Dalam Islam akhlak sangat penting bagi manusia, bahkan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kepentingan akhlak ini tidak saja dirasakan oleh manusia itu sendiri dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat bahkan dalam kehidupan bernegara.
Akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sebab seandainya manusia tanpa akhlak, maka akan hilang derajat kemanusiaannya.
Alquran menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. merupakan sumber akhlak yang hendaknya diteladani oleh orang mukmin. Allah Swt. berfirman dalam Alquran surah Al-Ahzab ayat 21.
Di dalam firman Allah Swt. tersebut menegaskan bahwa akhlak sangat penting, sehingga Allah Swt. mengutus Rasulullah ke muka bumi salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Berakhlak mulia merupakan bagian dari tujuan pendidikan di Indonesia, tujuan tersebut membutuhkan perhatian besar berbagai pihak dalam rangka mewujudkan manusia berskill, kreatif, sehat jasmani dan rohani sekaligus berakhlak mulia. Peneliti beranggapan bahwa inti dari pendidikan adalah pendidikan akhlak, sebab tidak ada artinya skill hebat jika tidak berakhlak mulia. Tidak ada artinya mempunyai generasi hebat, jenius, kreatif tetapi tidak berakhlak mulia.
Penekanan pendidikan akhlak dalam pendidikan agama sangat menentukan untuk mencapai tujuan Nasional yang tertuang dalam Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi dasar peserta didik agar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengingat pentingnya masalah akhlak dalam kehidupan maka pondok pesantren diasumsikan dapat membina akhlak santri dalam kehidupan mereka sehari-hari. Nampak dalam dalam perilaku mereka terlihat akhlak yang mulia seperti kelembutan dalam berbicara, patuh terhadap guru, taat terhadap tata tertib pondok, rajin dalam menjalankan ibadah, perpakain rapi dan bersahaja, pemalu dan sebagainya. Kebiasaan akhlak tersebut tentunya terbentuk melalui pendidikan yang dibiasakan melalu program-program pondok. Dengan program-progranm tersebut akhirnya menjadi sebuah pola dalam pembentukan akhlak santri.
Pola pembiasaan tersebut telah diisyaratkan Allah di dalam Alquran surah Al-‘Alaq yakni pembiasaan dan pengulangan. Pengulangan yang merupakan pola praktis untuk menghafalkan atau menguasai suatu materi pelajaran dam akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Di dalam surah Al-Alaq pola ini disebut secara implisit, yakni dari cara turunnya wahyu pertama (ayat 1-5). Malaikat Jibril menyuruh Muhammad Rasulullah Saw. dengan mengucapkan Ø¥ِÙ‚ْرَا (baca !) dan Nabi menjawab: Ù…َا اَÙ†َا بِÙ‚َارِئٍ (saya tidak bisa membaca), lalu malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi menjawab dengan perkataan yang sama. Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril membacakan ayat 1-5 dan mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi apa yang disampaikan Jibril tersebut.
Dengan demikian, pola pembiasaan yang digunakan Allah dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya langsung tertanam dengan kuat di dalam kalbunya.
Di dalam ayat 6 surah Al-A’la, Allah menegaskan pola pembiasaan. Ayat ini menegaskan bahwa Allah membacakan Al Quran kepada Nabi Muhammad Saw. kemudian Nabi mengulanginya kembali sampai ia tidak lupa apa yang telah diajarkan-Nya. Dalam ayat 1 –5 Surah Al Alaq, Jibril membacakan ayat tersebut dan Nabi mengulanginya sampai hafal.
Perintah membaca dalam surah Al Alaq tersebut terulang sebanyak dua kali, yaitu pada ayat pertama dan ketiga. Hal ini menjadi indikasi bahwa pola pembiasaan dalam pendidikan sangat diperlukan agar dapat menguasai suatu ilmu.
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan santri. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan seorang pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi santrinya. ”Kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncankan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi.” Seorang santri yang terbiasa mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam lebih dapat diharapkan dalam kehidupannya nanti yang akan menjadi seorang Muslim yang taat dan saleh.
Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu sangat penting, karena banyak orang yang berbuat atau bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata- mata. Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu ia harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Kalau seseorang sudah terbiasa shalat berjamaah, ia tak akan berpikir panjang ketika mendengar kumandang adzan, langsung akan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.
Pembiasaan ini akan memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan shalat, misalnya, hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah Saw. memerintahkan kepada para orang tua dan pendidik agar mereka menyuruh santri-santri mengerjakan shalat, ketika berumur tujuh tahun.
Berawal dari pembiasaan sejak kecil itulah, peserta didik membiasakan dirinya melakukan sesuatu yang lebih baik. Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini tidaklah mudah, akan memakan waktu yang panjang. Tetapi bila sudah menjadi kebiasaan, akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan tersebut.
Penanaman kebiasaan yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. di atas, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak. Agama Islam sangat mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan.
Akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sebab seandainya manusia tanpa akhlak, maka akan hilang derajat kemanusiaannya.
Alquran menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. merupakan sumber akhlak yang hendaknya diteladani oleh orang mukmin. Allah Swt. berfirman dalam Alquran surah Al-Ahzab ayat 21.
Di dalam firman Allah Swt. tersebut menegaskan bahwa akhlak sangat penting, sehingga Allah Swt. mengutus Rasulullah ke muka bumi salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Berakhlak mulia merupakan bagian dari tujuan pendidikan di Indonesia, tujuan tersebut membutuhkan perhatian besar berbagai pihak dalam rangka mewujudkan manusia berskill, kreatif, sehat jasmani dan rohani sekaligus berakhlak mulia. Peneliti beranggapan bahwa inti dari pendidikan adalah pendidikan akhlak, sebab tidak ada artinya skill hebat jika tidak berakhlak mulia. Tidak ada artinya mempunyai generasi hebat, jenius, kreatif tetapi tidak berakhlak mulia.
Penekanan pendidikan akhlak dalam pendidikan agama sangat menentukan untuk mencapai tujuan Nasional yang tertuang dalam Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi dasar peserta didik agar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengingat pentingnya masalah akhlak dalam kehidupan maka pondok pesantren diasumsikan dapat membina akhlak santri dalam kehidupan mereka sehari-hari. Nampak dalam dalam perilaku mereka terlihat akhlak yang mulia seperti kelembutan dalam berbicara, patuh terhadap guru, taat terhadap tata tertib pondok, rajin dalam menjalankan ibadah, perpakain rapi dan bersahaja, pemalu dan sebagainya. Kebiasaan akhlak tersebut tentunya terbentuk melalui pendidikan yang dibiasakan melalu program-program pondok. Dengan program-progranm tersebut akhirnya menjadi sebuah pola dalam pembentukan akhlak santri.
Pola pembiasaan tersebut telah diisyaratkan Allah di dalam Alquran surah Al-‘Alaq yakni pembiasaan dan pengulangan. Pengulangan yang merupakan pola praktis untuk menghafalkan atau menguasai suatu materi pelajaran dam akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Di dalam surah Al-Alaq pola ini disebut secara implisit, yakni dari cara turunnya wahyu pertama (ayat 1-5). Malaikat Jibril menyuruh Muhammad Rasulullah Saw. dengan mengucapkan Ø¥ِÙ‚ْرَا (baca !) dan Nabi menjawab: Ù…َا اَÙ†َا بِÙ‚َارِئٍ (saya tidak bisa membaca), lalu malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi menjawab dengan perkataan yang sama. Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril membacakan ayat 1-5 dan mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi apa yang disampaikan Jibril tersebut.
Dengan demikian, pola pembiasaan yang digunakan Allah dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya langsung tertanam dengan kuat di dalam kalbunya.
Di dalam ayat 6 surah Al-A’la, Allah menegaskan pola pembiasaan. Ayat ini menegaskan bahwa Allah membacakan Al Quran kepada Nabi Muhammad Saw. kemudian Nabi mengulanginya kembali sampai ia tidak lupa apa yang telah diajarkan-Nya. Dalam ayat 1 –5 Surah Al Alaq, Jibril membacakan ayat tersebut dan Nabi mengulanginya sampai hafal.
Perintah membaca dalam surah Al Alaq tersebut terulang sebanyak dua kali, yaitu pada ayat pertama dan ketiga. Hal ini menjadi indikasi bahwa pola pembiasaan dalam pendidikan sangat diperlukan agar dapat menguasai suatu ilmu.
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan santri. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan seorang pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi santrinya. ”Kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncankan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi.” Seorang santri yang terbiasa mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam lebih dapat diharapkan dalam kehidupannya nanti yang akan menjadi seorang Muslim yang taat dan saleh.
Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu sangat penting, karena banyak orang yang berbuat atau bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata- mata. Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu ia harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Kalau seseorang sudah terbiasa shalat berjamaah, ia tak akan berpikir panjang ketika mendengar kumandang adzan, langsung akan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.
Pembiasaan ini akan memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan shalat, misalnya, hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah Saw. memerintahkan kepada para orang tua dan pendidik agar mereka menyuruh santri-santri mengerjakan shalat, ketika berumur tujuh tahun.
Berawal dari pembiasaan sejak kecil itulah, peserta didik membiasakan dirinya melakukan sesuatu yang lebih baik. Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini tidaklah mudah, akan memakan waktu yang panjang. Tetapi bila sudah menjadi kebiasaan, akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan tersebut.
Penanaman kebiasaan yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. di atas, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak. Agama Islam sangat mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan.