Prinsip dan Metode Dakwah

PENDAHULUAN

Islam sebagai agama dakwah. Islam disebar luaskan dan diperkenalkan kepada umat manusia melalui aktivitas dakwah, tidak melalui kekerasan, pemaksaan atau kekuatan senjata. Islam tidak membenarkan pemeluk-pemeluknya melakukan pemaksaan terhadap umat manusia, agar mereka mau memeluk agama Islam. Setidak-tidaknya ada dua alasan, mengapa Islam tidak membenarkan pemaksaan tersebut, pertama Islam adalah agama yang benar dan ajaran-ajaran Islam sama sekali benar dan dapat diuji kebenarannya secara ilmiyah. Kedua, masuknya Iman kedalam kalbu setiap manusia merupakan hidayah Allah SWT, tidak ada seorang pun yang mampu dan berhak memberi hidayah kedalam kalbu manusia kecuali Allah.
Kedua alas an dapat kita buktikan pada ayat al-Qur’an yang berbunyi :
لاَاِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْرُمِنَ الْغَيِّ (البقرة : 256)
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) sungguh telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah.                        (Q.S. Al Baqarah, 2 : 256).


Prinsip-Prinsip Dakwah
Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yan menugaskan ummatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia sebagai rahmatan lil alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ajarannya dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsisten serta kunsekuen. Usaha penyebar luasan Islam dan realisasi terhadap ajarannya adalah melalui dakwah.
Semakin kedepan dakwah semakin berat dan komplek karena kemajuan IPTEK, mempunyai pengaruh yang segnifikan terhadap perubahan cara berpikir, sikap maupun tingkah laku manusia. Dari dimensi yang satu kemajuan IPTEK memang membuat manusia lebih sempurna dalam menguasai, mengolah dan mengelola alam untuk kepentingan dan kesejahteraan hidup mereka. Tetapi dari dimensi yang lain, kemajuan IPTEK justru menimbulkan dampak sampingan yang kurang menguntungkan, bahkan mengancam kehidupan mereka sendiri. Misalnya timbulnya polusi biologis, kimiawi, perusakan dan disrupsi fisik dan disrupsi social serta memburuknya / menurunnya sumber-sumber mineral, sumber-sumber tanah atau hutan bahkan ada indikasi semakin merosotnya nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam pada itu perubahan social seperti dari perubahan masyarakat tradisional menjadi modern, masyarakat tertutup menjadi terbuka, masyarakat agraris menjadi masyarakat industri dan seterusnya bahkan lebih jauh dari itu perubahan system kepercayaan sangat potensial untuk terjadi. Dengan kata lain pihak pendakwah harus benar-benar mampu menjadi tokoh identifikasi bagi masyarakat seperti yang dilakukan Rasulullah.
Selanjutnya dakwah Islamiyah adalah konsepsi yang lengkap, mengandung ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia agar mereka dapat melihat tujuan akhir dari kehidupannya disbanding manfaat kekinian. Selain itu, agar mereka dapat menyelami rahasia-rahasia hidup ini, karena perubahan masa selalu terjadidan menuju kemajuan baik maddiyah maupun rohaniyah namun dari abad kea bad manusia tidak mungkin menafikan hidayah yang dihajatkan, yaitu bahwa risalah Allah dimasa lahirnya telah sempurna menurut kebutuhan jasmani dan rohani manusia waktu itu.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip dakwah antara lain:
⦁    Prinsip keteladanan
⦁    Penegakan kebenaran dan jalan yang lurus
⦁    Berlandaskan kepada akal (logika)
⦁    Prinsip kontinuitas dan kelanggingan yang garis-garisnya merupakan penunjukan Allah pelaksanaan perintahNya.
⦁    Dilakukan oleh seorang mukmin yang berpredikat sebagai ahsanu qaulan wa amalan dan mengandung nilai ketundukan / kepatuhan kepada al – Khalik.

Metode Dakwah
Masalah yang didakwahkan dalam al Islam adalah masalah yang teramat agung dan mulia. Islam tidak memerintahkan pengikutnya dengan perkara-perkara kehidupan remeh, namun Islam mewajibkan pemeluknya untuk mengabdikan seluruh kehidupannya kepada Allah seperti FirmanNya:
يايهاالذين امنوا ادخلوا فى السلم كافة
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam islam secara keseluruhan“.
Karena itu dakwah al Islam menuntut setiap pengikutnya agar menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah. Allah lah pemilik dakwah ini, sedangkan al-Qur’an adalah firman – Nya yangmengandung dakwahNya. Itulah sebabnya kometmen seorang da’i dengan al-Qur’an dalam menyampaikan dakwahnya merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dielakan.
Telah kita ketahui ada beberapa metode dakwah yaitu ;
1.    Bi al Hikmah
2.    Mauidzah al hasanah
3.    Mujadalah

    Ayat al-Qur’an yang merujuk kepada metode dakwah diatas adalah Firman Allah SWT :
    Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat-nasehat yang baik dan bertukar pikiranlah dengan cara yang lebih baik“.

1.    Bi – al Hikmah
Kata hikmah seringkali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan, atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik maupun rasa tertekan. Dengan kata lain bi – al Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasife.
Beberapa ulama mengatakan bahwa difinisi hikmah ada 25 versi yang satu sama lain bermiripan karena hikmah bentuk masdar ihkam yang artinya memperbaiki perkataan atau perbuatan. Padahal hikmah juga dapat diambil dari kata al hulum artinya pemisah yang hak dan batil.
Akhirnya jika dicermati, dapat kita temuai adanya hubungan erat antara pengertian hikmah. Atas dasar ini maka difinisi tersebut dapat diketahui bahwa hikmah dalam mengajak manusia menuju kejalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, memberi semangat, sabar, ramah dan lapang dada, tapi juga tidak melakukan sesuatu melebihi ukurannya. Dengan kata lain harus menempatkan sesuatu pada tempatnya.
2.    Mauidzah al Hasanah
Nasehat yang baik, maksudnya adalah memberikan nasehat kepada orang lain dengan cara yang baik, berupa petunjuk-petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati, agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus dipikiran, menghindari sikap kasar dan tidak boleh mencaci / menyebut kesalahan audience sehingga pihak obyek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subyek dakwah.
Karena cara ini akan melahirkan nifak dan munafiqin zul wujud, manusia berkepribadian seribu muka dan menuruti kemana angin bertiup.
Menurut filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan bahwa Mauidzah al – Hasanah adalah maudzah Ilahiyyah yaitu upaya apa saja dalam menyeru / mengajak manusia kepada jalan kebaikan dengan cara rangsangan menumbuhkan cinta, dan rangsangan yang menimbulkan waspada. Cukup sederhana tetapi mengandung kedalam uraian yang cukup luas, karena cinta dan waspada yang dimaksudkan oleh Syaikh al Islami itu adalah merupakan kebutuhan emosional dan manfaat ganda didalam kehidupan yang wajar dan sehat sehingga didalam konteks sosiologis, suatu kelompok akan merasakan bahwa seruan agama (Islam) memberi semangat dan kehidupan yang cerah baginya.
Firman Allah SWT :
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati (bersikap) kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu“.
Inti dari pengertian ayat diatas adalah bahwa aktivitas dakwah adalah dengan mauidzah yang mengarah kepada pentingnya manusiawi dalam segala aspeknya. Sikap lemah lembut menghindari sikap egoisme adalah warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan ide-idenya. Caranya dengan mempengaruhi obyek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis  dan rasional. Maksudnya sebagai obyek dakwah harus memperhatikan semua determinan psikologis dari obyek dakwah berupa frame of reference (krangka berpikirnya) dan field experience (lingkup pengalaman hidup dari obyek dakwah dan sebagainya).

Dalam hal ini Nabi memberikan petunjuk melalui sabdanya :
“Berbicaralah dengan mereka (manusia) itu sesuai dengan kemampuannya“.
Jadi setelah mengalami frame of experience dari obyek dakwah, seorang da’i diwajibkan menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang faktual berupa mauidzah hasanah agar pihak obyek dakwah dapat menentukan pikiran terhadap rangsanga, psikologis yang mempengaruhi didinya. Dengan kata lain bahwa subyek dakwah harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan message dakwahnya sesuai dengan tingkat berpikir dan lingkup pengalaman dari obyek dakwahnya, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dan ajaran Islam kedalam kehidupan pribadi atau masyarakat dapat terwujud dan benar, menjadi khairu ummah yaitu umat yang adil dan terpilih sehingga terwujudlah ummat yang sejahtera lahir batin, berbahagia didunia dan akhirat.
3.    Mujadalah atau berdiskusi dengan cara yang baik
Maksudnya adalah berdiskusi dengan cara yang paling baik dari cara-cara berdiskusi yang ada.
Mujadalah yang dimaksud disini adalah merupakan cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah, manakala kedua cara sebelumnya tidak mampu. Lazimnya cara ini digunakan untuk orang-orang yang tarafpberpikirnya cukup maju, dan kritis seperti Ahl al Kitab yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari para utusan sebelumnya. Karena itu al-Qur’an juga telah memberikan perhatian khusus kepada Ahl al Kitab yaitu melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan cara terbaik. Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat Al – Ankabut ayat 46 yang berbunyi :


“Dan janganlah kamu sekalian berdebat dengan ahl kitab (Yahudi dan Nasrani) melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali dengan orang-orang dzalim dari mereka“.
Dari ayat tersebut, terlihat bahwa al-Qur’an menyuruh kaum muslimin (terutama juru dakwah) agar berdebat dengan Ahl al Kitab dengan cara yang baik, sopan santun dan lemah lembut, kecuali jika mereka telah memperlihatkan keangkuhan dan kezaliman yang keluar dari batas-batas kewajaran.
4.    Pendekatan Pendidikan
Dakwah dengan pendekatan pendidikan ini dapat dilakukan bagi semua kalangan. Nabi sendiri melakukan teknik ini, hal ini terbukti dengan dijadikannya rumah sahabat al – Arqam sebagai tempat belajar. Hal ini membuktikan teknik dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pendekatan disini bukan hanya kita mendidik dengan hanya memberikan ilmu pengetahuan tetapi pendidikan disini bisa dilakukan dengan banyak hal seperti ketauladanan tingkah laku, bercerita, berdialog dan sebagainya.
5.    Pendekatan Penawaran
Cara ini digunakan oleh Nabi dalam rangka menawarkan Islam sekaligus mencari dukungan keamanan dari kabilah yang berdatangan ke Mekkah pada bulan Haji untuk Ziarah. Falsafah pendekatan penawaran yang dilakukan Nabi adalah ajakan untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukan Nya, sekaligus menawarkan diri beliau untuk diberi jaminan keamanan dari mereka. Penawaran untuk mendapatkan perlindungan itu bukan berarti Nabi menafikan jaminan perlindungan Allah, melainkan pembuktian usaha atau ikhtiar lahiriyah untuk memperoleh dukungan moral dan keamanan dari orang lain.

Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa seorang da’i harus memiliki persyaratan-persyaratan menuju suksesnya penyampaian dakwah itu sendiri :
1.    Ilmu pengetahuan agama dan umum yang luas dan ilmu pengetahuan khusus yang mendalam.
2.    Memiliki akhlah yang luhur dapat menjadi suri teladan di dalam masyarakat.
3.    Mempunyai kepribadian yang teguh dan utuh.
4.    Mempunyai pemahaman dan kesadaran yang baik tentang keadaan masyarakat yang dihadapi.


DAFTAR PUSTAKA

Dra. Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, Mitra Pustaka, 2000
Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1987

Posting Komentar

0 Komentar