Filsafat Patristik

Istilah patristic berasal dari bahasa latin pater yang berarti bapak. Adapun yang dimaksud bapak di sini adalah para pemimpin gereja. Biasanya para pemimpin gereja diambil dari golongan atas atau para ahli pikir.

Ketika Peradaban Yunani tersebar, para ahli pikir dari pemimpin gereja berbeda pendapat mengenai perlu tidaknya filsafat Yunani digunakan oleh pemimpin gereja.
Perbedaan ahli pikir dalam menghadapi masalah perlu tidaknya filsafat Yunani digunakan oleh para pemimpin gereja untuk ikut mewarnai peraturan-peraturan atau kebijaksanaan yang mereka keluarkan, muncullah dua pendapat yang berbeda.

Pertama, segolongan orang yang menolak sama sekali filsafat Yunani, karena dipandang sebagai hasil pemikiran manusia semata-nata, yang setelah adanya firman Tuhan yang mereka anggap sebagai sumber kebenaran. Tidak dibenarkan lagi mencari sumber kebenaran lain seperti filsafat Yunani, bahkan dianggap berbahaya bagi umat Kristen.

Kedua, segolongan orang yang menerima filsafat Yunani, karena tidak ada salahnya untuk menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodenya saja. Juga, walaupun filsafat Yunani sebagai pemikiran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi memakai filsafat Yunani dibolehkan selama tidak bertentangan dengan agama, bahkan ada juga yang memandang filsafat Yunani sebagai persiapan Injil.

Perbedaan ini terus berlanjut, sehingga orang-orang yang menerima filsafat Yunani menuduh orang-orang yang menolak filsafat Yunani itu munapik, kemudian orang-orang yang dituduh munapik itu menganggap tuduhan itu sebagai fitnah dan mengatakan bahwa dirinyalah yang paling benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.

Kemudian muncullah upaya-upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para “Apalogis” (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman Kristen tersebut adalah:

Justinus Martir (abad I)
Justinus Martir adalah orang yang diberi gelar sebagai filusuf Kristen pertama. Dalam membela Injil ia memanfaatkan filsafat Yunani, dengan ini Justinus menegaskan bahwa agama Kristen bukanlah agama yang baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani dan nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen, padahal Musa hidupnya sebelum Plato dan Socrates, Plato dan Socrates sendiri menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa dan Filsafat Yunani mengambil dari kitab Yahudi, pandangan ini didasarkan bahwa kristus adalah Logos, dalam mengembangka aspek logosnya orang-orang Yunani kurang memahami pencerahan yang diberikan logos itu, sehingga mereka dikatakan menyimpang dari ajaran murni.

Klemens (150-215 M)
Klemens merupakan tokoh dalam mazhab Alexandria. Menurut pendapatnya bahwa memahami Tuhan bukanlah dengan keyakinan irasional, melainkan melalui disiplin pemikiran rasional. Filsafat merupakan persiapan yang amat baik dalam rangka mengenal Tuhan.

Menurut Klemens, pada dirinya memang dapat memimpin orang kepada pengetahuan Tentang Tuhan, sebab filsafat dapat memimpin kepada pengetahuan, bahwa Tuhan adalah sebab segala sesuatu.

Pangkal pemikiran Klemens adalah iman, iman (pistis) diberlakukan bagi setiap orang Kristen. Akan tetapi di samping masih ada yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan. Pengetahuan bukan meniadakan iman, tetapi menerangi iman.

Suatu tujuan rangkap ini yang ingin ia capai adalah: memberi batasan-batasan kepada ajaran Kristen guna mempertahankan diri dari filsafat Yunani dan aliran Gnostik, dan menerangi ajaran Kristen dengan pertolongan pemikiran Yunani.

Origenes (185-254 M)
Origenes juga merupakan tokoh dari mazhab Alexandria, ia juga merupakan murid Klemens.
Menurut Origenes Tuhan itu adalah transendens. Transendens adalah suatu konsep yang menjelaskan bahwa Tuhan berada di luar alam. Tidak dapat dijangkau oleh akal rasional. Karena Tuhan transendens itulah maka menurut Origenes kita tidak mungkin mampu mengetahui esensi Tuhan. Kita dapat mengkaji Tuhan melalui karya-Nya.

Menurut Origenes lagi, alam semesta ini abadi, sedangkan menurut Injil alam semesta ini diciptakan dan akan dihancurkan. Origenes juga mengajarkan bahwa semua makhluk, yang baik maupun yang jahat akan mendapatkan keselamatan dan menurutnya api neraka adalah pendisiplin dan api neraka itu tidak kekal.

Tertullianus (160-230 M)
Tertullianus dikenal sebagai pembela Kristen yang fanatik, ia menolak kehadiran filsafat Yunani, karena dianggap sebagai suatu yang tidak perlu. Dia berpendapat bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup dan tidak ada hubungan antara teologi dan filsafat, tidak ada hubungan antara Yerusalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara Kristen dan penemuan baru, menurutnya apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentantg kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari kitab suci.

Tapi lama-kelamaan, dia menerima filsafat Yunani, tapi hanya sebagai metode berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan.

Menurutnya Tuhan adalah pemegang kekuasaan dan peraturan, patuh pada Tuhan adalah wajib, dalam bukunya “Adversus Marcion” ia menjelaskan Tuhan itu Esa, akan tetapi di dalam bukunya “Adversus Praxean” ia mengatakan Tuhan punya tiga oknum yaitu bapak, anak dan roh kudus. Inilah untuk pertama kalinya istilah trinitas dipraktikkan.

Agustinus
Agustinus lahir di Thageste, di Numedia. Ayahnya bukan Kristen tapi ibunya orang Kristen yang shaleh. Ketika mudanya ia hidup menuruti hawa nafsunya. Setelah diombang-ambingkan dari mekanisme ke dalam skeptisisme dan neoplatonisme, akhirnya ia bertobat dan di baptiskan tahun 387 dan di tahbiskan menjadi imam 392 serta menjadi uskup di Hippo tahun 396.

Ajaran Agustinus berpusat pada dua pool: Tuhan dan manusia, akan tetapi dapat dikatakan pula berpusat pada Tuhan. Karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan dan roh, tidak lebih. Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran dan ia mengatakan bahwa setiap pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung kesungguhan.

Agustinus dianggap sebagai peletak dasar-dasar pemikiran abad pertengahan, ia mengadaptasikan Platonisme ke dalam idea-idea Kristen dan memberikan formulasi sistematis tentang filsafat Kristen. Fisafat Agustinus merupakan sumber informasi yang dilakukan protestan, khususnya pada Luther, Zqingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujiannya kepada kehidupan pertapa, pandangannya tentang doa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan abad pertengahan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad syahdali dan mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung, Pustaka Setia
Harun Hadimijono, 1980, Sari Sejarah Filsafat Baru 1, Yogyakarta, Kanisius.
K. Bartens, 1975, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta, Kanisius.

Posting Komentar

0 Komentar