Model Pendidikan Islami


I. MODEL PERENCANAAN PENDIDIKAN ISLAMI
Proses perencanaan pendidikan Islam ini dimulai dari visi dan misi penciptaan manusia yang didasarkan atas fitrah tauhid. Dalam pendidikan Islam yang menjadi prioritas pengembangan manusia adalah pengembangan fitrah tauhid (kecerdasan spiritual). Aktualisasi dan peranannya dimuka bumi adalah sebagai hamba dan khalifah Allah yang menyebarkan sifat-sifatNya. Tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk manusia muslim yang memiliki kemampuan menjalankan fungsinya sebagai Abdullah, dan khalifatullah.
Islam menganjurkan kerjasama dan tolong menolong dalam kebajikan, terlebih dalam bidang pendidikan, dimana tanggung jawab pendidikan tidak hanya dibebankan kepada para pendidik (sekolah), akan tetapi juga orang tua, pemerintah dan masyarakat luas. Sinergi keempat elemen tersebut diharapkan bisa menghasilkan generasi yang mau diajar, mau belajar dan mau mengajar.
Islam menganjurkan kepada orang-orang yang beriman agar supaya memperhatikan apa yang akan diperbuatnya terhadap hari esok sesuai dengan tujuan hidup seorang muslim, tentu terselip dalam hatinya niat dan kesengajaan, yang berwujud rencana yang sistematis, rapi dan teratur untuk memulai suatu perbuatan tersebut. Sebagaimana yang telah dilakukan kaum muslimin dalam melaksanakan ibadah shalat, puasa, zakat dan haji, wajib memulainya dengan niat yang benar dan disertai dengan keikhlasan dan penuh harap agar apa yang dilakukan terlaksana dengan baik dan mendapat ridha dari Allah SWT. Hal ini di dalam istilah ilmu manajemen tindakan ini disebut dengan “planning”.
Dengan keterangan di atas tampaklah sudah bahwa persoalan pendidikan Islam harus memperhatikan apa yang akan diperbuat untuk hari esok, merupakan perbuatan yang disengaja, baik dan rapi. Tentunya itu semua harus direncanakan dan dirumuskan sesuai dengan kebutuhan yang akan dicapai, baik perorangan, kelompok ataupun organisasi.
Perencanaan merupakan proses pemilihan dan pengembangan daripada tindakan yang paling baik dan menguntungkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah hal memilih dan menggabungkan fakta-fakta serta membuat dan menggunakan dugaan-dugaan mengenai masa yang akan datang dalam menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang dianggap perlu, dan memberikan urutan-urutan yang teratur untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Proses perencanaan pendidikan Islam ini dimulai dari visi dan misi lembaga. Dalam pendidikan Islam yang menjadi prioritas pengembangan manusia adalah pengembangan fitrah tauhid (kecerdasan spiritual). Aktualisasi dan peranannya dimuka bumi adalah sebagai hamba dan khalifah Allah yang menyebarkan sifat-sifatNya. Tujuan Pendidikan Islam yaitu membentuk manusia muslim yang memiliki kemampuan menjalankan fungsinya sebagai Abdullah dan Khalifatullah.
Ada tujuh prinsip perencanaan pendidikan Islam:
1.      Rencana harus memiliki tujuan yang khas. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang khas yaitu membentuk manusia muslim yang memiliki kemampuan menjalankan fungsinya sebagai Abdullah dan Khalifatullah.
2.      Ada kegiatan yang diprioritaskan.
3.      Melibatkan semua orang
4.      Perencanaan hendaknya dimulai dengan ketelitian dan kehati-hatian serta telah dipertimbangkan pelaksanaannya.
5.      Rencana harus selalu diperbaiki, karena situasi dan kondisi memang selalu berubah.
6.      Penanggung jawab perencanaan. Perlu ditunjuk orang atau staf khusus yang bertanggung jawab dalam penyusunan rencana.
7.      Semua perencanaan selalu bersifat tentative dan bersifat interim.
Pendidikan Islam menghendaki kerjasama dan tolong-menolong dalam penyelenggaraannya, dimana tanggung jawab pendidikan tidak hanya dibebankan kepada para pendidik (sekolah) akan tetapi juga orang tua, pemerintah dan masyarakat luas. Sinergi keempat elemen tersebut diharapkan bisa menghasilkan generasi yang mau diajar, mau belajar dan mau mengajar.           
Perencanaan hendaknya dilakukan dengan ketelitian dan kehati-hatian serta telah diperhitungkan pelaksanaan fungsi manajemen lainnya, seperti pengorganisasian, pengarahan, koordinasi dan pengendalian. Dalam Islam setiap perbuatan harus dimulai dengan penuh kesengajaan dan kesadaran dengan ketulusan dan keikhlasan yang berdasarkan iman dan ketaqwaan kepada Allah, sehingga selalu mengandung nilai ibadan dan keberkahan.
         Model perencanaan interaktif cocok dan sesuai dengan pandang Islam.       Dimana Islam mengajarkan agar kita selalu belajar dan mengambil iktibar atas peristiwa masa lalu, dalam rangka menyikapi keadaan masa kini yang menjadi fokus perhatian yang paling utama yang harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, karena diyakini memberikan dampak positif untuk masa mendatang.

II. MODEL PENGORGANISASIAN PENDIDIKAN YANG ISLAMI

            Pengorganisasian atau organizing  dalam istilah bahasa Arab disebut “at tanziem”. Adapun rumusan mengenai organizing atau at tanziem adalah sebagai berikut: “organizing adalah pengelompokan dan pengaturan orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan, menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan”. (Alex Gunur: 1975).
            Menurut ahli manajemen MEsin, As Sayyid Mahmud al Hawary (1976), menjelaskan pengorganisasian adalah: menjalankan sesuatu sesuai dengan fungsinya, demikian juga setiap anggotanya dan merupakan ikatan dari perorangan terhadap yang lain, guna melakukan kesatuan tindakan yang tepat, menuju suksesnya fungsi masing-masing. Disisi lain, menurut Henry Fayol (1949) “to organizea business is to provide it with everything useful to its functioning. Raw materials, tools, capital, personel”, yang artinya: Mengambil tindakan terhadap segala kesatuan fungsi seperti bahan baku, alat-alat kebendaan, menyatukan segenap peralatan, modal dan personel (karyawan).
            Organizing adalah tindakan penyatuan yang terpadu, utuh dan kuat di dalam suatu wadah kelompok atau organisasi. Hal ini dilakukan sesuai dengan pembagian tugas, yang berbeda-beda akan tetapi menuju dalam satu titik arah, tindakan ini dilakukan agar anggota atau personel dapat bekerja dengan baik dan memiliki rasa kebersamaan serta tanggung jawab. Wujud dari pelaksanaan organizing ini, adalah tampaknya kesatuan yang utuh, kekompakan, kesetiakawanan dan terciptanya mekanisme yang sehat, sehingga kegiatan lancer, stabil dan mudah mencapai tujuan yang ditetapkan. Proses organizing yang menekankan terciptanya kesatuan dalam suatu tindakan, dalam hal ini Al Qur’an telah menyebutkan betapa urgensinya tindakan kesatuan yang utuh, murni dan bulat dalam suatu kelompok kemasyarakatan. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103, yang artinya:

(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ  


            “Dan berpeganglah kamu semua kepada tali Allah (agama Allah), dan janganlah kamu bercerai berai”. 

            Jelas diperlukan penyatuan dalam setiap tindakan yang terpadu, utuh dan kuat, karena dilarang oleh Allah terhadap tindakan adu domba, bercerai berai, berpecah belah, antara sesame kamu umat manusia dalam suatu aqidah dan dalam keimanan.
            Konsepsi Islam tentang pengorganisasian sudah nampak sejak dulu kala. Hal tersebut terungkap jelas dalam suatu riwayat Nabi Muhammad SAW yang berpesan, jika ada dua orang atau lebih bepergian hendaknya salah satu diantaranya menjadi pemimpin. Sabda Nabi tersebut menunjukkan arti pentingnya penataan setiap kegiatan yang dilakukan dengan bekerja sama agar terarah dan sampai tujuan.
            Muhammad Abduh berujar: “Kebenaran yang tidak terorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Pernyataan Muhammad Abduh tersebut diilhami dari perkataan Sahabat Ummar bin Khattab yang berbunyi: “Kejahatan yang terorganisir terkadang dapat mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir”. Dalam kesempatan yang lain Sahabat Ummar bin Khattab berkata: “Islam tidak bisa hidup tanpa organisasi, organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya kepemimpinan dan kepemimpinan tidak akan menjalankan fungsinya tanpa adanya keta’atan”.
Dalam riwayat yang lain Sahabat Ummar bin Khattab berkata: “lslam tidak bisa hidup tanpa organisasi, organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya ketaatan. Ingatlah! Barang siapa yang diangkat oleh kaumnya sebagai pemimpin dengan memiliki pengetahuan, maka demikian itu menjadi kebaikan baginya. Dan barang siapa yang diangkat oleh kaumnya sebagai pemimpin tanpa memiliki pengetahuan, maka akan menjadi kerusakan baginya dan orang-orang yang mengikutinya”.
Allah SWT berfirman dalam surah Ash Shaff ayat 4:

¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúïÏ%©!$# šcqè=ÏG»s)ムÎû ¾Ï&Î#Î6y $yÿ|¹ Oßg¯Rr(x. Ö`»uŠ÷Yç/ ÒÉqß¹ö¨B ÇÍÈ  
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berpegang di jalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang kokoh”.

`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  

“Hendaknya ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruhkepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104).
            Firman Allah. Sabda Nabi dan sahabat serta ulama di atas menunjukan bahwa sejak awal Islam telah menerangkan dengan jelas akan pentingnya organisasi. Secara implisit ayat pertama menjelaskan tata kerja yang dicintai Allah SWT, yaitu bekerja secara khusus menjalankan tugas-tugas untuk agama sehingga dapat memelihara kejayaan umat dan agama Islam, hal tersebut dapat dilakukan bila berorganisasi dan bekerja secara terorganisir.
            Agar pengorganisasian pendidikan yang Islami dapat terwujud, maka manager sebagai pimpinan organisasi harus memiliki sosok seorang yang berkepribadian muslim. Pribadi muslim yang dimaksud adalah pribadi yang memiliki karakter,: Pertama, Quwwatul Jismi (fisiknya kuat dan sehat), Kedua, Mutsaqqaful Fikri (pikirannya cerdas) Ketiga, Salimul Aqidah (akidahnya benar) Keempat, Sahihul Ibadah (ibadanya baik) Kelima, Matiqul Khuluq (akhlaknya mulia).
            Agar tujuan penyelenggaraan pendidikan yang Islami dapat tercapai secara efektif, perlu dikembangkan model pengorganisasiannya, yang didalamnya terkandung berbagai pikiran sebagai berikut: Pertama, pengorganisasian pendidikan yang Islami harus membangun sebanyak-banyaknya partisipasi yang kooperatif dengan masyarakat, khususnya orang tua murid. Kedua, pengorganisasian pendidikan yang Islami hendaknya tidak berorientasi kepada keuntungan material, tetapi lebih kepada upaya tercapainya pemerataan, perluasan dan percepatan peningkatan kualitas pendidikan. Ketiga, peran pimpinan harus sudah bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan dan dari memberi menjadi memberdayakan (empowering). Keempat, pengorganisasian pendidikan yang Islami harus mampu mengembangkan keterbukaan (transparency) dan kebertanggungjawaban (accountability). Dan Kelima, pengorganisasian pendidikan yang Islami hendaknya berorientasi kepada:
1.      Peningkatan mutu pendidikan, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan nasional.
2.      Peningkatan kemandirian dan menghilangkan ketergantungan.
3.      Mempertahankan kekhasan.
4.      Peningkatan kepekaan terhadap perubahan sosial, dengan demikian akan bertahan pada segala jaman.
Kelima model pengorganisasian pendidikan yang Islami di atas, merupakan satu kesatuan yang utuh didalam penyelenggaraan pendidikan Islam.

III. MODEL MOTIVASI DAN PENGARAHAN  PENDIDIKAN  ISLAMI
Penggerakan (motivating) dapat diartikan sebagai upaya pimpinan untuk menggerakkan (memotivasi) seseorang atau kelompok orang yang dipimpin dengan menumbuhkan dorongan atau motive dalam diri orang-orang yang dipimpin untuk melakukan tugas atau kegiatan yang diberikan kepadanya sesuai dengan rencana dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dorongan ada dalam diri seseorang, sedangkan upaya menggerakkan (motivasi) sering dilakukan oleh pihak di luar dirinya.
Staton (1978) mengemukakan bahwa dorongan (motive) itu berada dalam diri seseorang. Motive adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan merupakan daya (inner power) penggerak dari dalam diri untuk mencapai tujuan tertentu.
Diantara persoalan yang disepakati oleh pakar Psikologi adalah bahwa manusia tidak mengerjakan sesuatu kegiatan kecuali jika ada tujuan dibalik pekerjaan yang dilakukannya itu. Tidak ada seorangpun yang mengerjakan pekerjaan tertentu kalau ia tidak ada tujuan yang ingin dicapainya dengan perbuatan itu.  
Pendidikan merupakan bagian integral, tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam. Bagi umat Islam pendidikan adalah proses panjang  yang harus diarahkan dan digerak  dengan baik. Pengarahan merupakan upaya pimpinan atau pengelola (lembaga pendidikan) untuk memotivasi bawahan/staf/guru dengan membangkitkan dan mengembangkan dorongan yang ada dalam diri mereka, sehingga mereka mau dengan ikhlas dan mampu melakukan kegiatan yang telah direncanakan  untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rasulullah membangun masyarakat Madinah yang dilandasi oleh prinsip-prinsip: ketauhidan, persaudaraan, persamaan hak dan kewajiban, bergotong-royong, berinovasi, berlomba dalam kebajikan, toleransi dan istiqomah.
Dalam usaha mengubah kondisi masyarakat Jahiliyah menjadi masyarakat yang berbudaya tinggi berlandaskan prinsip-prinsip seperti yang dikemukakan di atas. Nabi Muhammad Saw berarti telah melaksanakan tiga peran kepemimpinan umat, yaitu sebagai peneliti masyarakat, pendidik masyarakat, dan pembangun masyarakat (Sudjana, 2004).
Ketika pemahaman masyarakat telah cerdas, maka peranan Rasulullah sebagai pembangun masyarakat mulai dilakuni dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, organisasi, motivasi (penggerakan), pengkoordinasian dan pengawasan agar masyarakat dapat mengamalkan wahyu Allah Swt dan Sunnah Rasulullah Saw dalam aspek aqidah, ibadah dan akhlak mulia. Di Madinah inilah dibangkitkan masyarakat yang “unggul”, ialah masyarakat yang berlandaskan pada ke Islaman yang kaffah atau utuh menyeluruh.
Motivasi sebagai salah satu fungsi manajemen yang dijalankan oleh Rasulullah Saw berbeda dengan motivasi yang dikemukakan oleh para psikolog, Motivasi yang dikemukakan Freud, Jung, Maslow dan Adler misalnya hanya ingin memenuhi kebutuhan syahwat belaka, tanpa sedikitpun menyentuh aspek-aspek spritual dan Ilahiah.
Menurut Fazlurrahman dalam Jalaluddin Rahmat (1995), amanah merupakan inti kodrat manusia yang diberikan sejak awal penciptaan, tanpa amanah manusia tidak memiliki keunikan dengan makhluk-makhluk lain.Motivasi amanah bukan merupakan masalah yang sepele, pemenuhan amanah yang baik akan menunjukkan citra diri manusia yang sesungguhnya. Citra baik ini melebihi dari citra makhluk lain, seperti Malaikat dan Iblis.
Ibadah sebagai bentuk nyata pemenuhan amanah memancarkan efeknya kepada seluruh aktivitas manusia. Ibadah sebagai inti agama menjadi frame yang memayungi kegiatan kebudayaan, kegiatan pendidikan, politik, ekonomi dan lain-lain.
Konsep Ibadah merupakan aktualisasi diri manusia yang akan membentuk jati diri dan harga diri yang betul-betul fitri dan Islami. Jati diri manusia ditentukan oleh sejauh mana ia dapat memenuhi amanah dan kebutuhan beragama.
1.       Tidak ada motivasi atau tendensi apapun dalam ibadah, hidup dan mati ini kecuali semata-mata karena Allah. (QS. al-An’am: 126)
2.       Semata-mata ikhlas karena Allah Swt, sebab hal itu merupakan bentuk beragama yang benar. (QS. al-Bayyinah: 5)
3.       Untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta terhindar dari siksaan api neraka. (QS. al-Baqarah: 201)
4.       Untuk mencapai keberuntungan akhirat, sebab dengan mencari keberuntungan akhirat ini ia akan mendapat keberuntungan dunia. (QS. al-Syura: 20)
Selain itu A. Halim (2005) menjelaskan motivasi psikologis (sosial) yang dapat dikembangkan dalam lembaga pendidikan Islam adalah:
1.       Motivasi kepemilikan. (QS. al-Hadid: 20 dan QS. al-Jilzalah: 7-8)
2.       Motivasi berkompetisi. (QS. al-Maidah: 48).
3.       Motivasi kerja. (QS. Yasin: 33-35)