secara resmi. Dalam hal ini Ia bersabda :

Artinya :

“ Janganlah kalian tulis apa saja dariku selain Al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang diterima dariku, ini tidak mengapa. Barng siapa berdusta atas Namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka”. ( HR Muslim )


6. M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, ( Jakarta :Bulan Bintang, 1993) cet. 11, hal. 61 – 69

Maka segala hadist yang diterima dari Rasul SAW, oleh para sahabat diingatnya secara sungguh-sungguh dan hati-hati. Mereka sangat khawatir dengan ancaman Rasul SAW untuk tidak terjadi kekeliruan tentang apa yang diterimanya.

Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada par asahabat dalam kegiatan menghafal hadist ini. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak praislam dan mereka terkenal kuat hafalannya; Kedua, Rasul SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya ; Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal hadist dan menyampaikannya kepada orang lain 6.

Diantara sahabat yang paling banyak menghafal/ meriwayatkan hadist ialah Abu Hurairah. Menurut keterngan Ibnu Jauzi bahwa hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sejumlah 5. 374 buah hadist. Kemudai npara sahabat yang paling banyak hafalannya sesudah Abu Hurairah adalah:

* Abdullah bin Umar r. A. Meriwayatkan 2. 630 buah hadist

* Anas bin Malik meriwayatkan 2. 276 buah hadist

* Aisyah meriwayatkan 2. 210 buah hadist

* Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1. 660 buah hadist

* Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1. 540 buah hadist

* Abu Said Al- Khudri meriwayatkan 1. 170 buah hadist 7.

Di balik larang Rasul SAW, tentang larangan menulis hadist, ternyata ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan terhadap hadist. Salah satunya adalah Abdullah ibn Amir Al-‘ Ash. Ia memilikicatatan hadist yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh Rasul SAW, sehingga diberinya nama Alo- sahifah Al- Shadiqah. Menurut suatu riwayat dicerritakan bahwa orang-orang quraisy mengkritik sikap Abdullah ibn Amir, karena sikapnya yang selalu menulis apa yang datang dari Rasul SAW. Mereka berkata : “ Engkau tuliskan apa saja yang datang dari Rasul, padahal Rasul itu manusia, yang bisa saja bicara dalam keadaan marah”. Kritikan ini disampaikannya kepada Rasulullah SAW, dan Rasul menjawabnya dan mengatakan :

Artinya :

“ Tulislah! Demi zat yang diriku berada di tangannya, tidak ada yang keluar dari padanya, kecuali yang benar “.(HR. Bukahari).8

Dalam abad pertama Hijrah, mulai dari zaman Rasul, masa khulafa Rasydin dan sebagian besar zaman Amawiah, yakni hingga akhir abad pertama hijrah. Hadist-hadist itu berpindah dari mulut kemulut. Masinbg-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hafalannya.

6.

7. Drs. H. Muhammad Ahmad - Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadist, (Bandung : Pustaka Setia, 2000) cet. 2, hal. 32

8.

Pada masa itu mereka belum mempunyai motif yang menggerakan mereka untuk membukukannya. Dikala kendali khalifah dipegang oleh Umar Ibnu Abdul Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 H, seorang khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan war’ sehingga beliau dipandang sebagai khalifah yang kelima, tergeraklah hatinyauntuk membukukan hadist. Beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadist dalam dadanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan dikumpulkan dalam buku-buku hadisat dari para perawinya, mungkinlah hadist0-hadist itu akan lenyap dari permukaan bumi. Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H khalifah meminta kepada gubernur Madinah, Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amer ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru ma’mar, Al Laits, Al Auza’y supaya membukukan hadist Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, yaitu : Amrah binti Abdir Rahman ibn Sa’ad ibn Zurarah ibn Ades.

C. Pemalsuan Hadist dan Upaya Penyelamatannya

Sebab pemalsuan hadist yang pertama kali muncu adalah karena adanyaperselisihan yang melanda kaum muslim yang bersumber pada fitnah dan kasus-kasus yang mengikutinya : yakni umat islam menjadi 3 golongan, yaitu syiah, khawarij dan jumhur. Kemudian pengikut setiap kelompok leluasa memalsukan hadist-hadist untuk membela diri dalam menghadapi kelompok yang beranggapan bahwa merekalah yang berhak memegang khilafas. Suatu hal yang sangat disayangkan adalah berpalingnya seseorang yang berkecimpung di dunia hadist lalu menyerang orang-orang dan kelompok, telah berpalig dengan hadist yang mereka ciptakan untuk memperkuat posisi tradisi dan kelompoknya. Dengan demikian banyak hadist maudhu’ yang berkaitan dengan keutamaan-keutamaan Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘ Ali, ‘ Abbas, Mu’ awiyah dan sebagainya. Sebagai contoh hadist maudhu adalah :

Aritnya : “ Abu Bakar akan memimpin umatku setelah aku “.

Artinya : “ Ali adalah manusia yang paling baik, dan barang siapa yng ragu terhdapnya maka ia menjadi kafir”.

Kedua, permusuhan terhadap islam dan untuk menjelek-jelekannya. Yaitu upaya yang ditempuh oleh orang-orang Zindiq, lebih-lebih oleh keturunan bangsa-bangsa yang terkalahkan umat islam.10

Pada abad kedua, pemalsuan hadist bertambah luas dengan munculnya propaganda-propaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani Umayyah. Sebagai imbangan, muncul pula dari pihak muawiyyah ahli-ahli pemalsu hadist untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh golongan oposisi.

9. M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, ( Jakarta :Bulan Bintang, 1993) cet. 11, hal. 78 - 79

10. Dr. Nuruddin ‘ its, Manhaj An- Naqd Fii ‘ Uluum Al- Hadist, penerjemah : Drs. H. Endang Soetari AD – Drs. Mujiyo ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995) cet. 2, hal. 41 – 42

Untuk itu, kemudian sebagiabn ulama mempelajari dan meneliti keadaarn para perawi hadist

yang dalam masa itu banyak terdapat perawi-perawi yang lemah diantara perawi itu. Selain itu juga diusahakan pemberantasan terhadap hadist-hadist palsu oleh para ulam, yaitu dengan cara menunjukan nama-nama dari oknum-oknum yang memalsukan hadist.

Berikut hadist-hadist yang dibuatnya agar umat islam tidak terpengaruh dan tersesat oleh perbuatan mereka.di bawah ini adalah diantara kitab-kitab yang secara khusus menerangkan hadist-hadist palsu yang disusun oleh para ulam:

1) Kitab oleh Muhammad bin Thahir Ak- Maqdizi,

2) Kitab oleh Al-Hasan bin Ibrahim Al-Hamdani,

3) Kitab oleh Ibnul Jauzi.

Disamping itu para ulama hadist membuat kaidah-kaidah serta manetapkan ciri-ciri konkret yang dapat menunjukkan bahwa suatu hadist itu palsu. Ciri-ciri itu antara lain :

- Susunan hadist itu baik lafaz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW, seperti hadist

Artinya : “janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku”.

- Isi/ maksud hadist tersebut bertentangan dengan akal,seperti hadist

Artinya : “Buah terong itu menyembuhkan segala penyakit”

- Isi/ maksud itu bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan atau hadist mutawatir, seperti hadist

Artinya : “ anak zina itu tidak akan masuk surga”

Hadist tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT

Artinya : “ Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain “11.


11. Drs. H. Muhammad Ahmad - Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadist, (Bandung : Pustaka Setia, 2000) cet. 2, hal. 35 – 37.

BAB III KESIMPULAN

Hadist Rasulullah SAW sebagai dasar tasyri’ yang kedua telah melalui enam masa dan sekarang sedang menempuh periode yang ketujuh. Diantaranya ialah : masa Rasulullah SAW, masa Khulafa Rasyidin, masa sahabat kecil dan tabi’ in besar.

Rasulullah SAW terhadap Al-Qur’an ia secara resmi menginstruksikan kepada sahabat supaya ditulis disamping dihafal, sedang terhadap hadist ia hanya menyuruh menghafalnya dan melarang menulisnya secara resm, karena beliau khawatir kalau hadist ditulis akan tercampur dengan Al-Qur’ an sebab Al-Qura’an diwahyukan dan hadist diwurudkan pada masa yang sama. Larangan Rasul itu tidak berlaku untuk semua sahabat, melainkan larangan Rasul itu berlaku hanya untuk orang – orang yang dikhawatirkan mencampuradukan antar Al- Qur’an dan hadist.

Timbulnya pemalsuan hadist disebabkan mempeebutkan jabatan khalifah, maka umat islam terpecah menjadi 3 golongan, yaitu Syiah, Khawarij, dan jumhur. Masing-masing kelompok mengaku berada dalam pihak yang benar dan untuk membela pendirian masing-masing mereeka membuat hadist palsu.

Untuk memberantas hadist-hadist palsu itu oleh para ulam yaitu dengan cara menunjukkan nama-nama dari oknum yang memalsukan hadist berikut hadist-hadist yang dibuatnya supaya umat islam tidak terpengaruh dan tersesesat oleh perbuatan mereka.

Posting Komentar

0 Komentar