Pentingnya Desentralisasi Pendidikan di Indonesia
Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, seba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.
Kunsekuensinya,posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
1. Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
2. Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
3. Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
4. melemahnya kebudayaan daerah
5. kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak sistem pendidikan sentralistik, makaupaya mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati, memeliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
Konsep Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995
Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
1. Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
2. Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
3. Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehinmgga dapat meningkatkan efisiensi.
4. Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
5. Mengakomodasi kepentingan poloitik.
6. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
a. Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
b. Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai sentra desentralisasi.
Keberhasilan dan Kegagalan Desentralisasi Pendidikan
Dalam upaya pemerintah melaksanakan program desentralisasi pendidikan tentu terdapat keberhasilan dan kegagalan, sebagaimana contoh:
1. Negara Swedia
Swedia sebagai pelopor disentralisasi pendidikan di Eropa, telah berhasil membagi kewenangan dalam pengambilan keputusan secara harmonis antara pemerintah pusat lokal dan institusi / lembaga sekolah. Pelaksanaan disentralisasi telah memberdayakan berbagai hal untuk kepentingan keberhasilan pendidikan di tingkat dasar dan menengah, yang dilakukan dengan menetapkan dua struktur yaitu : (a) Menetapkan prioritas sistem pendidikan setempat dengan kebutuhan finansialnya, termasuk memobilisasi kebutuhan finansial. (b) Struktur penerimaan bantuan finansial dan pedoman tentang pemanfaatan sumber-sumber yang di gunakan dalam pelaksanaan pendidikan.
Dengan desentralisasi pendidikan, Swedia dalam 10 tahun terakhir telah berhasil mewujudkan bebrqapa hal penting.
1) Akses yang sama bagi pria dan wanita untuk memperoleh kesempatan wajib belajar yang sama.
2) Pendidikan telah menghasilkan para lulusannnya yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan tuntutan hidup yang sebenarnya.
3) Terpenuhinya tuntutan pendidikan bagi orang dewasa.
4) Adanya otonomi lokaluntuk mengelola tenaga kependidikan yang fungsional.
5) Struktur organisasi penyelenggaraan pendidikan menjadi sederhana.
2. Negara Papua Nugini
Pelaksanaan otonomi daerah yang diharapkan dapat meningkatkan sumber dana dan melakukan penghematan, justru telah melahirkan struktur pemerintahan baru meluas yang besar serta biaya administrasi yang meningkat. Akibatnya pemerintah setempat mengalami kesulitan dalam pengalokasian anggaran yang pada gilirannya pembangunan sektor pendidikan pun menjadi terabaikan.masyarakat tetap tidak mampu membiayai pendidikan sndiri dan tetap berharap pada uluran tangan pemerintah.
Sementara pemerintah daerah tidak mampu mengelola dirinya, sehingga akhirnya tidak terbendung lagi target perolehan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi Murni justru menurun tajam di banding sebelum disentralisasi di laksanakan.
Dalam upaya pemerintah melaksanakan program desentralisasi pendidikan tentu terdapat keberhasilan dan kegagalan, sebagaimana contoh:
1. Negara Swedia
Swedia sebagai pelopor disentralisasi pendidikan di Eropa, telah berhasil membagi kewenangan dalam pengambilan keputusan secara harmonis antara pemerintah pusat lokal dan institusi / lembaga sekolah. Pelaksanaan disentralisasi telah memberdayakan berbagai hal untuk kepentingan keberhasilan pendidikan di tingkat dasar dan menengah, yang dilakukan dengan menetapkan dua struktur yaitu : (a) Menetapkan prioritas sistem pendidikan setempat dengan kebutuhan finansialnya, termasuk memobilisasi kebutuhan finansial. (b) Struktur penerimaan bantuan finansial dan pedoman tentang pemanfaatan sumber-sumber yang di gunakan dalam pelaksanaan pendidikan.
Dengan desentralisasi pendidikan, Swedia dalam 10 tahun terakhir telah berhasil mewujudkan bebrqapa hal penting.
1) Akses yang sama bagi pria dan wanita untuk memperoleh kesempatan wajib belajar yang sama.
2) Pendidikan telah menghasilkan para lulusannnya yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan tuntutan hidup yang sebenarnya.
3) Terpenuhinya tuntutan pendidikan bagi orang dewasa.
4) Adanya otonomi lokaluntuk mengelola tenaga kependidikan yang fungsional.
5) Struktur organisasi penyelenggaraan pendidikan menjadi sederhana.
2. Negara Papua Nugini
Pelaksanaan otonomi daerah yang diharapkan dapat meningkatkan sumber dana dan melakukan penghematan, justru telah melahirkan struktur pemerintahan baru meluas yang besar serta biaya administrasi yang meningkat. Akibatnya pemerintah setempat mengalami kesulitan dalam pengalokasian anggaran yang pada gilirannya pembangunan sektor pendidikan pun menjadi terabaikan.masyarakat tetap tidak mampu membiayai pendidikan sndiri dan tetap berharap pada uluran tangan pemerintah.
Sementara pemerintah daerah tidak mampu mengelola dirinya, sehingga akhirnya tidak terbendung lagi target perolehan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi Murni justru menurun tajam di banding sebelum disentralisasi di laksanakan.
Dampak Disentralisasi Pendidikan
Berdasarkan pengalaman beberapa negara tersebut, yang mengindikasikan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan disentralisasi pendidikan, berarti disentralisasi pendidikan tidak dengan sendirinya secara otomatis dapat meningkatkan mutu pendidikan dalamarti meningkatkan kualitas belajar-mengajar. Pelaksanaan disentralisasi pada Community Based Edocation harus dilaksanakan secara seksama dan konperhensif.
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
1. Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
2. Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
3. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
4. Sumber daya manusia yang belum memadai.
5. Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
6. Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan berbagai persoalan baru, diantaranya :
1. Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3. Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
4. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5. Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
6. Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7. Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut di atas, disentralisasi pendidikan dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :
1. Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu bangsa.
2. Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3. Adanya kometmen dari pemerintah daerah terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.
4. Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5. Pemahaman pemerintah daerah maupunDPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6. Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7. Adanya keiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
Selain dampak negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilan antara lain :
1. Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.
2. Mampu membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar0benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3. Mampu menyelenggarakan pendidikan secara menfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
Berdasarkan pengalaman beberapa negara tersebut, yang mengindikasikan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan disentralisasi pendidikan, berarti disentralisasi pendidikan tidak dengan sendirinya secara otomatis dapat meningkatkan mutu pendidikan dalamarti meningkatkan kualitas belajar-mengajar. Pelaksanaan disentralisasi pada Community Based Edocation harus dilaksanakan secara seksama dan konperhensif.
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
1. Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
2. Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
3. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
4. Sumber daya manusia yang belum memadai.
5. Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
6. Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan berbagai persoalan baru, diantaranya :
1. Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3. Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
4. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5. Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
6. Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7. Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut di atas, disentralisasi pendidikan dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :
1. Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu bangsa.
2. Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3. Adanya kometmen dari pemerintah daerah terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.
4. Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5. Pemahaman pemerintah daerah maupunDPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6. Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7. Adanya keiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
Selain dampak negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilan antara lain :
1. Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.
2. Mampu membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar0benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3. Mampu menyelenggarakan pendidikan secara menfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
0 Komentar